Aldifa, Kalea dan Kelvin turun dari angkot tepat di depan gerbang SMA PB. Seperti biasa, Aldifa akan menjadi penengah antara Kelvin dan Kalea. Kalea yang terus mengoceh pada Kelvin dan Kelvin yang membalas perkataan Kalea dengan singkat, padat dan ketus.
"Kesel gue lama-lama sama lo. Tau kalau lo se-nyebelin gini udah gue cekik waktu masih dirahim. Mati mati sekalian," Kalea menggeram kesal. Kelvin memutar bola mata malas.
"Akur sehari bisa nggak, sih?!" Aldifa ikutan kesal.
"NGGAK!" jawab Kelvin dan Kalea, bersama.
"Tuh akur, buktinya jawab pertanyaan gue barengan," kata Aldifa diakhiri kekehan.
"Najis," gumam Kelvin.
"Eh, Dif, itu Kak Alfan bukan, sih?" tunjuk Kalea pada cowok yang baru saja melepas helmnya.
Aldifa mengikuti arah pandang Kalea. Bersamaan dengan itu, Alfan juga melihat ke arah Aldifa. Tapi kali ini ada yang berbeda. Tidak ada senyuman hangat seperti biasa, bahkan Alfan lebih dulu memutuskan kontak mata dengan Aldifa lalu melenggang pergi.
"Kalian lagi marahan?" tanya Kalea yang memperhatikan interaksi keduanya.
"Nggak," jawab Aldifa, pelan. Ia merasa ada yang aneh dengan Alfan. Tapi dirinya mensugesti untuk berpikir positif.
"Buruan ke kelas!" gertak Kelvin, membuat mereka melanjutkan langkahnya yang tertunda.
***
"Dif, lo mau balikin buku ke perpustakaan nggak hari ini?" tanya Kalea tanpa menoleh pada Aldifa karena dirinya sedang sibuk membereskan alat tulis.
"Mau, gue ambil dulu bukunya diloker," Aldifa bangkit untuk keluar kelas, karena setiap loker berada di luar kelas, alias di koridor depan kelas masing-masing.
Aldifa memasukan password untuk membuka loker miliknya. Ia mengambil buku yang sempat dipinjam dari perpustakaan. Tetapi saat ia mengambil buku dari dalam, sebuah kertas putih—seperti surat—jatuh mengenai sepatunya.
Ia membungkuk untuk mengambil surat itu. Raut wajahnya sangat jelas sedang menunjukan kebingungan. Kepalanya menoleh kesana-kemari sekedar mencari tahu, kira-kira siapa yang menyelipkan surat itu ke dalam lokernya.
"Kenapa, Dif?" tanya Kalea. "Gue lihat dari keluar kelas lo celingak-celinguk gitu. Pasti nyariin Kak Alfan ya?" goda Kalea.
"Nggak, ini ada yang nyelipin surat ke loker gue," kata Aldifa, sambil memperlihatkan suratnya pada Kalea.
"Cie, punya secret admirer. By the way, isinya apa?"
Aldifa menggeleng, "Belum gue baca,"
"Baca dong, gue kepo," Kalea nyengir.
Penutup surat dibuka Aldifa, lalu ia mengambil isinya. Seketika tubuhnya menegang. Isi surat itu hanya dua kata namun mampu membuat gadis yang memegang surat merasakan sesak.
Kita putus.
"Isinya apa, Dif? Kak Alfan ngajak kencan ya?" Kalea tersenyum penuh arti, ia tidak sabar membaca isi surat itu.
Aldifa menggeleng kaku. Surat itu diberikan pada Kalea yang masih tersenyum. Setelah itu Aldifa pergi meninggalkan Kalea. Pikirannya begitu kalut, ia harus menemui sang pemberi surat.
Kalea menatap kepergian Aldifa. Aneh, menurutnya. Tapi ia tidak menghiraukan sahabatnya itu, karena surat ditangannya lebih menarik untuk dibaca daripada mengejar Aldifa yang dipastikan pergi ke kantin.
Matanya mengerjap tak percaya. Bahkan Kalea membolak-balik kertas itu dan melihat ke dalam amplop yang membungkus surat itu, siapa tahu ada kalimat lain yang menjelaskan semuanya. Namun nihil. Secepat mungkin Kalea menyusul Aldifa.
"Mau kemana lo, sempak?" tanya Kelvin yang baru keluar kelas.
"Aldifa butuh kita," ucap Kalea lalu menarik Kelvin. Kali ini ia tidak peduli jika kembarannya akan mengumpat atau lebih parah memarahinya. Karena yang terpenting untuk saat ini adalah Aldifa.
Langkah Aldifa berhenti saat memasuki kantin. Matanya sudah tertuju pada salah satu meja yang selalu diduduki orang yang dicarinya. Ia menghampiri kedua orang yang sedang berbincang.
"Kak Leo, Alfan mana?" tanya Aldifa, langsung.
Dahi Leo mengernyit, tatapannya sarat akan kebingungan. "Alfan? Dia baru aja pergi, nggak tau kemana."
"Ngapain sih lo nyari Alfan? Kangen? Yaelah, lebay banget sih," cibir Wina.
Aldifa tersenyum sinis, ia yakin ada yang disembunyikan oleh Leo dan Wina. Aldifa bukan cewek bodoh yang sekalinya diberi penjelasan oleh Leo dengan patuhnya ia mengangguk paham.
"Kak, gue yakin lo tau Alfan pergi kemana!" gertak Aldifa. Tanpa sadar kedua tangannya sudah terkepal.
Kalea dan Kelvin yang berdiri di belakang Aldifa, diam. Aldifa sudah marah, itu artinya Alfan adalah sesuatu yang berharga baginya. Saat Aldifa tengah seperti ini, tidak boleh ada yang ikut campur termasuk si kembar. Maka dari itu, Kalea dan Kelvin memilih tidak melakukan apapun. Mereka akan bertindak jika sudah waktunya.
"Aldifa lagi nggak butuh kita," gumam Kelvin pada kembarannya. Kelvin menarik pergelangan tangan Kalea untuk meninggalkan kantin.
"Gue nggak tau Alfan pergi kemana, Dif," Leo berkata lembut, berusaha meredam emosi Aldifa.
"Lo bohong, Kak!"
Brakk
"Lo keras kepala ya?!" maki Wina setelah menggebrak meja. "Leo udah bilang kalau Alfan pergi entah kemana. Kita sahabatnya bukan berarti kita harus tau privasi Alfan. Kita juga nggak bisa 24 jam selalu di samping Alfan. Lo yang berstatus pacarnya seharusnya lebih ngerti kondisi Alfan kayak gimana!"
Kali ini Leo menenangkan Wina. Dua gadis yang sama-sama tengah ia tenangkan masih menyulutkan api emosi di matanya. Bendera putih dikobarkan Aldifa dan Wina membalasnya.
Aldifa menggeram kesal, ia pergi meninggalkan kantin. Alfan, biar ia sendiri yang cari tahu ada dimana.
Pintu rooftop tidak terkunci, itu artinya Alfan ada disana. Aldifa melangkah, mengitari rooftop hanya untuk mencari seseorang. Tidak ada. Tidak ada siapapun. Aldifa menggigit bibir bawahnya, persaannya semakin tidak enak. Ia mengeluarkan ponsel dari saku seragamnya lalu menelepon seseorang.
Panggilannya berdering, namun tidak ada yang menjawab. Ia mencoba menelepon Alfan sampai lima kali dan hasilnya tidak berubah. Aldifa beralih menjadi mengirim pesan.
Lo dimana?
Menunggu pesan saja tidak akan menghilangkan perasaan tidak enak ini. Aldifa memutuskan untuk turun. Ia akan mencoba mencari ke sekeliling sekolah.
Waktu istirahatnya terbuang hanya untuk mencari Alfan dan menanyakan apa maksud dari tulisannya. Bel masuk sudah berbunyi lima menit yang lalu, tapi Aldifa enggan kembali ke kelas. Semua ruangan di sekolah sudah ia datangi tapi sosok itu tidak muncul juga. Seakan-akan lenyap dari dunia.
Ia sampai dilapang. Kakinya melangkah mendekati pohon beringin yang berada dipinggir lapang. Pohon yang menjadi saksi awal percakapan antara Alfan dan Aldifa.
Langkahnya terhenti, jantungnya berdegup kencang. Kenangan yang hanya sedikit berputar dipikirannya. Dia ... kembali?
"Alfin?"
***
Lama update ya? Maap-maap, yang penting sekalinya update 2 atau 3 kali, disesuain aja sama nggak up berapa kalinya...
Alfan pergi kemana elahh, itu lagi ngapain si Alfin balik lagi. Bisa aja ngambil kesempatan dalam kesempitannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triple Al [End]
Teen Fiction[Sequel Bintang Jatuh] Aldifa akan ceria jika bersama Alfin, si cowok dingin yang irit ngomong. Aldifa akan cuek jika bersama Alfan, si cowok nyebelin yang banyak ngomong. *** Aldifa sudah nyaman dengan Alfin, nyaman raga dan juga hati. Ta...