21. Pilihan

528 34 2
                                    

"LO KEMANA AJA SIH?!" teriak Kalea saat melihat Aldifa yang berjalan dikoridor yang sama dengannya.

Aldifa menutup telinga dengan tangannya. Teriakan Kalea bisa merusak gendang telingannya.

"Dari jam istirahat sampe sekarang bel pulang. Gila gila. Aldifa lo bolos berapa jam pelajaran, gue aduin sama Mama tau rasa lo." Kalea menggeleng-gelengkan kepala sembari melempar tas Aldifa yang tadi berada dipundak kanannya.

"Aduin aja, gue nggak takut, wlee." Aldifa menjulurkan lidah lalu melangkah, pergi meninggalkan Kalea yang menahan kesal.

"Ih, nyebelin deh lo. Tungguin gue!" Kalea berlari mengejar Aldifa.

Aldifa mendongakan kepalanya menatap lantai dua tepatnya kelas Alfan. Alfan baru saja keluar kelas. Aldifa mempercepat langkahnya membuat Kalea yang berada di belakangnya berhenti melangkah lalu berteriak.

"ALDIFA PELAN-PELAN DONG JALANNYA. CAPEK GUE NGEJAR LO!!"

Langkah Aldifa terhenti. Kalea sialan. Aldifa menghitung sampai tiga, dan ia pastikan suara Alfan akan terdengar.

Satu.

Dua.

Ti—

"Al tunggu, pulang bareng gue," teriak Alfan dari tangga yang sedang dilewatinya.

Aldifa membalikan badan, Kalea mendekatinya sembari menghentak-hentakan kaki dengan bibir yang dimajukan.

"Lo—ih, Difa, ngapain tarik-tarik!" pekik Kalea karena tersentak, pergelangan tangannya ditarik tiba-tiba oleh Aldifa.

"Lo bisa diem nggak?" pertanyaan dengan nada penuh tekanan membungkam Kalea. Kalea tahu jika Aldifa sudah bicara begitu, sesuatu yang serius sedang terjadi. Tapi apa?

"Al tunggu!" panggil Alfan, ia berhenti melangkah dan terbatuk-batuk karena dadanya mendadak sesak.

Aldifa menutup matanya sekilas, kata maaf ia ucapkan dalam hati.

Semoga setelah ini Alfan membencinya karena Aldifa telah meyakitinya.

Semoga rasa yang singgah dalam hati Alfan hanya berlabuh untuk sementara.

Semoga Alfan menemukan obat yang tepat.

Aldifa dan Kalea memasuki angkutan umum. Untungnya tempat yang tersisa hanya dua, jadi mobil yang membawa penumpang itu langsung melaju. Aldifa melihat ke arah gerbang, Alfan ada di sana dengan badan yang dibungkukan dan tangan bertumpu pada lutut. Mencoba mengatur napasnya yang tersenggal.

"Kenapa sih, Dif? Lo kayak ngejauhin Kak Alfan gitu," tanya Kalea, penasaran. Ia mengernyit sedari tadi karena tatapan mata Aldifa berubah sendu.

"Gue ceritain di rumah," jawab Aldifa singkat

Ponsel yang berada di dalam tas Aldifa bergetar. Ia menutup matanya untuk menetralisir rasa sesak. Aldifa tahu siapa yang mengiriminya pesan. Sebisa mungkin, ia menahan hatinya agar tidak membuka pesan itu sekarang.

Aldifa turun dari angkot yang berhenti tepat di depan komplek perumahan. Kalea yang paham akan kondisi Aldifa membiarkan gadis itu melangkah duluan.

"Makasih, Bang," ucap Kalea pada supir angkot setelah memberikan kembalian.

Ia segera menyusul Aldifa. Mengikuti Aldifa hingga ke rumahnya dan memasuki kamar dengan pintu berwarna putih milik Aldifa.

Kalea menyimpan tasnya di atas meja lalu merebahkan tubuhnya dikasur empuk milik Aldifa. Sedangkan sang empu pemilik kamar sedang ke kamar mandi.

Triple Al [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang