"Sunhee, no, Ms. Kim... will you marry me and be the mother of my children in the future?" Jaehyun masih berlutut di hadapan gue sambil memegang cincin yang dia taruh di dalam amplop tadi.
Sebenarnya banyak banget pertimbangan untuk menerima lamarannya Jaehyun. Banyak banget hal berada di dalam pikiran gue.
Menikah dengan seseorang itu, adalah life changing moment. Gue ingin orang yang nantinya menghabiskan waktu dengan gue, adalah orang yang tepat. Orang yang cerdas—dalam artian cerdas untuk mempertahankan hubungannya dengan gue. Gue gak mau menghabiskan sisa umur gue dengan orang yang masih belum jelas kemana arah tujuan hidupnya. Bukan berarti gue udah jelas kemana arah tujuan gue, hanya aja, gue ingin pendamping hidup gue udah tau kemana mereka harus melangkah—dan gak menutup kemungkinan akan banyaknya hambatan untuk meraih tujuan tersebut. Dan terlebih, gue gak mau pendamping hidup gue adalah seseorang yang banyak mengucap janji tanpa melaksanakannya. Gue sangat menghindari orang yang paling nggak bisa mempertanggungjawabkan ucapannya sendiri. Selain membuat gue kesal, mereka juga membuat gue banyak berharap.
Tapi Jaehyun. Dia gak banyak menjanjikan ke gue hal-hal yang manis. Seinget gue sampai sekarang, dia hanya menjanjikan ke gue satu hal. Yaitu, he promised to make me always feel loved by him. Itu bukan janji yang mudah untuk dilakukan. Tapi gue bisa melihat kalau Jaehyun berjuang. Jaehyun berusaha mempertanggungjawabnkan ucapannya.
Nggak kayak Doyoung. Maaf, bukan berarti gue mau membandingkan Doyoung dengan Jaehyun. Walaupun Doyoung sikapnya menyebalkan sekarang, dan dia berhasil menyakiti perasaan gue—dalam lubuk hati yang paling dalam, gue tau kalau emosinya lah yang mengkontrol dia. Apa gue masih kesal? Tentu. Apa gue bisa memaafkan tindakannya? Gue nggak tau.
Doyoung. Satu hari sebelum kepergian dia ke Praha, dia bilang ke gue kalau ada apa-apa, telfon dia aja. Tapi giliran gue menghubunginya, respon yang dia berikan sangat jauh dari harapan gue ke Doyoung. Dia bilang ke gue kalau dia akan selalu disana kalau gue membutuhkan kehadirannya. Tapi, mana? Dia malah pergi menjauh dan berubah menjadi sosok seseorang yang sama sekali gak gue kenali.
Gue gak suka sama orang yang gak bisa mempertanggungjawabkan ucapannya.
Maaf, Doyoung.
"Sunhee? Ms. Kim?"
Suara Jaehyun berhasil membuyarkan lamunan gue. Dengan posisi yang masih sama, yaitu berlutut di depan gue—keringat mulai mengalir di dahinya. Mukanya memerah, begitupun dengan telinganya.
"Sorry, I was out of zone."
"So... do you take my proposal?"
"But I have anxiety."
"And why is that should make any different? I told you that anxiety is a feeling, and having a feeling is a normal thing."
"I overthink things..."
"Still, I like you because who you are Sunhee."
Dengan cepat gue sedikit membungkuk untuk mensejajarkan wajah gue dengannya. Kepala gue mulai mendekat dan,
Cup
Gue menciumnya untuk yang kedua kali di bibir.
Jaehyun hanya bengong saat gue menciumnya. Dia sama sekali gak mengharapkan gerakan gue barusan. "Hello? You there?" Gue melambaikan tangan gue di depan wajahnya. Sekarang giliran Jaehyun yang out of zone.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ms. Kim | Jung Jaehyun
Fanfiction[COMPLETED] Book two of Dr. Jung "Every negative thought, thing and action can be turned into a learning experience. Like instead of thinking "why am I like this" or "why is this happening to me" I'll ask myself "what can I learn from this," and it'...