46. Fakta Menyakitkan

176 15 0
                                    

Cuaca terik membuat siapapun malas untuk melakukan aktivitas. Seperti halnya Aldifa yang baru saja sampai rumah. Sebenarnya, Kelvin dan Kalea mengajaknya untuk pergi ke kedai es krim. Namun, entah kenapa ia tidak berselera pergi ke sana.

"Aldifa pulang," lirihnya, lalu memasuki kawasan dapur karena aroma kue langsung masuk ke indera penciumannya ketika ia memasuki rumah.

Aldifa menarik salah satu kursi di meja makan lalu mendudukinya. Ia menatap Mamanya yang tengah menghias kue dengan cream cokelat.

"Tumben pulang cepet, biasanya kalau hari terakhir ulangan suka nongkrong dulu bareng temen," perkataan Bintang secara tidak langsung berupa sindiran halus untuk Aldifa.

Aldifa mendengus, "Males," ia menyilangkan kedua tangannya di atas meja lalu membaringkan kepalanya disana. "Bosen Kelvin Kalea mulu."

"Ajak Alfan kalau gitu. Sama mantan nggak boleh musuhan," Bintang cekikikan, ia tahu anaknya akan sebal jika digoda seperti itu.

"Au ah gelap. Anaknya juga nggak ada kabar, ck!" Aldifa mendadak kesal, ia ingat terakhir bertemu saat dirinya bermain pees dengan Alfin, ada Alfan juga disana. Namun besoknya, lusa, sampai sekarang pun Alfan tidak memberinya kabar. Di sekolah pun ia tidak bertemu dengannya sama sekali.

"Yaa kalau gitu chat ajalah, jangan dibawa rumit," Bintang memberi saran tanpa menoleh pada anaknya karena fokusnya masih tertuju pada kue yang tengah ia hias.

"Dih, apaan, masa Aldifa yang chat duluan. Emang dia siapanya Aldifa sampai harus banget Aldifa yang chat duluan," Aldifa mendelik, sebal.

"Berarti kalau gitu, emang kamu siapanya Alfan sampai Alfan harus ngasih kabar ke kamu?" Bintang menyelesaikan aktivitasnya. Ia menghadap pada Aldifa sembari tertawa puas.

Aldifa menegakkan badannya. "Ahh Mamaa, nyebelinn banget sihhh!"

Bintang berhenti tertawa, ia meletakkan paper bag di meja lalu duduk berhadapan dengan Aldifa.

"Nih, anterin kue ke rumahnya Tante Anggi. Dari pada galau-galau mulu di rumah," Bintang mendorong paper bag lebih dekat pada Aldifa.

"Males, di luar panas," Aldifa merengek, masa Mamanya nggak sadar sih kalau wajahnya berubah merah karena kepanasan.

"Yaudah kalau gitu, nggak Mama tambahin uang ja—"

Aldifa memotong ucapan Bintang. "Iya-iya Aldifa anterin. Mana dulu uang jajannya."

Bintang mendengus, kalau udah pake iming-iming tambahan uang jajan Aldifa langsung semangat tuh.

Aldifa tersenyum senang, ia memasukan uang yang diberikan Mamanya ke dalam saku seragam lalu menenteng paper bag untuk diantarkan ke rumah Tante Anggi.

"Ehh, ganti baju dulu!" Bintang setengah berteriak pada anaknya yang sudah melenggang keluar dari dapur.

"Ntar ajaaa!"

***

Aldifa melongo menatap rumah besar di depannya. Ia melihat alamat yang diberikan Mamanya lewat chat. Jujur, baru kali ini Aldifa datang ke rumahnya Tante Anggi—Mamanya Alfin.

"Nggak salah kok alamatnya. Gue kira Papa yang paling kaya, ternyata Papanya Alfin lebih kaya." Aldifa menggeleng-gelengkan kepala takjub. Rumah besar dengan gaya klasik berdiri kokoh di depannya, kalau gitu sih Aldifa bakal sering-sering main ke rumahnya Alfin.

Aldifa baru saja mau menekan bel rumah, seorang satpam keluar sambil tersenyum ramah.

"Non Aldifa ya?" tanyanya.

Triple Al [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang