38. Millen

532 28 8
                                    

"Mampir makan yuk, gue laper," Kalea memelas pada tiga orang yang berjalan di depannya.

Kelvin menoleh, ia mendelik malas. "Dasar perut karet,"

"Eh eh, ngomong apa lo?!" Kalea menjitak kepala Kelvin, nggak main-main sih soalnya Kelvin sampai mengaduh. "Lo sendiri yang bilang gue kurusan, ya berarti gue harus makan banyak lah."

Kalea merenggut sebal, bibir bawahnya maju ke depan. Melihat itu Kelvin tersenyum tipis lalu mengacak rambut Kalea.

Aldifa menggeleng pelan. Random emang si Kelvin sama Kalea dikit-dikit berantem, dikit-dikit mesra kayak bukan adek-kakak. Tapi ia senang mereka ada disisinya. Seenggaknya, hidupnya nggak monoton sama tugas yang bikin otak ngebul.

Mereka berhenti didekat mobil Alfin. Setelah tahu Alfin selalu membawa mobil, Aldifa, Kelvin dan Kalea selalu bareng sama dia. Lumayankan nggak ongkosan. Alfin juga nggak masalah, karena rumah mereka searah. Cuma beda blok aja. Kalau Aldifa, Kelvin dan Kalea di blok B, Alfin berada di blok D.

"Mau mampir kemana?" tanya Alfin.

"Eum ke-"

"Halo halo para juniorku tercinta," Wina datang sambil merangkul Aldifa yang sekarang tengah mengusap dadanya karena terkejut.

Sejak masalah waktu itu, antara Wina dan Aldifa. Mereka berdua jadi makin dekat. Wina yang mendapatkan firts impression sebagai cabe nyasar gara-gara mulutnya yang sebelas dua belas sama cabe ternyata suka ngereceh. Wina bilang sama Aldifa sih kalau dia harus jaim didepan juniornya. Makannya para kelas sepuluh dan sebelas yang nggak deket sama Wina selalu ngira kalau Wina ini judes, kejam, sok banget. Padahal isinya suka bikin Alfan sama Leo ngelus dada.

Nggak sama Aldifa aja jadi deket, sama Kalea juga. Tapi kalau sama Kelvin sih, Wina agak gimana ya. Itu loh aura Kelvin bikin bergidik. Apalagi kalau Kelvin udah natap tajem, mau neguk ludah aja susah.

"Mau ikut kita mampir ke Millen nggak?" tanya Wina, semangat.

"Millen?" gumam Aldifa, merasa asing.

"Duh kalian ini, udah sekolah di PB berapa lama sih? Masa Millen nggak tau," Wina cemberut. "Itu tuh tempat makan yang deket dari sini. Kafenya anak millenial. Mau ikut nggak?"

"Mauu banget!" ujar Kalea semangat. "Kak Wina tau aja kita lagi laper."

"Kita? Elo kali," cibir Aldifa.

Kalea berdecak sebal. "Bacot Dif, entar aja disana lo pasti mesen dua porsi,"

Aldifa memutar bola mata malas. Matanya tak sengaja menatap Alfan yang sedari tadi diam sambil menatapnya. Aldifa segera membuang muka. Alfan ngeliatin gitu nggak baik buat kesehatan jantungnya. Emang ya, pesona mantan lebih tajam.

"Eh siapa nih? Diem-diem bae," tanya Wina, menunjuk Alfin yang menunjukan wajah datar, padahal aslinya bingung sama situasi sekarang.

"Alfin," Alfin menjawab singkat.

Wina menganggukan kepala. "Yaudah yuk, semua aja ikut. Biar rame,"

***

Mereka berenam mengambil meja di ujung dekat jendela. Kalea yang dari tadi diam karena takjub melihat kafe ini. Benar kata Wina, kalau kafe ini isinya anak millenial semua. Gaya ruangannya juga khas banget anak muda sekarang. Ditambah interior di kafe ini yang semuanya punya arti positif.

Kebanyakan yang dateng dari SMA Pelita Bangsa dan depannya SMA Nusa Bangsa.

"Dif, Kak Wina ternyata lebih asik dari dugaan gue deh. Nggak kayak pas awal-awal," kata Kalea berbisik pada Aldifa disebelahnya. Aldifa mengangguk membenarkan. "Pantesan Kak Leo suka,"

Triple Al [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang