Navasha janjian bertemu dengan Mutiara pukul satu siang di salah satu restoran yang kebetulan terletak tidak jauh dari klinik tempat Navasha bekerja. Jam praktek Navasha dimulai pukul empat sore. Setelah bertemu dengan Mutiara, ia akan langsung pergi ke klinik.
"Mau kemana ,Sha, rapi banget?" tanya Una, sepupu Navasha.
"Mau ketemu teman, Mbak. Habis itu aku langsung ke klinik, nggak pulang dulu," jelas Navasha.
"Kamu mau pakai mobil aja biar gampang? Hemat ongkos juga," tawar Una yang dibalas gelengan oleh Navasha.
"Aku naik taksi online aja, Mbak. Lagi malas nyetir," tolak Navasha halus. "Aku pergi dulu ya, Mbak. Taksi online-nya udah dekat."
Navasha menyalami tangan Una bersamaan dengan ponselnya yang berbunyi. Supir taksi online yang menelponnya.
"Iya, Pak. Yang pagarnya warna hitam. Oh udah di depan. Oke, saya kesana."
***
Mutiara ternyata sudah sampai duluan. Navasha jadi tidak enak membuat teman barunya itu sudah menunggu.
"Maaf, aku telat. Kamu udah lama?" ringis Navasha merasa bersalah.
"Ah, kamu nggak telat kok. Aku aja yang kecepatan datang. Tadi takut macet. Rumahku agak jauh dari sini," kata Mutiara santai. "Pesan dulu, Sha. Maaf ya aku udah pesan duluan."
"Nggak apa, Mut. Mending kamu makan daripada bosan nungguin aku." Navasha memanggil pelayan untuk meminta buku menu. Gadis bertubuh mungil itu tertarik melihat spaghetti carbonara di buku menu.
"Saya pesan spaghetti carbonara, minumnya jus stroberi," pesan Navasha.
"Ada tambahan lain, Mbak?"
"Eum, kentang gorengnya, deh. Itu aja."
"Baik, Mbak. Dimohon tunggu sebentar."
"Makan kamu banyak juga, ya. Padahal badan kamu kecil," ledek Mutiara.
"Badan kecil gini juga butuh banyak energi."
Mutiara tergelak mendengarnya. "Oh ya, kamu mau cerita apa, Sha?"
"Kamu keberatan nggak kalau aku cerita hal yang agak pribari?"
"Nggak masalah. Aku justru senang bisa bantu kamu. Kenapa?"
Navasha diam sebentar. Agak bingung harus mulai cerita darimana. "Sebenarnya aku lagi berada di posisi kamu."
"Maksudnya?"
"Ah, maksudnya kamu yang dulu. Aku juga lagi terjebak sama masa lalu aku."
"Masa lalu?" Dahi Mutiara berkernyit mendengarnya.
"Waktu kuliah dulu, aku punya pacar. Tapi kami putus karena dia yang tiba-tiba mutusin aku lalu tiba-tiba dia menikah sama orang lain. Bertahun-tahun aku hancur dan nahan sakit karena perbuatan dia. Aku bahkan nggak bisa jatuh cinta sama orang lain karena perasaanku masih terjebak sama dia. Tapi, beberapa bulan yang lalu dia datang lagi. Datang dengan status duda dan membawa seorang anak hasil pernikahannya yang terdahulu. Dia minta kembali sama aku. Dia berjuang sekuat tenaga yang dia bisa, bahkan sampai harus menerima pukulan dari keluargaku. Nggak apa baginya asal bisa kembali bersamaku. Tapi aku nggak bisa. Bayang-bayang dia yang akan menyakiti lagi membuatku ketakutan," cerita Navasha. Mutiara mendengarkan dengan seksama.
"Dia bilang alasan kenapa dia lakuin hal itu dulu ke kamu?"
Navasha mengangguk. "Dia nikahin mendiang istrinya karena dia mau nolong mendiang istrinya yang kebetulan sahabat lamanya. Mendiang istrinya itu hamil diluar nikah tapi pacarnya nggak mau tanggung jawab. Akhirnya dia dimintai tolong agar mau menikah dengan sahabatnya itu agar bayi yang dikandungnya tidak digugurkan karena tidak memiliki ayah. Tapi dia bersumpah nggak pernah cinta sama mendiang istrinya. Dia nikahin mendiang istrinya murni hanya untuk membantu dan demi keselematan si jabang bayi, bukan membina rumah tangga yang harmonis. Dia bilang selama ini cuma aku yang dia cinta, bahkan sampai mendiang istrinya itu meninggal karena harus melahirkan anak mereka secara prematur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatum
RomanceFatum (n.) The development of events beyond a person's control. Perpisahan dengan Deo meninggalkan luka besar di hati Navasha. Bertahun-tahun Navasha hidup dalam luka. Navasha pikir lukanya akan sembuh seiring berjalannya waktu. Sayangnya ia salah. ...