36. Kangen

595 32 6
                                    

"Pagi,"

"Pagi sayang,"

Alfin menyimpan tasnya di kursi lalu menarik kursi disebelahnya dan mendudukinya. Ia membaca doa, kemudian menyantap nasi goreng buatan Mama nya.

"Kamu cepet akrab ya sama Aldifa, Kelvin dan Kalea," ucap Anggi—Mama Alfin dengan senyuman.

"Hm,"

Alfin hanya berdehem, bukannya tidak sopan, ia hanya menerapkan peraturan saat makan yaitu jangan berbicara.

Anggi sibuk berceloteh kepada anak dan suaminya. Alfin hanya melirik sesekali. Tidak minat untuk menimbrung. Menurutnya menjadi pendengar yang baik saja sudah cukup.

Bryan—Papa Alfin—menyimpan sendok di atas piring lalu menatap putranya.

"Fin, sepertinya ki—"

"Nggak!" Alfin berhenti makan, matanya menatap tajam sang Papa. "Alfin nggak mau pindah-pindah lagi. Cukup waktu Alfin SMP dan awal masuk SMA. Kesananya Alfin nggak mau pindah sekolah, rumah, apalagi pindahnya ke luar negeri."

"Kalau nggak gitu, kamu bisa ter—"

"Terancam?" Alfin mendengus sembari tersenyum sinis. "Alfin nggak peduli. Papa ini pengecut, bisanya lari dari masalah. Alfin nggak peduli hal apa aja yang akan membahayakan Alfin. Pokoknya Alfin nggak mau pindah-pindahan lagi!"

Kunci mobil yang sempat disimpan di meja makan disambar Alfin. Meraih tas gendongnya lalu melenggang pergi. Ia muak dengan urusan seperti ini.

"Alfin!" panggil Bryan.

Tetapi Alfin menulikan telinga nya. Ia tidak ingin pergi untuk kedua kalinya meninggalkan orang yang saat ini tersemat dihatinya.

***

Dicuaca yang begitu terik, kelas X IPA 1 tengah melaksanakan mata pelajaran olahraga. Sebagian dari mereka berteduh dipohon rindang pinggir lapang. Sebagian lagi terutama anak cowok sedang asyik bermain futsal.

Pak Edi—guru olahraga, tidak hadir tapi tetap memerintahkan murid-muridnya untuk berolahraga. Katanya kalau tidak olahraga Pak Edi takut kelas X IPA 1 membuat ulah. Dan beliau akan terkena imbasnya.

"Dif, panas banget sumpah," rengek Kalea sambil mengusap keringat yang mengucur dipelipisnya. "Pengin minum, haus."

"Yaudah, ayo ke kantin," ajak Aldifa, bangkit dari duduknya.

"Nggak mau. Lo aja, gue mager," balas Kalea, cengengesan.

Aldifa memutar bola mata malas. Kebiasan. Kalau sudah terik begini Kalea banyak maunya tapi yang dikerjakan nggak ada. Alesannya satu, mager.

"Hem," Aldifa berdehem malas, lalu melangkah menuju kantin di lantai dua.

"Minuman berasa, Dif, yang dingin kayak dia—eh."

"Bucin dasar," cibir teman sekelasnya sambil terkekeh.

Kalea nyengir, ia kembali nimbrung dengan teman-temannya. Apalagi hal yang paling khas bagi cewek selain membicarakan hal-hal yang menarik di SMA Pelita Bangsa.

Ditempat lain, Aldifa yang baru saja memasuki kantin langsung mendekati freezer untuk mengambil satu air mineral dan air berasa rasa jambu kesukaan Kalea. Setelah itu membayarnya.

Aldifa memilih duduk di meja dekat dengan jendela kantin. Air mineral yang baru saja dibeli, tutupnya segera ia buka. Tinggal sedetik lagi air dingin itu masuk ke dalam tenggorokannya yang kering tapi seseorang merebutnya.

"Si—" umpatan yang hendak keluar dari mulutnya mendadak berhenti. Matanya mengerjap menatap seseorang yang berdiri di depannya.

Senyuman yang diberikan cowok itu menyayat hati Aldifa. Memorinya kembali terlempar pada beberapa hari yang lalu. Rasa senang, bahagia, kecewa semua menjadi satu. Ia ingin memeluknya, melepaskan rindu yang kian menggebu.

"Nggak boleh ngumpat," peringatnya. "Dan, kalau habis olahraga itu nggak boleh minum yang dingin-dingin, nggak baik buat kesehatan. Apalagi cuacanya panas gini. Lo nggak boleh sakit."

Cowok itu mengambil duduk berhadapan dengan Aldifa. Tangannya menyodorkan air mineral pada Aldifa tapi tidak dingin.

"Ini lebih baik buat lo," katanya, tersenyum tulus.

Aldifa masih diam. Waktu seakan-akan berhenti bergerak. Dunia seakan-akan berhenti berputar. Ia ingin menangis sekarang juga tapi entah apa yang membuatnya menangis. Semuanya begitu tiba-tiba.

"Gue bukain ya tutupnya," cowok itu mengambil botol yang belum disentuh oleh Aldifa sama sekali. Lalu membuka tutupnya agar Aldifa hanya tinggal meneguk saja.

"Nih,"

"Ngapain lo disini?" bukannya meminum atau setidaknya mengucapkan terimakasih, Aldifa malah melontarkan pertanyaan.

"Oh, kelas gue lagi nggak ada guru jadi gue ke sini. Kebetul—"

"Bukan itu," Aldifa menggeleng pelan. "Menurut gue, untuk orang kayak lo yang paling pinter di sekolah ini pasti bisa mengartikan pertanyaan gue."

Cowok yang masih memasang senyum tulus itu mengangguk paham. Bahkan sebelum diperjelas oleh Aldifa ia sudah sangat paham.

"Gue kangen mantan, nggak boleh emangnya?" jawabnya.

"Alfan," desis Aldifa mulai kesal. "Gue pergi."

Aldifa hendak berdiri tapi cowok bernama Alfan mencegahnya.

"Serius, Al. Gue kangen sama lo," ucapnya, kali ini serius, terlihat dari raut wajahnya sudah tidak ada senyuman seperti tadi yang ada hanyalah mata sayu yang terlihat sendu.

Aldifa menelan salivanya. Tenggorokannya semakin kering. Tangan Aldifa belum dilepas oleh Alfan.

"Lepasin tangan gue," lirih Aldifa.

Alfan menggeleng tegas. "Kalau gue lepasin nanti lo pergi. Gue nggak mau lo pergi sama seperti gue."

"Kenapa gue nggak boleh pergi? Lo aja bisa pergi seenaknya."

"Karena, lo tempat gue kembali."

Aldifa bungkam, hatinya semakin sakit. Kepalanya mendadak berdenyut. Ia ingin berontak namun rasa rindunya terhadap cowok dihadapannya lebih besar.

"Istirahat kedua gue tunggu lo di rooftop," ucap Alfan, melepaskan cekalannya. Ia bangkit, sebelum pergi Alfan tersenyum lalu mengusap pucuk kepala Aldifa lembut.

Sesuatu yang berdebar kembali hadir. Aldifa tidak bisa mencegah ini. Semuanya sudah diatur.

Aldifa pergi meninggalkan kantin. Meninggalkan air mineral yang Alfan berikan juga. Ditangannya hanya ada air berasa milik Kalea.

"Nih," Aldifa menyodorkan minuman Kalea pada pemiliknya ketika sampai di lapang. Ia kembali duduk di sebelah Kalea. Matanya menatap rooftop yang tidak ada apa-apanya.

"Minuman lo mana?" tanya Kalea.

"Udah habis,"

Kalea mengangguk lalu meneguk minumannya.

"Kok nggak dingin sih, Dif," protes Kalea. Sensasi dinginnya tidak sesuai ekspetasi.

"Ada yang bilang ke gue, minuman dingin itu nggak baik buat kesehatan."

***

Triple Al [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang