48. Triple Al

128 8 4
                                    

Kalea merenggut kesal, ia terus melihat arloji pinknya yang tersemat cantik di pergelangan tangan kiri.

"Dif, lama banget sih mereka!" Kalea menggerang frustasi. "Gue kan nggak sabar menghirup udara segar, melihat hamparan rerumputan hijau, suara kicauan burung di pagi hari, dan suara jangkrik di malam hari."

"Berisik!" Kelvin menyahut, menoyor kepala Kalea pelan.

"Ish,"

"Mereka bentar lagi sampai, Kal," sahut Aldifa, matanya fokus pada ponsel digenggamannya.

Kalea menegakkan tubuhnya. "Serius?" tanyanya, melihat Aldifa mengangguk, Kalea kembali bertanya. "Elo ngechat siapa? Kak Leo?"

Aldifa menggeleng, "Alfan."

"Ciee, udah baikan nih sama doi," Kalea memulai sesi menggoda Aldifa.

"Emang kita musuhan?"

Pertanyaan Aldifa membuat Kalea skakmat. Iya ya, emang mereka musuhan? Selama ini Kalea cuma nggak pernah lihat Aldifa bareng sama Alfan saja.

Kalea berdehem pelan. Ia mengalihkan tatapannya dari Aldifa yang tengah tersenyum mengejek. Sialan emang tuh anak.

"Eh, Fin. Barang bawaan lo banyak banget ya? Soalnya tas lo kelihatan lebih besar dari punya gue." Kalea bertanya pada Alfin yang dari tadi anteng menonton tivi.

"Nggak juga. Gue bawa jaket tebel, jadi ya gitu kelihatan banyak barangnya," jelas Alfin.

Kalea mengangguk-anggukkan kepala. "Tapi di sana nggak akan dingin banget kali. Villa Kak Leo itu tempatnya di perbatasan antara surga dan neraka."

"Ngomong apa sih lo?" Kelvin menoyor kepala Kalea untuk kedua kalinya.

"Gue nggak ngomong sama lo!" Kalea pindah tempat duduk menjadi di seberang Kelvin yang tadinya di sebelah kembarannya itu. Bisa-bisa jidat Kalea ada lekukan aneh gara-gara ditoyor terus sama telunjuknya Kelvin.

"Gini, Fin. Villa Kak Leo itu tengah-tengah antara kota dan pedesaan. Jadi menurut gue nggak akan dingin banget di sana." Kalea menatap Alfin, menjelaskan maksud ucapannya yang terlalu di atas rata-rata.

"Sok tau, emang lo pernah kesana?" Kelvin bertanya menyebalkan.

"Lo ngeselin banget ya, babi. Gue nggak ngomong sama lo ya, monyet!" Oke, bahasa Kalea sudah tidak bisa dikontrol lagi. Sekali lagi Kelvin menyahut, Kalea janji akan memukul wajah yang banyak kesamaan dengan wajahnya.

"Jadi, gue babi apa monye—"

Bugh!

"Dua-duanya!" Kalea berteriak tepat di telinga Kelvin.

Nasib Kelvin sekarang? Mengusap hidungnya yang dipukul Kalea, untung saja tidak sampai patah paling bengek dikit. Dan mengusap telinga kanannya yang berdengung karena suara maha dahsyat Kalea.

Sedangkan gadis yang sudah membuat keributan itu kembali duduk. Mengatur napasnnya, kembali ke imej-nya yang kalem dan nggak bar-bar.

"Jadi, jawaban pertanyaan gue apa, Fin?" tanya Kalea pada Alfin lagi.

Alfin cengo, ia berdehem pelan. Kejadian beberapa detik yang lalu membuat saraf otaknya berhenti mendadak. "Siapa tau aja ada yang butuh."

Kalea mangut-mangut saja. Aldifa yang mendengar itu berhenti menggerakkan jarinya yang tengah mengetik sesuatu. Senyum tipis Aldifa mengembang, ia tahu maksud Alfin.

Suara klakson mobil di luar rumah Aldifa berhasil membuat Kalea memekik senang. Ya, sedari tadi mereka menunggu Alfan, Leo, dan Wina yang belum datang.

Triple Al [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang