Navasha menghembuskan napasnya berat. Ia merasa begitu lelah setelah seharian bekerja. Sangat jarang Navasha merasakan hal seperti ini meskipun ia berkutat seharian dengan pasien. Ia tidak tahu ada apa dengan hari ini, kenapa terasa berbeda. Apalagi tadi sore ia mendengar suara seseorang dari masa lalunya. Harinya makin terasa berat.
"Sha." Panggilan Nina memecah lamunan Navasha. Kepala gadis itu bergerak ke arah ibunya. Nina, wanita itu berdiri di ambang pintu.
"Kenapa, Ma?"
"Kamu kenapa? Wajahnya suntuk banget." Nina berjalan mendekat ke arah anak sulungnya. Ikut duduk ditepi kasur, lalu mengusap kepala Navasha dengan sayang.
"Capek aja. Kan habis kerja seharian," kilah Navasha. Tapi Nina tahu, anaknya sedang berbohong. Tidak ada yang bisa mengalahkan feeling seorang ibu.
"Biasanya kamu juga kerja. Nggak pernah wajahnya kayak gini. Cerita sama Mama sini."
"Nggak papa kok, Ma. Beneran." Navasha merapatkan tubuhnya pada Nina, lalu memeluk tubuh ibunya dari samping. Nina mengelus kepala Navasha, lagi. Ia tahu, anak sulungnya ini tidak bisa dipaksa untuk bercerita. Navasha akan bercerita dengan sendirinya jika mau.
"Nanti malam kamu ada acara?"
Navasha menatap ibunya lamat. Tumben sekali ibunya bertanya seperti. "Kenapa emang, Ma?"
"Jawab dulu pertanyaan Mama, atuh. Malam ini kamu ada acara, nggak?"
"Nggak ada, kok. Kenapa, Ma?" desak Navasha. Ia begitu penasaran. Apalagi wajah ibunya seperti sedang menyimpan sesuatu.
"Malam ini bakal ada yang datang," jawab Nina singkat. Navasha mengerutkan keningnya heran. Lalu apa hubungannya dengan dirinya kalau begitu?
"Urusannya sama aku apa, Ma?"
"Orang itu ... mau ketemu sama kamu. Pokoknya nanti malam kamu siap-siap, ya. Pakai baju yang sopan sama dandan jangan lupa. Mereka datang pas jam makan malam," kata Nina. Lalu ia mengusap lembut puncak kepala anak gadisnya. Tatapan Nina terlihat berbeda. Navasha bisa merasakannya.
"Siapa emangnya, Ma?" Navasha tiba-tiba merasakan perasaannya tidak enak. Ada sesuatu yang tidak nyaman menelusup ke dalam hatinya.
"Nanti juga bakal ketemu. Mama keluar dulu, ya." Setelah itu Nina beranjak pergi, meninggalkan rasa penasaran dan tidak nyaman yang begitu besar di hati Navasha. Entah kenapa, Navasha begitu takut untuk menghadapi nanti malam.
***
Setelah selesai salat maghrib, Navasha mulai bersiap-siap seperti apa yang diinstruksikan ibunya. Navasha memilih menggunakan dress sepanjang lutut berwarna dongker. Lalu, gadis itu merias sedikit wajahnya. Rambut panjangnya yang berwarna coklat gelap digerai dengan mengikalkan bagian bawahnya. Navasha tidak perlu riasan yang terlalu ribet dan berlebihan. Toh, acara malam ini di rumahnya sendiri.
"Cantiknya, Kakakku." Andre muncul dibalik pintu seraya melipat kedua tangannya di dada. Ia mengulum senyum kecil untuk kakak satu-satunya itu.
"Jangan ngeledek, deh," cemberut Navasha. Andre melangkah mendekati sang kakak.
"Liat cewek di cermin itu. Cantik kan?" Andre memegang bahu Navasha, lalu menunjuk pantulan Navasha yang ada di cermin. "Tapi jomblo."
Refleks Navasha memukul keras lengan adiknya yang berotot itu. Kendati Andre yang harusnya merasakan sakit, malah gadis itu yang merasakan panas di tangannya. Ugh, otot keras sialan!
"Nggak usah muji kalau ujung-ujungnya bakal ngeledek," kesal Navasha. Andre hanya tertawa. Lalu tiba-tiba memeluk kakaknya dari belakang. Lengannya melingkar di leher Navasha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatum
RomanceFatum (n.) The development of events beyond a person's control. Perpisahan dengan Deo meninggalkan luka besar di hati Navasha. Bertahun-tahun Navasha hidup dalam luka. Navasha pikir lukanya akan sembuh seiring berjalannya waktu. Sayangnya ia salah. ...