Dua Puluh Delapan

5.2K 216 4
                                    

Follow ig vandesca16

Mereka pulang ketika hari mulai sore. Nirmala sudah merengek kelelahan dan ingin segera tidur. Emil yang lebih banyak diam setelah makan siang membuat Navasha tidak nyaman. Ia merasa Emil marah padanya karena membawa serta Nirmala dan Deo.

"Gue pulang naik taksi online aja," kata Emil ketika mereka menuju basement.

"Bareng aja, Mil. Lagian, mobil lo di rumah gue," tolak Navasha. Ia tidak ingin makin merasa bersalah pada laki-laki yang mencintainya itu.

"Ntar supir gue yang jemput. Kalian lanjut aja pulang bertiga," kata Emil. "Gue capek banget."

"Mil ...."

"Nggak usah khawatir, Sha. Gue baik-baik aja. Cuma lagi capek." Emil mengelus puncak kepala Navasha lembut. Ia tahu Navasha merasa bersalah padanya.

"Gue temani lo sampai taksi online datang," putus Navasha akhirnya. "Yo, kamu jemput aku di drop off area aja. Atau kamu mau pulang duluan juga nggak apa."

"Aku jemput kamu di drop off area." Setelah itu Deo beranjak menuju basement parking bersama Nirmala yang sudah terlelap di gendongannya. Sebenarnya, Deo tidak suka Navasha menemani Emil mencari taksi. Tapi melihat raut wajah Navasha, rasanya percuma ia menghalangi gadis itu nantinya.

Sedangkan, Emil dan Navasha menuju pintu ke luar mall. Emil segera memesan taksi online melalui aplikasi. Tidak berapa lama kemudian, driver-nya sudah menelepon dan berkata posisinya tidak jauh dari sana tapi jalanan sedang macet.

Navasha hanya diam selama menemani Emil. Ia bingung ingin mengatakan apa. Ia merasa bersalah pada laki-laki itu. Emil juga tidak mengatakan apa-apa pada Navasha. Mereka hanya diam hingga berdiri di depan pintu keluar menunggu pesanan taksi online Emil datang.

"Mil, maaf," kata Navasha akhirnya. Hanya itu yang dapat ia sampaikan. Berharap Emil mengerti maksud kata maafnya.

"Ya, mau gimana lagi. Kedatangan Deo dan Nirmala nggak kita prediksi. Nggak tega juga mau nolak gadis manis seperti Nirmala." Emil mendesah berat. Harusnya sejak tadi ia bisa berdua dengan Navasha seperti ini. Bukannya saat mau pulang begini.

"Gue benar-benar nggak tahu kalau mereka mau datang. Deo memang begitu, suka tiba-tiba. Sejak dulu, dia selalu datang ke rumah sesuka hati. Jarang bilang ke gue sebelumnya. Mungkin dia pikir kalau gue nggak ada masih ada orang tua gue atau Mbok Din atau kedua adik gue. Gue ngerasa bersalah banget ke lo. Kita keluar lagi besok malam ya?" Navasha memegang lengan Emil. Berharap laki-laki itu setuju dengan usulnya karena baru kali ini ia meminta Emil untuk pergi bersamanya.

"It's okay. Lo jangan kayak gini. Gue jadi nggak tega. Gue nggak marah kok," kata Emil lembut. Ia memegang tangan Navasha yang berada di lengannya, lalu mengelusnya dengan gerakan teratur. Navasha diam menikmati perlakuan Emil padanya. Ingin mencari sesuatu yang ada di hatinya saat ini. Apa yang ia rasakan. "Tapi gue terima ajakan kencan lo."

Navasha refleks memukul lengan Emil karena perkataan konyol laki-laki itu. Siapa yang mengajak kencan coba? Navasha hanya ingin membayar kesalahannya. Emil memang ahli merusak suasana!

"Gue nggak ngajak lo kencan," kesal Navasha. Emil tertawa lalu mengacak rambut Navasha.

"Keluarga lo dan Deo ... dekat?" Pertanyaan Emil membuat Navasha tersentak. Kenapa Emil harus bertanya tentang Deo?

"Ya, lumayan. Gue sama Deo pacaran dua tahun lebih. Dia sering ke rumah, seringnya tiba-tiba seperti yang gue bilang tadi. Jadinya dia dekat sama orang di rumah. Dia kadang bantuin Mbok Din masak kalau datang di hari libur. Ngajak Andre sama Rafa main basket bareng. Ngomongin soal politik sama Papa. Dia paham banget kayaknya sama dunia politik. Padahal jurusannya di kampus itu ekonomi. Gue nggak tahu dia dapat info dunia politik dari mana. Tapi dia paling dekat sama Mama. Deo suka ngantar Mama belanja, apalagi ke pasar tradisional. Hari minggu pagi dia ke rumah, dia udah siap ngantar Mama belanja. Meskipun ada Papa yang mau ngantar Mama, Deo selalu mengajukan diri. Dia nggak cuma ngantar, dia bahkan ikut masuk ke pasar dan bantu bawa belanjaan Mama. Dulu di tahun awal kami pacaran, orang tua Deo ditugasin di luar pulau selama setahun. Katanya kalau dia sama Mama, ngerasa liat Bundanya. Mama dan Bundanya sama-sama cerewet katanya." Navasha terkekeh di akhir ceritanya. Mengingat beberapa kenangannya bersama Deo. Tidak buruk juga ternyata.

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang