"Woi, Sha!" Navasha tersentak begitu seseorang menepuk pundaknya kuat. Dia menoleh, mendapati Gifano—teman semasa SD-nya—tersenyum lebar padanya.
"Lho, Gi! Udah lama nggak ketemu kita," sorak Navasha girang saat bertemu dengan laki-laki itu. Terakhir kali ia bertemu Gifano saat perpisahan SMP angkatan Gifano . Ia tidak menyangka akan bertemu laki-laki itu di area kampusnya sendiri.
"Lo kuliah di sini?" tanya Gifano. Navasha mengangguk cepat. "Jurusan apa?"
"FKG. Lo?"
"Gue di FH. Duh, calon dokter gigi. Ntar obatin gigi gue ya," goda Gifano. Navasha tertawa mendengar godaan teman lamanya itu.
"Gue harus manggil Abang nih sama lo? Secara, lo kan senior gue." Gifano memang lebih tua setahun daripada Navasha. Saat SMP dulu, mereka sering pulang bersama karena arah rumah mereka se arah. Hal itulah yang membuat keduanya dekat dan menjalin perteman.
"Panggil nama aja. Gue yang geli sendiri kalau dengar lo manggil gue Kakak." Gifano bergidik sendiri. Navasha pun setuju. Akan terasa aneh di lidahnya jika ia memanggil laki-laki itu dengan panggilan Kakak.
"Mau pulang, Sha?" tanya Gifano. Navasha mengangguk. Mata kuliahnya untuk hari ini memang sudah berakhir. Ia memilih untuk segera pulang agar bisa beristirahat. "Makan siang dulu, yuk, bareng gue. Kangen juga gue sama lo."
"Lo traktir, ya."
"Beres itu, mah." Keduanya tergelak bersama. Tidak ada salahnya Navasha batal pulang cepat kali ini untuk reuni dengan teman lamanya ini. Akan banyak cerita yang akan mereka ceritakan selama mereka putus komunikasi.
"Eh, Sha." Gifano menghentikan langkahnya, seperti ingat sesuatu. "Tahu nggak kalau–"
"Gi!" Panggilan seseorang memotong perkataan Gifano. Mereka berdua serempak menoleh ke arah suara itu. Betapa terkejutnya Navasha ketika menyadari siapa orang yang memanggil Gifano.
"Woi, Deo! Sini lo," panggil Gifano menyuruh orang yang memanggilnya mendekat. Ia adalah Deo, laki-laki yang Navasha kagumi sejak kelas delapan SMP. Tidak tahu mengapa dulu Navasha sering memerhatikan Deo yang saat itu adalah anak pindahan di sekolahnya.
"Ntar malam jadi kan futsal?" tanya Deo begitu berdiri di samping Gifano.
"Ya elah, nih bocah, ngebet banget deh. Kalem dulu, Bro. Inget nggak sama nih anak?" Gifano menunjuk Navasha yang tiba-tiba menunduk malu.
Gifano sialan!
"Navasha, kan? Junior kita pas SMP?" tanya Deo memastikan.
"I ... iya, Bang. Gue Navasha," jawab Navasha pelan agak gagap.
"Ya elah, Sha, pake gagap segala lo. Kayak ngomong sama artis aja," goda Gifano. Sialan! Laki-laki itu memang mengetahui jika Navasha mengangumi Deo saat SMP. Navasha pernah bertanya soal Deo pada Gifano. Sejak hari itu, Gifano selalu meledek Navasha tentang Deo namun setia menjadi informan terpercaya Navasha.
"Nggak usah takut sama gue kali, Sha. Gue bukan senior killer kok," gelak Deo yang diikuti Gifano. Navasha hanya mampu tersenyum malu.
"Gue sama Navasha mau makan siang bareng. Lo mau gabung nggak?" tawar Gifano.
"Sorry nih, gue ada kelas bentar lagi. Kapan-kapan deh," tolak Deo halus. "Ntar malam kalau jadi futsal, kabarin gue."
"Sip," kata Gifano mengacungkan jempolnya.
"Gue duluan, ya. Bye Sha," pamit Deo setelah itu pergi meninggalkan Navasha dan Gifano. Setelah Deo menjauh, wajah Navasha memerah yang membuat Gifano menyemburkan tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatum
RomanceFatum (n.) The development of events beyond a person's control. Perpisahan dengan Deo meninggalkan luka besar di hati Navasha. Bertahun-tahun Navasha hidup dalam luka. Navasha pikir lukanya akan sembuh seiring berjalannya waktu. Sayangnya ia salah. ...