Tiga Puluh Lima

5.8K 248 11
                                    

Follow ig vandesca16

Navasha sama sekali tidak siap untuk hari ini. Hari di mana ia harus memberikan jawaban pada Emil. Navasha merasa waktu berlalu begitu cepat. Ia masih belum memiliki jawaban apa-apa. Tujuh hari ternyata kurang bagi gadis itu.

"Kenapa, Mbak? Kok gelisah?" tanya Runi heran melihat Navasha yang sedari tadi sibuk meremas tangannya sendiri. Runi perhatikan sejak pasien terakhir hari ini pulang, Navasha bergerak tidak nyaman di kursi dan meremas tangannya tanpa sebab. Runi jadi ngeri sendiri bagaimana jika tulang tangan atasannya itu remuk karena sering diremas seperti itu.

"Ng ... nggak. Lo udah siap bersih-bersihnya?" Runi mengangguk. Ia sudah selesai mensterilkan semua alat dan membersihkan ruangan.

"Pulang, yuk," ajak Navasha terlalu terburu-buru. Runi makin aneh melihat gelagat Navasha. Panik, seperti dikejar sesuatu.

"Kok buru-buru amat, Mbak? Ada acara?"

"Ng–"

"Sha."

Sialan!

Navasha mengumpat dalam hati begitu sosok Emil muncul dari balik pintu. Inilah alasan Navasha panik dan tidak nyaman dari tadi. Emil yang mendatanginya untuk meminta jawaban. Tadinya Navasha berharap bisa menghindari Emil sore ini dengan pulang lebih cepat. Tapi ternyata, kedatangan Emil lebih dulu daripada rencananya untuk pulang.

"Mas Emil mau ngapelin Mbak Navasha, ya?" goda Runi yang tidak pernah absen ketika Emil mendatangi Navasha di ruangannya.

"Udah mau pulang, Run?" tanya Emil tanpa memedulikan godaan Runi.

"Iya, Mas. Udah boleh dibawa kok Mbak Navashanya."

"Run, ngomong apa sih," tegur Navasha. Yang ditegur hanya cekikikan tidak jelas.

"Yuk, Sha. Gue mau ngomong," ajak Emil yang membuat Navasha meneguk air liurnya sendiri.

"Sekarang, Mil?"

"We don't have enough time." Navasha akhirnya menurut. Ia membereskan barang-barangnya lalu mengikuti Emil yang pastinya mendapat godaan dari Runi dulu.

Sepanjang koridor rumah sakit, mereka berpapasan dengan banyak dokter atau pun karyawan rumah sakit. Tidak sedikit yang menggoda mereka berdua. Menanyakan apakah mereka sudah resmi bersama atau belum. Emil dan Navasha hanya tersenyum menanggapinya. Tidak ingin menerima ataupun membantah. Biarkan saja orang-orang itu berspekulasi sendiri.

"Kita ngopi aja ya, Sha? Nanggung kalau makan." Navasha mengangguk setuju. Tidak ingin membantah karena saat ini kepalanya dilanda pusing yang hebat. Ia masih belum memiliki jawaban untuk Emil!

Bodoh banget sih, Sha! Mau jawab apa lo ntar?

Navasha merutuki dirinya sendiri. Harusnya seminggu ini sudah cukup baginya untuk bisa menentukan. Lagipula Emil memulai perjuangannya jauh sebelum ini. Kenapa Navasha masih kesulitan untuk menetapkan hatinya?

Emil mengemudikan mobilnya dalam diam. Ia juga terlihat sedang berpikir, sama seperti Navasha. Tidak biasanya Emil bersikap pasif seperti ini. Laki-laki itu biasanya ahli mencairkan suasana.

Emil menghentikan mobilnya di depan kedai kopi yang terletak tidak jauh dari rumah sakit. Mereka berdua memasuki kedai kopi itu dengan saling diam. Bahkan diam mereka bertahan hingga pesanan mereka diantar oleh pelayan.

"Mil–"

"Sha, gue nyerah."

Navasha melongo begitu Emil memotong kalimatnya begitu saja. Navasha bahkan belum mengatakan apapun dan Emil bilang dia sudah menyerah.

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang