Emil & Biana (Side Story)

6.8K 179 17
                                    

"Bi, maaf."

Biana terisak hebat begitu kata maaf keluar dari bibir laki-laki yang ia cintai. Kata maaf itu bagaikan sebuah pisau yang menancap tajam pada hatinya.

"Aku beneran nggak nyangka semuanya bakal kayak ini. Semua yang terjadi bukan kehendak aku, Bi. Aku ... aku ...."

"Istri kamu hamil, Mas! Bagaimana bisa kamu bilang itu bukan kehendak kamu? Kamu sendiri yang bikin istri kamu hamil!" tekan Biana. Ia menunjuk-nunjuk wajah tampan laki-laki berumur tiga puluh lima tahun itu.

"Aku ... aku waktu itu bingung, Bi. Aku mau menyelesaikan pernikahanku secepatnya dengan dia dan menikahi kamu. Tapi malam itu, aku nggak tahu kenapa bisa melanggar batasku. Aku janji, Bi. Setelah anak itu lahir, aku akan menceraikan dia. Aku janji."

"Nggak. Aku nggak mau. Kamu jahat kalau sampai mengorbankan anak kamu," tolak Biana.

"Kamu mau jadi istri kedua?"

Biana menggeleng, lagi. Ia lalu melepaskan cincin di jari manisnya yang diberikan laki-laki itu beberapa bulan yang lalu sebagai bukti keseriusannya. Ia meletakkan cincin itu diatas meja. "Kita selesai. Aku nggak mau merusak kebahagian seorang anak kecil yang nggak berdosa nantinya."

"Nggak, Bi. Kamu nggak bisa memutuskan hubungan kita begitu aja." Laki-laki itu mengambil cincin tadi dan berusaha memakaikan kembali ke jari manis Biana. Biana berusaha melepaskan tangannya yang digenggam kuat oleh laki-laki itu.

"Cukup, Mas. Kita berhenti. Dari awal hubungan kita salah. Aku yang bodoh kenapa masih mau bersama kamu padahal kamu itu suami orang. Aku jahat, Mas. Menyakiti hati istri kamu. Aku nggak mau nyakitin anak kamu juga. Aku mohon, kita berhenti ya?" Biana mengelus punggung tangan laki-laku itu diiringi air matanya yang jatuh dengan deras. Berat bagi Biana untuk melepaskan laki-laki dihadapannya saat ini. Tapi harus ia lakukan. Sudah cukup ia melangkah ke arah yang salah.

"Maaf, Mas. Aku harap kamu selalu bahagia dengan keluarga kecilmu. Lupakan aku."

Biana meraih tasnya lalu berlari kecil keluar dari restoran langganannya. Ia masuk ke dalam mobil lalu menyandarkan kepalanya pada stir mobil. Dadanya terasa sesak dan penuh hingga gadis itu kesulitan bernapas.

Laki-laki itu—Alvino Pangestu—atasannya sekaligus kekasihnya. Ah ralat, saat ini Alvino sudah resmi menjadi mantan kekasihnya. Biana bertemu Alvino pertama kali saat laki-laki itu menduduki jabatan sebagai direktur di perusahaan tempat Biana bekerja. Alvino yang tampan, dewasa, dan berkarisma sudah mencuri perhatian seluruh karyawati sejak hari pertama dia bekerja, termasuk Biana. Biana tidak menyangkal. Tapi rasa itu hanya sebatas kagum karena semua orang tahu jika direktur baru mereka baru saja menikah seminggu yang lalu.

Sayangnya, rasa kagum itu tidak bisa ia pertahankan. Lama-kelamaan ia jatuh pada pesona Alvino. Hal itu karena Alvino yang mulai gigih mendekatinya dan memberi perhatian padanya. Biana tahu perasaannya salah karena jatuh cinta pada suami orang. Tapi ia tidak bisa menahannya lagi saat Alvino menyatakan perasaan padanya. Laki-laki itu mengatakan ia tidak pernah jatuh cinta pada istrinya karena mereka dijodohkan. Alvino mencintai Biana, bahkan berjanji akan menyeraikan istrinya dan menikahi Biana. Biana awalnya mati-matian menolak karena tahu ia akan menjadi duri dalam pernikahan Alvino dan istrinya. Tapi lagi-lagi, rasa cinta membuat Biana lemah dan setuju menjalin hubungan gelap bersama atasannya itu. Tidak ada satupun orang yang tahu dengan hubungan mereka. Bahkan Navasha, orang yang selalu tahu semua tentang Biana. Selama berbulan-bulan hubungan itu berjalan, hingga akhirnya harus berakhir karena Alvino harus bertanggung jawab pada anak yang dikandung istrinya.

Biana tidak ingin menjadi orang yang lebih jahat. Sangat egois jika ia merenggut kebahagiaan seorang anak yang tidak berdosa. Biana tahu betapa menyedihkannya hidup tanpa seorang ayah karena ia pun merasakannya. Ayahnya meninggal saat ia masih remaja dan itu masa-masa tersulit bagi seorang Biana.

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang