Lima Puluh Tiga

6.7K 310 6
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Navasha Lovandrina Baskara binti Yoga Baskara dengan mas kawin tersebut, tunai."

"Bagaimana saksi, apakah sah?"

"Sah!"

Air mata Navasha mengalir begitu dirinya sudah resmi menjadi istri Deo. Navasha yang berada di kamar dan ditemani oleh Biana dan ketiga sahabatnya, menonton acara akad nikahnya lewat sambungan live dari televisi di kamarnya. Ia sudah menahan air matanya sejak melihat tangan Deo menjabat tangan ayahnya di televisi.

"Congratulation, Mrs. Nathaniel Deosan." Biana memeluk erat Navasha diikuti oleh ketiga sahabat Navasha.

"Selamat menempuh hidup baru, Sha. Semoga langgeng sampai kakek-nenek," kata Naya yang diamini oleh semua orang.

"Nak." Nina membuka pintu kamar lalu menatap wajah putri sulungnya dengan mata berkaca-kaca. Tidak menyangka telah tiba waktunya memberikan putrinya pada orang lain.

"Mama." Navasha berdiri lalu memeluk ibunya erat. Air matanya kembali jatuh.

"Selamat, ya. Sekarang kamu udah resmi jadi istrinya Deo," lirih Nina dengan suara menahan tangis. Ia melepaskan pelukannya lalu menyeka air mata yang menetes di pipi putrinya. "Jangan nangis. Ayo turun ke bawah. Suami kamu udah nunggu."

Nina mengintruksi Biana serta ketiga sahabat Navasha untuk menemani Navasha turun ke bawah, dimana acara akad nikah dilangsungkan. Keempat gadis itu dengan gesit melaksanakan tugas mereka. Biana dan Naya menuntun Navasha di kanan dan kiri, sedangkan Firza dan Wanda di belakang membantu memegang veil di kepala Navasha yang menjuntai hingga lantai.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Navasha menuruni tangga dengan jantung berdebar hebat. Pandangannya tertunduk demi menghindari salah melangkah. Namun, senyuman bahagia terlukis di wajah cantiknya.

"Tegakin kepala lo, Sha. Mata suami lo hampir lepas karena berusaha liat wajah lo," bisik Biana saat mereka sudah sampai di lantai dasar. Navasha terkekeh lalu menegakkan kepalanya. Hal pertama yang dia lihat adalah mata Deo yang terpaku padanya.

Di ruang keluarga yang disulap menjadi ruangan untuk akad nikah, Navasha disambut oleh Nina. Kemudian sang ibu yang akan menuntunnya menuju Deo yang sudah sah menjadi suaminya.

"Mama titip Navasha ya, Yo. Jaga dan bimbing dia," pesan Nina begitu memberikan tangan Navasha pada Deo.

"Pasti, Ma," jawab Deo mantap. Ia memegang lembut tangan gadis yang sudah resmi menjadi istrinya lalu membantu Navasha untuk duduk disebelahnya.

Setelah mereka berdua duduk berdampingan, mereka menandatangani surat-surat nikah serta memasangkan cincin di jari manis kanan pasangan masing-masing. Deo duluan yang memasangkan cincin di jari manis Navasha. Jantungnya berdegup kencang serta tangannya agak bergetar. Ia sampai takut cincin itu akan terlepas dari tangannya karena ia terlalu gugup.

"Rileks, Bang," bisik Navasha kecil. Deo tersenyum lalu mengangguk. Perlahan cincin yang terbuat dari emas putih itu masuk dengan lancar lalu terpasang sempurna di jari manis Navasha.

Saat giliran Navasha, ia tidak terlalu gugup seperti Deo. Navasha dengan mudah memasangkan cincin di jari manis Deo, diakhiri dengan mencium punggung tangan laki-laki yang sudah resmi menjadi imam di hidupnya.

Deo tidak dapat menahan haru ketika Navasha mencium punggung tangannya. Matanya berkaca-kaca meskipun semua orang sudah bersorak. Setelah Navasha menegakkan kepala, ia langsung menanamkan ciuman dalam di dahi Navasha. Mereka berdua tersenyum diiringi sorakan serta jepretan kamera.

"Hallo, Wife."

"Hallo, Husband."

Setelah urusan dengan penghulu serta petugas KUA selesai, dilanjutkan dengan sungkeman kepada orang tua serta mertua. Navasha pertama kali bersimpuh di hadapan ayahnya. Yoga meraup wajah putrinya lalu mencium dahi putrinya.

"Semoga kamu dan Deo menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warrahmah. Turuti semua ucapan baik dari suamimu. Jangan ikut marah ketika ia sedang marah. Jadilah air ketika dia berubah jadi api. Papa ridha dengan pernikahan kalian. Semoga kamu selalu dilimpahi kebahagiaan," lirih Yoga dengan air mata yang mengalir. Navasha yang mulai terisak di pangkuan ayahnya hanya bisa mengangguk dan mengamini.

"Makasih Papa udah jadi laki-laki terhebat nomor satu di hidup aku. Meskipun aku udah nikah, posisi Papa nggak akan pernah bergeser. Aku akan selalu jadi gadis kecil Papa." Navasha mencium pipi ayahnya yang mulai keriput lalu memeluk erat cinta pertamanya itu. Yoga menepuk lembut punggung Navasha.

Setelah Yoga, Navasha beralih pada Nina. Wanita yang melahirkannya ke dunia. Navasha menundukkan wajahnya hingga menyentuh pangkuan ibunya. Dua wanita itu menangis bersamaan.

"Berbahagialah selalu, Nak." Nina tidak dapat mengatakan apa-apa saking terharu. Ia tidak menyangka sudah melepas anak gadis satu-satunya pada orang lain. Ia merengkuh tubuh anaknya itu dalam pelukannya.

"Makasih atas semua yang Mama berikan sejak aku dikandungan. Doain aku bisa jadi istri sebaik Mama."

Nina mencium pelipis anaknya lalu mengusap lembut air mata Navasha yang sudah banjir dari tadi. "Kamu pasti bisa jadi lebih baik dari Mama."

Setelah kedua orang tuanya, Navasha sungkeman pada kedua orang tua Deo. Pesan Brata—ayah Deo— tidak jauh berbeda dari yang diucapkan oleh Yoga. Ketika giliran Uti—ibu Deo—wanita paruh baya itu segera memeluk Navasha.

"Makasih Navasha udah mau jadi istri Deo. Bunda senang sekali melihat kalian akhirnya bersatu. Doa Bunda dikabulkan oleh Allah. Bunda mohon, maafkan kesalahan Deo dan Indira. Maafkan Bunda juga yang hanya diam ketika Deo menyakiti kamu. Sekarang kamu berbahagialah dengan Deo. Bunda yakin Deo akan menebus semua air mata kamu dengan kebahagiaan sepanjang hidupnya," isak Uti. Tangannya mengusap lembut puncak kepala Navasha penuh kasih saying.

Acara sungkeman itu dipenuhi tangisan haru. Tidak hanya dari kedua pengantin dan orang tuanya, semua orang yang menyaksikan juga ikut meneteskan air mata. Momen haru itu menyentuh hati siapa saja yang hadir disana.

"Seka dulu air mata lo, Sha." Biana memberikan sekotak tissue begitu Navasha dan Deo kembali duduk di hadapan meja akad. Navasha meraih kotak itu lalu membagi isinya dengan Deo.

"Abang nangis lagi," ledek Navasha melihat mata merah Deo serta bekas air mata di pipinya.

"Lebih parah kamu," ledek Deo tidak mau kalah. Mereka berdua tertawa kecil karena saling meledek.

"Acara selanjutnya yaitu foto bersama dengan keluarga serta sahabat. Tapi sebelum itu, dipersilahkan kepada kedua pengantin untuk foto berdua terlebih dahulu." Suara Wanda yang ditunjuk sebagai master ceremonial bergema dipenjuru ruangan. Navasha dibantu Deo untuk berdiri. Di hadapan mereka, sudah siap seorang fotografer yang akan mengambil potret mereka.

Setelah foto dengan berbagai macam gaya, mereka berfoto dengan keluarga serta sahabat-sahabat mereka yang hadir. Navasha meminta pada fotografer untuk difotokan bertiga hanya dengan kedua adiknya.

"Aku foto sama para bodyguard dulu ya, Bang. Mereka pasti kangen nanti kalau aku udah nggak tinggal di rumah lagi," kata Navasha setengah bercanda.

"Kasta kita disamain sama bodyguard doang," keluh Rafa.

"Spesial tapi. Ayo, foto. Cheese!"

*tbc

Satu part lagi tamat. Kalau votenya udah lebih dari 100, langsung aku post part terakhir. Gimana? Setuju ga? Hehehe

Love,
Vand🦋

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang