Lima Puluh Dua

7K 301 1
                                    

Setelah lamaran pribadinya diterima oleh Navasha, Deo bergerak cepat dengan melakukan lamaran resmi ke keluarga Navasha sebulan kemudian. Sebelum itu, ia sudah berhasil membawa Navasha kembali pindah ke Jakarta. Awalnya Navasha menolak dengan alasan belum menemukan pengganti dirinya di klinik milik Una. Tapi, Deo sudah bersekongkol dengan Una. Una sendiri yang memaksa Navasha untuk kembali ke Jakarta dan tidak perlu memikirkan penggantinya. Akhirnya Navasha mau kembali ke Jakarta seminggu setelah acara lamaran pribadi Deo di ruang tamu rumah Una itu.

Sebelum kembali ke Jakarta, Navasha sempat menemui Mutiara dulu. Gadis itu berterima kasih sekaligus pamit pada Mutiara, serta berpesan Mutiara harus hadir saat pernikahannya dan Deo nantinya.

"Calon pengantin nggak boleh bengong." Navasha tersentak begitu merasakan tangannya disenggol oleh Biana, sepupunya. Untung saja ia tidak tercebur ke dalam kolam renang karena kaget.

"Siapa yang bengong," decak Navasha kesal. Ia paling tidak suka dikejutkan seperti itu.

"Curang ya lo mau nikah duluan." Biana duduk di samping Navasha. Ia memasukkan kakinya ke dalam kolam renang. Persis seperti yang dilakukan Navasha.

"Sorry ya, Bi, jodoh gue duluan datang," ejek Navasha. Biana merupakan sepupu terdekat Navasha. Mereka berdua seumuran, hanya berbeda beberapa bulan.

"Gue yakin gue bakal cepat nyusul. Tuhan pasti nggak akan tega liat gue dibalap sepupu sendiri," balas Biana.

"Jangan-jangan jodoh lo ada di pernikahan gue nanti. Lo harus dandan yang maksimal kalau gitu. Tapi nggak boleh lebih cantik daripada gue." Navasha mendapat jitakan gratis dari Biana di kepalanya karena ucapan ngelanturnya itu. Navasha mengaduh kecil lalu mengusap kepalanya yang dijitak. "Sakit, Bi!"

"Siapa suruh mulut asal nyeplos aja. Lagian, bisa berpaling Bang Deo ke gue kalau gue lebih cantik dari pada lo."

"Bang Deo setia sama gue. Nggak bakal berpaling sedikit pun," bangga Navasha yang dibalas cibiran oleh Biana.

"By the way, tinggal dua hari lo resmi menyandang gelar nyonya Nathaniel Deosan. Perasaan lo gimana?"

"Deg-degan, itu pasti. Tapi gue masih nggak percaya akhirnya jadi kayak gini. Gue jadi istrinya Bang Deo. Padahal lo tahu betapa hopeless-nya gue pas dapat undangan nikahan Bang Deo sama almarhumah istrinya lima tahun yang lalu."

"Menyedihkan banget emang lo di masa-masa itu. Gue harus rela begadang demi dengarin curhatan lo."

"Siapa suruh lo kuliah di New York," cibir Navasha.

"Lanjutin S2 di New York itu impian gue dari zaman purba. Harusnya lo yang menyesuaikan waktu sama gue. Lo yang mau curhat, gue yang begadang."

Navasha pernah menelpon Biana pada pukul dua siang waktu Jakarta, yang berarti itu pukul dua dini hari di New York. Biana sudah akan menyemburkan semua makiannya tapi keduluan dengan tangisan Navasha. Jadilah gadis berambut sebahu itu rela menelantarkan jam tidurnya demi sepupu tersayang. Padahal, ia sudah lelah setelah seharian berkutat dengan tugas kuliahnya.

"Perhitungan banget, sih, lo sama sepupu sendiri. Nggak dapat pahala kalau nggak ikhlas."

"Ikhlas, Sha. Ikhlas banget gue. Apapun demi sepupu tersayang gue," kata Biana dengan sedikit ngegas. Navasha tergelak kecil lalu memeluk sepupu kesayangannya itu.

"Lo janji harus bahagia sama Bang Deo. Nggak boleh nangis lagi. Cukup lo jadi Navasha yang menyedihkan selama lima tahun ini." Biana menepuk-nepuk lembut lengan Navasha yang melingkar di lehernya. "Gue selalu doain yang terbaik untuk lo dan Bang Deo."

"Thank you, Bi," lirih Navasha. "Gue jadi kangen Bang Deo."

"Gue ceburin lo ke kolam. Mau nggak?" Biana kesal karena Navasha merusak momen haru mereka. Navasha tergelak lalu menjauhkan dirinya dari Biana. Takut ancaman Biana tadi dilakukan oleh gadis itu.

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang