Gravitasi paling kuat adalah kasur sendiri. Sejak sore Aldifa belum keluar kamar. Alasannya ia sudah nyaman berada di kasur. Matanya fokus pada laptop yang menampilkan berbagai macam game online. Kedua telinganya tersumbat oleh benda putih yang mengalunkan berbagai musik dari playlist di ponselnya.
Aldifa melirik jam yang berada di atas nakas. Pukul setengah tujuh malam. Sebentar lagi Bintang pasti memanggilnya untuk makan malam.
Ceklek.
Pintu kamarnya terbuka. Itu Papanya, Rafa. Tumben Rafa ke kamarnya.
"Pantesan Papa ketuk daritadi nggak nyahut. Pake headset ternyata," cibir Rafa.
Aldifa nyengir, ia melepaskan headsetnya. Laptopnya di tutup setelah sebelumnya meng-klik kata shut down.
"Ada apa, Pa?" tanya Aldifa, heran.
"Kamu nanya ada apa? Kenapa belum siap-siap? Itu pacar kamu nungguin di bawah."
"Pacar?" Aldifa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Sejak kapan aku punya pacar?"
"Sejak negara api menyerang," canda Rafa membuat Aldifa mendengkus.
"Aku nggak punya pacar, Pa!"
"Terus itu siapa yang di ruang tamu? Ada cowok ganteng minta izin ke Papa buat ngajak anak gadis Papa keluar malem, huh?"
Dahi Aldifa berkerut. Tiba-tiba tatapannya melebar. "Sialan!"
"Aldifa! Jangan ngumpat!" suara Rafa sedikit meninggi.
Aldifa meneguk salivanya susah payah. Rafa murka. "Iya, Pa, maaf."
"Yaudah, temui pacar kamu sekarang." Rafa terkekeh sambil menutup pintu kamar anaknya.
"DIA BUKAN PACAR ALDIFA, PA!" kesal Aldifa.
Cowok nyebelin, awas ya lo.
Aldifa keluar kamarnya. Ia menuruni anak tangga dengan malas. Benar saja, Alfan ada, sedang duduk manis sambil berbincang dengan Papanya. Ah, Rafa pasti jadi menyebalkan karena Alfan si cowok nyebelin.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Aldifa, pura-pura tidak ingat dengan perjanjian tadi siang selepas pulang sekolah.
"Eh, kok gitu sih?" suara Rafa semakin membuat Aldifa jengkel. "Alfan itu cowok gentle, berani minta izin sama Papa sebelum pergi. Harusnya kamu cari cowok kayak Alfan."
Aldifa memutar bola mata malas. Ia akan semakin terpojokan jika seperti ini. Aldifa melirik ke Alfan yang tersenyum manis. Menjijikan dan juga menyebalkan.
"Papa sana gih!" Aldifa mengusir Papa nya yang duduk anteng.
"Oh, Papa ganggu ya?" Rafa menaik turunkan alisnya, menggoda anaknya yang sekarang bersungut kesal.
"Papa kok nyebelin?" Aldifa merengek, kesal. "Mama kok mau sih sama Papa?" tanya Aldifa pada Bintang yang baru saja keluar dari dapur.
"Terpaksa," jawab Bintang.
Aldifa tertawa, ia menertawakan raut wajah Rafa yang berubah drastis karena jawaban Bintang.
"Kalau mau jalan pulangnya jangan malem-malem," ucap Bintang mengusap kepala Aldifa tulus.
Perhatian Bintang membuat ia seperti orang paling bahagia. Orangtua yang sangat menyayanginya meski Aldifa kadang menjengkelkan.
Aldifa mengangguk patuh. Bintang tersenyum lalu kembali melangkah ke dapur. Rafa yang sebal karena jawaban Bintang tadi mengekorinya sambil menggerutu. Aldifa terkekeh melihat tingkah orangtuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Triple Al [End]
Novela Juvenil[Sequel Bintang Jatuh] Aldifa akan ceria jika bersama Alfin, si cowok dingin yang irit ngomong. Aldifa akan cuek jika bersama Alfan, si cowok nyebelin yang banyak ngomong. *** Aldifa sudah nyaman dengan Alfin, nyaman raga dan juga hati. Ta...