"Lo..., argh." Aldifa menatap Alfan kesal. Bagaimana tidak kesal, baru saja membuka gerbang rumahnya sudah dikagetkan dengan cengiran lebar milik cowok paling menyebalkan yang pernah Aldifa kenal.
"Gue kan udah bilang mau jemput lo," Alfan menarik lengan Aldifa agar mendekat lalu memasangkan helm setelah menyisipkan sehelai rambut ke belakang telinga Aldifa.
"Lo kenapa sih bikin gue kesel terus?!" tanya Aldifa, menghiraukan tatapan Alfan yang menyuruhnya naik ke motor.
Alfan menghela napas pelan. Ia menatap Aldifa lembut. "Gue juga nggak tau kenapa gue bikin lo kesel terus. Tapi asal lo tau, disaat lo kesel, gue merasa kalau hidup gue ada artinya. Sekarang, cepet naik!"
Mulut Aldifa bungkam, ia mengulang kata-kata Alfan dalam pikirannya. Hidup gue ada artinya. Maksudnya apaan sih? Batin Aldifa menggerutu.
Tanpa penolakan lagi, Aldifa menaki motor Alfan dengan tangannya yang bertumpu pada bahu Alfan agar mememudahkan Aldifa naik motor besar itu.
"Gue harap lo nggak berurusan sama Eza lagi," ucap Aldifa saat motor Alfan baru saja keluar gerbang komplek. Dibalik helm full facenya Alfan tersenyum. Namun, senyum Alfan tak bertahan lama karena perkataan Aldifa selanjutnya. "Nyusahin tau, nggak?!"
Alfan diam, ia memusatkan semua fokusnya pada jalanan. Namun sulit. Karena pikirannya berkelana kemana-mana. Aldifa lucu. Terkadang perkataannya menunjukan kalau dia khawatir, tapi didetik selanjutnya dia mengeluarkan kata-kata yang terdengar pedas.
"Lo denger gue nggak sih?!"
"Denger, Al, denger." Hampir saja motornya oleng gara-gara Aldifa yang tiba-tiba berteriak.
Aldifa tertawa tanpa suara. Alfan akan kelihatan begonya kalau Aldifa sudah berteriak seperti tadi. Sama seperti Alfan, terkadang Aldifa senang menjahili Alfan. Dan yang membuat Aldifa heran, kenapa jika ia menjahili Alfan, Alfan selalu terlihat santai tidak menunjukan kekesalannya. Kadang itu membuat Aldifa kecewa.
Motor Alfan memasuki gerbang dan berhenti di parkiran khusus siswa. Aldifa turun dan memberikan helm yang ia kenakan pada Alfan.
"Gue dulu—aduh," pekik Aldifa sambil memegang perutnya.
Alfan yang saat itu sedang merapikan rambutnya, menoleh cepat pada Aldifa.
"Kenapa, Al?" tanya Alfan, cemas.
Aldifa menggeleng lalu berlari cepat ke kelasnya. Alfan yang masih duduk di motor menatap Aldifa penuh tanda tanya. Tak berlangsung lama memikirkan semuanya, Alfan berlari mengejar Aldifa.
Kalea yang baru saja keluar kelas, lengannya langsung disambar Alfan.
"Aldifa kenapa?" tanya Alfan panik.
Bukannya menjawab, Kalea justru memilih tertawa. "Kak, tenang dulu deh, wajah Kakak merah gitu," kata Kalea setelah puas tertawa.
Alfan menarik napas lalu menghembuskannya pelan. Tatapannya meminta jawaban atas pertanyaannya pada Kalea.
"Biasalah Kak, masalah cewek," jawab Kalea terdengar sulit dimengerti.
"Maksudnya?"
"Yaampun..., Aldifa lagi datang bulan, Kak. Perutnya tiba-tiba sakit, jadi mendingan sekarang Kakak ke kelas deh. Jangan ganggu Aldifa. Takutnya pas Kakak masuk ke kelas, Kak Alfan nggak keluar lagi."
Alfan yang paham bagaimana sifat cewek kalau sedang datang bulan karena Alfan sendiri mempunyai sahabat cewek. Akhirnya, ia memilih mengangguk pada Kalea dan pamit untuk ke kelasnya.
"Tapi kalau Aldifa kenapa-napa hubungin gue ya," pesan Alfan pada Kalea yang dibalas dengan senyuman tipis.
"Aldifa, Aldifa, enak banget ya jadi lo. Nggak punya pacar tapi ada cowok ganteng yang perhatian. Kadang gue sebel sama lo, kenapa sih jadi cewek cuek amat," gumam Kalea sambil melangkah menuju toilet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triple Al [End]
Dla nastolatków[Sequel Bintang Jatuh] Aldifa akan ceria jika bersama Alfin, si cowok dingin yang irit ngomong. Aldifa akan cuek jika bersama Alfan, si cowok nyebelin yang banyak ngomong. *** Aldifa sudah nyaman dengan Alfin, nyaman raga dan juga hati. Ta...