Tiga Puluh

6K 211 0
                                    

Follow ig vandesca16

Menginap bersama ketiga sahabatnya membuat Navasha merasa lebih baik. Ia beruntung memiliki sahabat yang selalu mendukung apapun keputusannya, selain keluarganya. Setelah menangis puas semalaman, paginya Navasha dipaksa untuk ikut CFD. Kata Firza, perasaan Navasha akan lebih baik setelah berolahraga.

"Gue malu tahu! Mata bengkak gini masa diliatin ke khalayak ramai," gerutu Navasha menunjuk kedua matanya yang masih bengkak meskipun sudah di kompres dengan es.

"Dikit doang bengkaknya. Palingan orang-orang mikir lo baru bangun tidur," kata Firza tidak peduli.

"Tapi kan gue malu, Fir!"

"Cuek ajalah. Yuk, turun. Kita lari abis itu makan sepuasnya," ajak Wanda setelah memarkirkan mobilnya. Navasha mengikuti ketiga sahabatnya dengan bibir maju.

"Jangan cemberut gitu, dong. Kita mau seneng-seneng, nih." Naya menarik paksa Navasha. Area CFD sudah mulai ramai.

Keempat gadis itu melakukan pemanasan sebelum berlari. Mereka akan berjalan santai terlebih dahulu.

"Udah lama gue nggak ikutan ginian," gumam Navasha seraya memerhatikan sekeliling. Banyak orang yang berjalan atau pun berlari disekitarnya. Bahkan ada yang memakai sepeda atau pun sepatu roda. Yang datang pun bermacam-macam. Ada yang bersama keluarga, pasangan, teman, atau sendirian.

"Lo yang paling malas diajak olahraga. Minggu pagi gini kerjaannya lo cuma pelukan sama guling," cibir Naya.

"Memanfaatkan libur dengan baik, Nay," bela Navasha.

"Lo sama Zaki pernah ngajak Ziya kesini nggak, Nay?" tanya Wanda random setelah melihat sepasang suami istri dan balitanya.

"Pernah, sih. Beberapa kali. Ziya girang banget. Dia bakal lari sesuka hati kalau nggak kami pegangin. ASTAGA! Gue belum nelepon laki gue." Naya segera merogoh saku celana trainingnya lalu menghubungi Zaki, suaminya.

"Kalau udah nikah beda, ya. Yang dipikirin nggak diri sendiri doang," kata Firza melihat Naya yang sibuk menanyakan bagaimana Ziya dan Zaki selama ia tinggal.

"Bentar lagi kalian juga bakal rasain," balas Navasha.

"Wanda duluan, nih. Gue kayaknya masih dua tahun lagi. Nungguin S2 Hilman kelar dulu. Lo tahun depan kan, Wan?" tanya Firza.

"Aamiin. Semoga aja. Doain, ya. Lo juga harus cepat nyusul, Sha."

"Semoga jodoh gue datang secepatnya. Siapa tahu gue bisa ngebalap lo, Wan." Mereka bertiga tertawa tapi tetap mengaminkan dalam hati. Wanda tidak masalah jika nantinya Navasha lebih dulu menikah daripada dirinya. Karena bagi Wanda, kebahagiaan sahabatnya adalah kebahagiaan baginya.

"Ih, ketawa nggak ngajak-ngajak," kata Naya tiba-tiba nimbrung.

"Udah siap lo laporan?"

"Udah. Untung Ziya nggak rewel. Tapi, siang gue udah balik, ya. Zaki ngajak ngeliat asistennya yang baru lahiran," izin Naya yang diangguki oleh yang lain.

"Lari, yuk. Udah lama nih kita jalan."

Mereka berlari sepanjang jalan raya yang dijadikan area CFD. Baru lima menit mereka lari, Navasha sudah merengek capek dan ingin berhenti.

"Gue tunggu kalian di trotoar aja, ya. Nggak sanggup lagi," kata Navasha ngos-ngosan disela larinya. Ia sudah berencana berhenti tapi Firza dan Wanda sigap mengapit Navasha dan merangkul kedua lengan gadis itu agar tetap berlari.

"Baru juga sebentar larinya, masa lo udah nyerah aja. Dasar lemah," cibir Firza tetap merangkul Navasha. "Liat tuh Naya. Udah jadi emak orang tapi masih kuat."

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang