"Papaaaaa." Panggil gue dengan imut begitu memasuki kamar dimana papa dirawat. Waktu gue dan Kak Junmyeon masuk, papa lagi dicek tensinya sama suster.
"Eeeh? Kok kalian bisa ada disini?" Tanya papa dengan ekspresi yang kaget tapi senang melihat kedua anaknya yang udah lama gak ditemui.
"Iya dong, kan mau nengok papa." Ucap gue sambil berjalan mendekati ranjang rumah sakit. Pagi ini cuma gue sama Kak Junmyeon yang dateng dan mengenguk papa. Soalnya Jungwoo aja jadwal kelas pagi, jadi dia baru bisa dateng antara siang setelah jam makan siang atau mungkin sore.
"Papa kenapa kok bisa kambuh vertigonya?" Sekarang Kak Junmyeon yang bertanya ke papa. Setelah mengajukan satu pertanyaan, Kak Junmyeon langsung memeluk papa dengan erat. Lalu bergantian dengan gue untuk memeluk papa.
"Biasalah, pikiran." Jawab papa dengan entengnya. "Jangan khawatir." Tambahnya. Dengan papa bilang jangan khawatir, gue sama Kak Junmyeon malah jadi tambah khawatir dong.
"Papa jangan banyak pikiran dong." Pinta Kak Junmyeon dengan khawatir. "Emang belum ketemu orang yang papa percaya untuk mimpin perusahaan?"
"Belum ada Junmyeon... udah jangan khawatir. Vertigonya juga udah gak kambuh kok. Cuma vertigo ringan."
"Jangan ngeremehin vertigo pa. Ini bukan cuma vertigo ringan, kalau papa terus-terusan punya pikiran, nanti vertigonya bisa tambah parah." Gue langsung menanggapi ucapan papa.
Gue punya temen, nah, ayahnya ini punya penyakit vertigo. Awalnya ya kayak 'cuma vertigo ringan, gak usah khawatir.' Tapi karena ada masalah di tempat kerjanya, pikiran ayahnya makin banyak dan semakin menumpuk. Karena banyak pikiran ini, makannya jadi nggak teratur, tidur malem terus, minum air putih juga dikit banget. Vertigonya tambah parah, dan karena banyak pikiran, menyebabkan saraf di kepalanya pecah. Setelah sarafnya diketahui pecah, gak lama dari situ, memori yang ada di masa sekarang beliau lupa dan hanya inget memori yang ada di masa lalu- kayak masa kecilnya dan sebagainya. Bahkan sama anak dan istrinya gak kenal, sampai akhirnya beberapa bulan kemudian, ayahnya meninggal.
Itu semua berasal dari pikiran. Makanya gue gak mau papa banyak pikiran, apalagi papa juga punya vertigo.
"Nggak, Sunhee. Papa usahain untuk lebih nyantai." Jawabnya masih dengan entengnya.
"Ma, bilangin ke papa untuk gak banyak pikiran." Tambah Kak Junmyeon.
Mama tersenyum melihat gue dan Kak Junmyeon yang khawatir dengan kondisi papa, karena artinya ya anak-anaknya ini peduli. Ya harus peduli dong. Gue gak akan ada di dunia ini dan gak akan bisa sampe kayak gini sekarang kalau bukan karena mama dan papa. Walaupun, kadang gue sama mama dan papa bisa berbeda pendapat, sampe berantem malahan, tapi kalau gue masih kesel juga masih peduli sama mereka.
Kunjungan dokter kata mama biasanya sekitar jam 1-2 siang, pokoknya setelah jam makan siang. Kayak sekarang, gue dan Kak Junmyeon udah dateng dari jam 8 pagi, dan dokternya baru dateng jam 1:25 di siang hari.
"Besok bapak udah bisa pulang." Ucap dokternya dengan ramah setelah melakukan pemeriksaan ke papa dan setelah melihat data-data yang susternya bawa sebagai dokumen informasi dan pendukung mengenai kondisi tubuh papa.
"Wah makasih ya dokter." Mendengar pernyataan dari dokter membuat kita semua seneng karena berarti kondisi papa udah membaik. Walaupun tadi papa bilang untuk gak khawatir, bagaimanapun gue tetep khawatir. Soalnya antara mama dan papa kalau ada apa-apa seringkali bilang untuk jangan khawatir untuk melindungi anaknya biar anak-anaknya gak khawatir. Padahal sebenernya mereka ada apa-apa. Tapi kalau dokter yang bilang, gue percaya. Hehe.
Kita semua mengucapkan terima kasih ke dokter dan suster yang udah mengurus papa selama papa di rawat di rumah sakit. Setelah itu dokter dan susternya keluar dari kamar ruang dimana papa di rawat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ms. Kim | Jung Jaehyun
Fanfiction[COMPLETED] Book two of Dr. Jung "Every negative thought, thing and action can be turned into a learning experience. Like instead of thinking "why am I like this" or "why is this happening to me" I'll ask myself "what can I learn from this," and it'...