Dua Puluh Tiga

5.9K 242 10
                                    

Holla kalian. Maaf bgt aku lama nggak update. Lagi sibuk dan males nulis hehehe. Makasih kalian masih nungguin kelanjutan cerita Deo-Navasha

Jangan lupa follow ig vandesca16

Navasha misuh-misuh sendiri sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Deo berhasil memaksanya untuk diantar, karena laki-laki itu dengan sigap memasukkan kunci mobil Navasha ke saku celananya ketika Navasha ingin membuka kunci pintu mobil. Navasha yang tidak mau mengambil secara langsung kunci mobilnya di dalam saku celana Deo memilih untuk mengalah.

"Kenapa sih, Sha, dari tadi misuh-misuh mulu? Kamu nggak suka aku anter?" tanya Deo ketika mereka sedang di lampu merah. Ia menatap gadis pujaannya itu lembut.

"Aku nggak suka ditanya Rafa kenapa aku nggak manggil kamu kayak biasanya."

"Aku ngerti." Deo mengusap lembut puncak kepala Navasha. "Bagi aku, nggak masalah kamu nggak manggil aku kayak gitu lagi. Meskipun aku suka banget sama panggilan itu. Lebih penting kamu yang mau balik lagi sama aku daripada panggilan itu."

"Yo, kamu tahu kan aku belum memutuskan?" Navasha tidak ingin Deo terlalu banyak berharap sedangkan hatinya sendiri masih bingung.

"Iya. Apapun keputusan kamu nantinya, aku pasti terima."

***

Navasha kelimpungan ketika tidak ada Runi sebagai asistennya saat bekerja. Runi diserang demam karena kelelahan mengurus pernikahannya. Surat sakitnya baru sampai pagi ini dan Navasha tidak mendapat asisten pengganti.

"Tutup jam segini aja boleh nggak sih?" keluh Navasha. Ia benar-benar kesusahan dan lelah. Harus melayani pasien dan melakukan sterilisasi pada alat-alat yang sudah digunakan. Biasanya Runi yang akan melakukan sterilisasi sehingga Navasha tidak perlu kejar-kejaran dengan waktu dan membuat pasien marah karena lama menunggu.

"Lapar tapi capek. Telepon ke kantin aja kali, ya," gumam Navasha. Lalu, ia menelepon kantin rumah sakit lewat telepon yang tersedia di ruangan kerjanya.

Sepuluh menit kemudian makanannya datang diantar seorang cleaning service. Navasha melahap makanannya dengan cepat agar bisa beristirahat agak lama. Ia juga sedang datang bulan, jadi tidak harus ke musholla dulu.

Tepat saat Navasha akan meluruskan kakinya di atas kursi, seseorang membuka pintu ruangannya dengan semangat.

"Bunda!!" Itu Nirmala dengan diikuti Dania dibelakangnya.

"Lala?"

"Lala kangen Bunda." Gadis kecil itu berhambur memeluk Navasha yang duduk di atas kursi. Melihat Nirmala yang kesusahan memeluknya, Navasha mengangkat anak mantan kekasihnya itu ke atas pangkuannya.

"Bunda juga kangen sama Lala. Kok Lala kesini, sih?"

"Nirmala maksa aku untuk ketemu Kakak. Kebetulan hari ini aku nggak ada jadwal ke kampus. Nirmala seharian ini harusnya aku yang jaga. Tapi, dari tadi dia ngerengek minta ketemu Kakak. Minta diantar kesini karena dia yakin Kakak ada disini. Maaf, Kak, kalau kami ganggu," jelas Dania sungkan. Ternyata Nirmala datang bersama adik Deo. Dania menatap mantan kekasih abangnya itu dengan tatapan segan.

"Nggak papa, kok, Dan. Kebetulan aku masih jam istirahat. Kamu duduk, gih," suruh Navasha. Dania mengangguk. Ia duduk di kursi untuk pasien yang bersebrangan dengan kursi kerja Navasha.

"Kalian udah makan? Aku bisa mesan makanan kantin untuk kalian," tawar Navasha.

"Nggak usah, Kak. Kami udah makan sebelum kesini," tolak Dania.

"Iya, Bun. Lala udah makan. Pake ayam dan habis. Kata Tante Dania, kalau makan Lala nggak habis, Tante nggak mau nganterin Lala kesini," adu Nirmala. Navasha tersenyum lalu mengelus puncak kepala Nirmala.

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang