Tiga Belas

7.5K 312 7
                                    

Harusnya acara makan kali ini menjadi peluang bagi Deo untuk kembali menarik Navasha dalam hidupnya dengan cara mendekatkan Nirmala pada Navasha. Sayangnya, laki-laki itu sedang tidak bersemangat melakukan apapun pasca perkataan menusuk Navasha yang tadi ia terima.

Sedangkan di sisi lain, Navasha juga ikut diam dan sesekali membalas celotehan Nirmala. Jauh di lubuk hatinya, ia merasa tidak enak sudah melontarkan kalimat yang begitu jahat kepada Deo dan almarhumah istrinya. Bahkan sedari tadi Navasha berulang kali meminta maaf di dalam hati pada Indira yang sudah tenang di atas sana.

"Bunda, Lala mau suap kentangnya." Nirmala membuka lebar-lebar mulutnya, meminta Navasha memasukkan potongan kentang ke dalam mulut kecil gadis tersebut.

"Kunyah dulu daging di mulutnya, Sayang," kata Navasha lembut. Ia tertawa melihat mulut Nirmala yang masih berisi makanan tapi bocah itu ingin makanan lain masuk ke mulutnya.

"Sekalian sama kentang," pinta Nirmala keras kepala. Navasha tertawa kecil lalu memasukkan potongan kecil kentang ke mulut anak semata wayang Deo tersebut.

"Makannya yang rapi, La. Jangan berantakan. Ntar kena bajunya terus jadi kotor," tegur Deo halus melihat anak gadisnya yang makan dengan semangat dan agak berantakan. Deo tahu apa alasan gadis kecilnya jadi begitu semangat. Ya, karena ada Navasha yang menemaninya saat ini. Biasanya gadis kecil itu akan hanya makan bersama dirinya atau keluarga Deo yang lain. Tapi tidak pernah dengan ibunya. Kehadiran Navasha bagaikan oase di padang pasir bagi Nirmala, dan Deo tentu saja.

"Kita sering-sering makan bareng Bunda ya, Yah. Makan Lala jadi enak kalau ada Bunda," pinta gadis itu ceria tapi terlihat pendar pengharapan di mata bulatnya.

"Kalau Lala jadi anak baik, Bunda pasti mau makan bareng kita lagi." Navasha mendelik mendengar perkataan Deo pada anaknya. Apa-apaan laki-laki itu memutuskan seenaknya. Tuman!

"Lala janji bakal jadi anak baik." Nirmala meringsek memeluk lengan Navasha, berusaha membujuk gadis itu agar luluh. Navasha tersenyum gemas melihat tingkah laku anak Deosan itu.

"Sekarang habisin makanan Lala biar cepet gede," titah Navasha.

"Siap, Bunda!" Nirmala meletakkan tangannya di atas alis dengan posisi hormat, membuat Navasha dah Deo serempak tergelak. Nirmala mengernyit heran melihat ayah dan bunda barunya itu tertawa.

"Ih, kok Ayah sama Bunda ketawa, sih? Aneh. Nggak ada yang lucu juga," gerutu Nirmala lalu kembali memasukkan makanan ke mulut kecilnya. Ia ingin cepat menghabiskan makanannya karena ingin mencoba area permainan anak yang baru saja dibangun di restoran ini.

"Pelan-pelan aja makannya, La," tegur Deo. Ia takut jika nantinya anaknya tersedak jika makan terburu-buru tersebut. "Ntar kamu keselek."

"Lala mau main, Yah," bela Nirmala.

"Mainannya nggak bakal lari, kok. Makannya pelan aja. Dengerin kata Ayah." Deo terdiam begitu mendengar Navasha memanggilnya dengan panggilan Ayah, meskipun dengan secara tidak langsung. Suara Navasha masuk begitu merdu ke telinganya dan ntah mengapa ia merasa begitu pas ketika Navasha memanggilnya seperti itu di depan Nirmala, anaknya dan kelak akan menjadi anak Navasha juga. Setidaknya begitu tekat Deo saat ini.

Nirmala hanya mengangguk namun tidak begitu mengindahkan karena kecepatan makannya masih diatas rata-rata. Dua orang dewasa d isana hanya bisa geleng kepala melihat Nirmala yang keras kepala, sama seperti ayahnya.

"Yee, Lala siap! Main dulu," kata Nirmala begitu cepat lalu segera melesat menuju area permainan yang sedari tadi menarik perhatiannya. Sebernarnya, sejak awal masuk restoran tadi, ia ingin segera melemparkan badannya masuk ke area permainan. Namun ditahan oleh ayahnya karena ia belum makan.

"Anak itu, memang selalu bersemangat," kata Deo tanpa memutuskan pandangannya pada Nirmala yang mulai mencoba naik ayunan.

"I ... iya," balas Navasha gelagapan. Ia tidak menyangka Deo mau berbicara dengannya. Pasalnya setelah kejadian tadi, Deo memilih bungkam ,tidak mau berbicara padanya. Hanya berbicara pada Nirmala saja.

"Meskipun tumbuh tanpa ibu, aku yakin ia akan jadi gadis yang kuat," tambah Deo penuh harap. Dalam diam Navasha mengaminkan. Kesalahan kedua orang tua Nirmala di masa lalu tidak lantas membuat Navasha ingin gadis itu bernasib buruk.

"Kamu ingat lagu kesukaan kamu di film Coco?" Navasha tersentak kaget. Bagaimana Deo bisa tahu lagu itu? Lagu itu dirilis ketika mereka sudah berpisah dan tidak ada komunikasi sama sekali diantara mereka.

Remember me
Though I have to say goodbye
Remember me
Don't let it make you cry
For ever if I'm far away
I hold you in my heart
I sing a secret song to you
Each night we are apart

Remember me
Though I have to travel far
Remember me
Each time you hear a sad guitar
Know that I'm with you
The only way that I can be
Until you're in my arms again
Remember me

Suara Deo saat menyanyikan lagu itu dengan lirih masuk ke indra pendengaran Navasha. Ah, suara laki-laki itu saat bernyanyi masih sama seperti terakhir kali yang Navasha ingat. Menggetarkan hati.

"Aku suka nyanyiin lagu itu buat Nirmala sebagai pengantar tidur. Nirmala tanya arti lagunya apa. Setelah aku jelasin, dia tanya apa itu lagu dari ibunya untuk dia? Apa ibunya mau dia selalu ingat ibunya?" kata Deo terdengar miris. Navasha terdiam. Bagaimanapun juga, pembahasan Deo dengan mendiang istrinya masih hal yang sangat sensitif bagi Navasha. Lukanya masih belum sembuh.

"Aku nggak bisa jawab karena hatiku teriris mendengar pertanyaan polosnya. Dia bertanya mengenai ibu yang nggak pernah dia lihat dan itu menyakitkan." Mata Deo menerawang jauh ketika mengatakannya. Mungkin laki-laki itu sedang mengingat istrinya yang sudah tiada. "Dan kebetulan sekali kamu juga menyukai lagunya. Seperti ada benang takdir di antara kita." Kemudian, Deo menumbukkan tatapannya pada Navasha.

"Meskipun Mbak Indira udah nggak ada, aku yakin Nirmala bakal selalu ingat dan sayang sama ibu yang rela mengorbankan nyawanya untuk dia." Navasha tidak tahu kenapa kalimat itu meluncur bebas dari mulutnya. Ia ikut bersimpati dengan cerita Deo, padahal ia ingin bersikap tidak peduli.

"Tentu. Aku udah mengenalkan Indira lewat foto dan video sejak Nirmala masih bayi. Sosok Indira akan tertanam kuat di hatinya meskipun sudah tiada," kata Deo. Lalu mereka terdiam untuk beberapa saat. "Semoga Nirmala bisa mendapatkanmu sebagai bundanya. Bukan sebagai pengganti Indira, tapi sosok baru yang akan mencerahkan harinya."

"Ak–"

"Aku akui sakit rasanya ketika mendengar kamu mengatakan tidak ingin menjadi pengganti Indira. Sejujurnya Sha, aku pun tidak berniat menjadikanmu pengganti. Aku ingin kamu hadir sebagai sosok baru. Indira nggak akan pernah tergantikan sosoknya, akan selalu tersimpan di salah satu sudut hati Nirmala selaku ibu kandungnya. Tapi kamu, aku ingin kamu hadir di kehidupan kami sebagai sosok baru yang nantinya akan mengisi seluruh bagian hatiku dan Nirmala," kata Deo tulus. Ia menggapai tangan Navasha, menggenggam tangan kecil yang mulai tremor itu lembut. "Cerita dulu merupakan kesalahanku. Indira dan Nirmala tidak salah apa-apa."

"Kamu pikir aku membenci dan menyalahkan mereka atas cerita kita dahulu? Kamu pikir aku akan sepicik itu?" tanya Navasha sinis.

"Tidak. Aku tahu kamu orang paling bijak dan realistis. Tapi, aku hanya ingin membuat sebuah pengakuan dosa dan berniat untuk meminta pengampunannya." Lalu bibir Deo sudah bersarang diatas punggung tangan Navasha yang semakin tremor.

" Lalu bibir Deo sudah bersarang diatas punggung tangan Navasha yang semakin tremor

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Indira Sarwinda💐

*tbc

Love,
Vand🦋

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang