Lima Puluh

7.1K 297 5
                                    

Navasha berkali-kali menghela napas berat. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di atas kasur. lalu mengetik nama seseorang di kontak. Namun. ketika ia ingin mengirim pesan pada orang itu, keraguan kembali merayapi hatinya.

Navasha kembali meletakkan ponselnya di atas kasur. Ia merebahkan tubuhnya lalu menatap langit-langit kamar. Semenit kemudian tubuh itu kembali duduk. Ponselnya yang tadi diletakkan, diraih lagi. Navasha kembali melakukan hal yang sama yaitu mencari nama seseorang di kontak dan mengirim pesan. Tetapi ketika pesan itu akan ia kirim, gadis bertubuh mini itu kembali ragu. Navasha mengerang kesal kenapa ia jadi plin-plan dan penuh ragu seperti ini. Padahal sudah semalaman Navasha berpikir dan mantap ingin mengambil keputusan.

"Sha, Sha. Sampai kapan lo mau plin-plan dan ragu-ragu kayak gini?" Navasha mengacak rambutnya sendiri sampai berantakan. "Mau hubungin mantan doang kenapa lo nggak bisa, Navasha?!"

Navasha akan menghubungi Deo. Memberi tahu tentang sesuatu yang penting pada laki-laki itu. Tapi ternyata semua tidak semudah yang Navasha kira. Ia masih saja ragu.

Navasha termenung menatap layar ponselnya yang menampilkan kontak dengan nama Nathaniel Deosan. Semenit kemudian nama orang lain muncul di kepalanya. Orang yang pasti bisa memberinya solusi.

Naya!

Dengan kelincahan jarinya, Navasha mengetik nama Naya lalu segera melakukan panggilan pada ibu muda itu. Semoga Naya sedang tidak sibuk mengurus keluarga kecilnya. Navasha sangat butuh Naya saat ini.

"Naya's speaking."

"Nay, tolongin gue, please." Suara Navasha terdengar memelas membuat Naya mengerut disebrang sana.

"Kenapa lo? Kecantol abang-abang Medan?"

"Nay, gue serius. Lo lagi sibuk? Lagi ngurus anak-laki?"

"Kayaknya lo lagi beruntung deh. Lo nelepon disaat Zaki sama Ziya lagi nge-date ke mini market. I am yours sampai mereka balik. So what happen?"

"Lo percaya nggak kalau disini gue ketemu orang yang punya nasib percintaan kayak gue?"

"What the ... lo jauh-jauh merantau ke Medan cuma untuk dipertemukan sama orang senasib?" Salah satu sisi Naya yang tidak diketahui orang-orang. Ibu muda yang terkenal lembut dan dewasa itu tidak akan bisa menahan umpatannya jika sedang bersama ketiga sahabatnya.

"Apa maksudnya dengan cuma? She helps me so much. Beberapa hari yang lalu gue curhat sama dia. Gue ceritain semua yang gue rasain karena gue pikir dia pasti ngerti karena udah pernah melewati hal yang sama. Hasilnya semua yang dia bilang lebih nempel ke kepala gue daripada semua ceramah yang gue terima di Jakarta. Gue nggak tahu kenapa bisa kayak gitu. Mungkin gue udah kedoktrin sama kenyataan dia pernah di posisi gue. Dia sangat mengerti karena udah merasakan."

"Jadi maksud lo, kita semua nggak ngerti dan cuma bisa ngomong doang?" Suara Naya terdengar sinis membuat Navasha meringis tidak enak.

"Bukan gitu, Babe, tapi ... ah lo pasti pernah merasakan hal yang kayak gini. Gue bukannya bilang kalian nggak ngerti, tapi ya gitu. Teman baru gue di Medan lebih ngerti. Lo ngerti kan maksud gue?," ringis Navasha. Semoga setelah ini Naya tidak marah dan masih mau mendengar curhatannya.

"Oke-oke. Gue, ngerti. Jadi apa yang lo dapatkan setelah curhat dengan teman senasib?"

"Gue nggak tahu keputusan gue ini salah atau benar. Gue rasa ... I need him, Nay."

"ALHAMDULILLAH AKHIRNYA NAVASHA SADAR. Ya ampun Sha, gue bolak-balik doain lo supaya cepat sadar sama perasaan sendiri. Akhirnya doa gue dijabah juga."

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang