Dua Puluh Dua

6.4K 232 0
                                    

Follow Ig: vandesca16

"Ngapain kamu masih disini? Pulang sana," usir Navasha. Wajahnya memerah ketika Deo menatapnya lembut seperti itu. Tidak bisa dipungkiri, meskipun ia membenci Deo, jantungnya masih berdegup kencang jika ditatap seperti itu oleh Nathaniel Deosan.

"Aku lapar, Sha."

"Ya, tinggal makan. Bukan malah ngadu ke aku. Meskipun sibuk, kamu harus rajin makan. Kamu itu punya magh, ntar kambuh lagi," omel Navasha. Tanpa sadar, gadis itu perhatian pada Deo dan itu membuat senyum Deo terbit.

"Masakin, dong."

"O to the gah. OGAH. Beli aja, sih. Ngapain minta dimasakin," tolak Navasha. Pasalnya kemampuan memasaknya tidak terlalu bagus. Akan sangat memalukan jika nanti masakannya dimakan oleh Deo.

"Telur dadar aja. Aku kepengen banget. Ya, ya, ya?" bujuk Deo. Laki-laki itu bahkan menggoyang-goyangkan tangan Navasha, persis seperti Nirmala jika sedang berusaha membujuknya.

"Iya-iya." Akhirnya Navasha mengalah setelah risih tangannya digoyang-goyang oleh Deo. "Aku masakin telur dadar aja, nggak boleh minta yang lain."

Deo mengangguk semangat. Lalu dia mengikuti langkah Navasha menuju dapur.

"Non, mau makan?" tanya Din yang sedang membersihkan dapur.

"Nggak, Mbok. Mau bikinin orang ini makanan," tunjuk Navasha pada Deo seraya cemberut.

"Mas Deo mau makan? Lauk masih ada atuh, Mas. Daripada Si Non harus masak lagi."

"Maunya masakan Navasha, Mbok. Meskipun nanti keasinan," kata Deo jahil.

"Kan! Nggak mau masakin. Sana makan aja lauk yang ada. BYE!" Navasha kesal pada Deo yang meledeknya. Iya, Navasha tahu ia tidak terlalu pandai memasak. Setidaknya Navasha sudah berusaha.

"Eits, jangan ngambek dong. Becanda doang aku. Masakin, ya? Aku cuma mau makan masakan kamu," bujuk Deo. Ia memegang tangan Navasha agar gadis itu tidak bisa kabur.

"Ntar asin lagi," sindir Navasha.

"Kalau asin berarti kebelet kawin. Tinggal aku kawinin. Gampang itu."

"Mulutnya, ih!" Navasha memukul bahu Deo. Bukannya kesakitan, Deo malah tertawa.

"Lucu amat calon istri kalau kesel gini. Sana, masakin aku telur dadar. Aku tunggu." Deo mendorong Navasha agar mendekat ke kitchen set. Sedangkan ia menunggu di mini bar sambil minum jus jeruk.

"Lucu deh si Mas, ya, Non. Nggak berubah dari dulu," kata Din. Ia sudah selesai membersihkan dapur, tapi sepertinya harus melakukannya sekali lagi karena Navasha akan memasak.

"Semprul yang ada. Nyebelin gitu orangnya," sungut Navasha. Ia memecahkan telur lalu memasukkan isinya ke dalam mangkuk kecil. Ia beri sedikit garam dan irisan bawang. Lalu, diaduk agar semuanya menyatu. Sebelum itu, ia sudah memanaskan minyak di dalam teflon.

Tidak butuh waktu lama untuk memasak telur dadar pesanan Deosan. Di tangan Navasha sekarang sudah ada sepiring nasi hangat dengan telur dadar di atasnya.

"Nih, pesanan kamu." Navasha meletakkan piring itu di hadapan Deo. Ia duduk di kursi tinggi yang bersebelahan dengan Deo.

"Nggak makan di ruang makan, Mas?" tanya Din.

"Nggak usah, Mbok. Di sini aja," tolak Deo. Ia malas untuk pindah dari mini bar.

"Mbok permisi ke kamar dulu ya, Non, Mas," pamit Din yang diangguki keduanya.

"Cepetan makan gih. Biar cepet pulang."

"Pacaran dulu, dong," goda Deo.

"Siapa yang pacaran coba? Nggak-nggak. Kamu masih ditahap percobaan. Makan aja sana." Navasha mendorong wajah Deo agar fokus ke piring. Tidak menggodanya terus.

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang