16. Obat

636 36 2
                                    

Motor Alfan berhenti tepat di depan gerbang rumah Aldifa. Aldifa turun dan memberikan helmnya pada Alfan. Aldifa ingin berbicara namun ia urungkan. Terlihat jelas dari mulutnya yang terbuka lalu tertutup kembali.

"Lo mau ngomong apa?" Alfan terkekeh, kontras sekali jika Aldifa ingin mengucapkan sesuatu namun tidak jadi.

"Kok lo tau sih?" bukannya menjawab, Aldifa malah bertanya balik.

"Gue cowok peka. Lo ngasih kode sekecil apapun gue pasti tau," ucap Alfan, pamer. Gadis di hadapannya berdecih melihat tingkah Alfan yang besar kepala. "Jadi, lo mau ngomong apa?"

"Eung..., gue mau minta tolong ajarin materi biologi yang nggak sempet gue pelajari tadi," perkataan Aldifa pelan, sangat pelan, namun Alfan masih bisa mendengarnya.

Entah apa yang terjadi pada dadanya. Setiap kali Alfan mengacak-acak rambutnya Aldifa merasa sesuatu aneh yang menggelikan. Sampai ia tak kuasa menahan senyum. Alih-alih menutupi senyumnya, Aldifa malah mengerucutkan bibirnya.

"Jangan ngacak-ngacak rambut gue," suara dengan nada ketus itu menutupi hatinya yang sedang berdesir.

"Sori. Kalau lo minta diajarin ya bilang aja kali, nggak usah malu-malu kayak tadi. Jadi pengin cium—"

Refleks. Aldifa mundur selangkah, hal itu membuat tawa Alfan pecah seketika. Raut wajah Aldifa yang memerah membuatnya spontan mencubit kedua pipi Aldifa.

"Bercanda kali. Btw, kapan mau belajarnya?" tanya Alfan, kembali ke topik pembicaraan.

Bola mata Aldifa bergerak kesana-kemari, sedang memikirkan waktu yang tepat. "Malam ini..., bisa nggak?"

"Bisa," jawab Alfan cepat.

"Tapi nggak masalah? Lo kan biasanya ngajar anak kelas sebelas." Aldifa kembali memastikan apakah Alfan sanggup atau tidak.

"Masalah dimananya? Gue ngajar kelas sebelas karena mereka udah mulai rada sibuk gara-gara tugas numpuk, ya gue nggak mau aja adik kelas gue ada yang nggak naik kelas. Sedangkan kelas sepuluh kan masih happy-happy-an, ya rada santai gitu."

Penjelasan Alfan cukup untuk Aldifa. Maka dari itu, Aldifa lebih tenang jika Alfan bisa mengajarinya.

"Yaudah, gue balik dulu," kata Alfan memakai kembali helmnya yang tadi sempat dilepas.

Aldifa mengangguk, "Hati-hati!"

***

Pukul tujuh kurang sepuluh menit malam, terdengar suara mesin motor yang berhenti di depan gerbang rumah Aldifa. Dengan cepat Aldifa bangkit dari posisinya yang tengah berbaring di sofa sambil menonton televisi, keluar rumah lalu membuka pintu gerbang.

Alfan tersenyum di balik helm full face nya. Aldifa menyuruh agar Alfan memasukan motornya ke halaman rumahnya saja.

Sambil menunggu Alfan, Aldifa menyiapkan berbagai cemilan di meja ruang tamu.

"Kok sepi?" pertanyaan Alfan saat memasuki rumah Aldifa.

"Papa sama Mama lagi menghadiri acara perusahaan, mungkin pulang jam sepuluh," kata Aldifa.

"Berarti kita cuma berdua dong?"

"Um ... kalau lo agak nggak enak gue panggil Kalea sama Kelvin ke sini deh."

Alfan terlihat mengerutkan dahinya. "Nggak tuh, gue biasa aja,"

Aldifa mangut-mangut, ia mempersilakan Alfan duduk saat ia ingat kalau Alfan masih berdiri di dekatnya.

Triple Al [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang