Tiga Puluh Sembilan

5.9K 241 15
                                    

Follow ig vandesca16

Navasha melepaskan pelukan Deo dengan paksa. Mata coklatnya meneliti wajah tampan yang sedang tersenyum lega itu.

"Tapi bukan berarti aku nerima kamu," kata Navasha kemudian yang membuat Deo melotot kaget.

"Ma ... maksud kamu gimana?"

"Aku nggak sama Emil bukan berarti aku sama kamu. Aku belum memutuskan," jelas Navasha.

"Tapi Sha–"

"Yo, nerima kamu lagi di hidupku nggak semudah kamu tiba-tiba muncul setelah bertahun-tahun menghilang. Kamu harusnya mengerti posisiku. Ditinggalkan tanpa alasan lalu kamu tiba-tiba muncul ingin kembali. Hatiku bukan barang nggak berharga yang setelah dibuang lalu dipungut kembali," kata Navasha tersendat. Tiba-tiba gadis itu merasakan seperti ada batu besar di tenggorokannya. Membuat gadis itu kesulitan berbicara dengan lancar.

"Tapi aku cinta kamu, Sha. Dari dulu sampai sekarang. Nggak pernah berubah." Navasha terperangah mendengarnya. Apa gadis itu tidak salah dengar? Deo selalu mencintainya bahkan saat dia menikah dengan orang lain?

"Cinta pun nggak bikin kamu bisa tinggal sama aku kan? Kamu tetap pergi sama Mbak Indira." Navasha tersenyum pedih. Matanya mulai berkaca-kaca menahan sesak yang mulai hinggap di dadanya.

"Jangan nangis, please." Deo menangkup wajah mungil itu dengan kedua tangan besarnya. Ia mengusap pelan pipi chubby milik Navasha. "Sepertinya saat ini aku harus menjelaskan semuanya."

"Menjelaskan apa?" bisik Navasha.

"Alasan aku pergi dan memilih Indira. Kamu mau mendengarnya?"

Navasha terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi, gadis itu memang sangat ingin tahu apa alasan Deo melakukan semua hal jahat itu padanya. Navasha merasa butuh penjelasan dari laki-laki itu atas perbuatannya beberapa tahun yang lalu. Tapi di sisi lain, Navasha juga takut untuk mendengarnya. Bagaimana jika penjelasan yang diberikan Deo hanya makin menyakitinya?

"Alasan?"

"Iya. Aku tahu selama ini kamu pasti bertanya-tanya apa yang udah terjadi sampai aku tega ninggalin kamu. Selama ini aku memang menghindari siapapun untuk tahu apa alasan aku melakukan semua ini. Tidak masalah bagiku semua orang memandangku sebagai orang jahat. Tapi melihatmu saat ini, aku ingin membaginya agar kamu bisa mengerti, walaupun sedikit."

"Jadi aku orang pertama yang akan tahu alasanmu menikahi Mbak Indira?" Deo mengangguk mantap. Melihat keseriusan Deo membuat Navasha ingin mendengar alasannya. Setidaknya benang yang kusut akan kembali rapi setelah ini.

"Jelaskanlah," putus Navasha. Deo mengangguk samar. Ia merapikan posisi duduknya lalu memegang kedua tangan Navasha erat.

"Jangan potong saat aku bercerita, oke?" Navasha mengangguk. Deo terlihat mengambil napas sebentar sebelum mulai berbicara. "Aku menikahi Indira karena terpaksa."

Malam itu Deo hendak pulang setelah hampir seharian sibuk di kantor. Banyak deadline yang harus ia kerjakan dan dikumpul pada kepala divisinya lusa. Meskipun Deo merupakan anak pemilik perusahaan penerbit tempat ia bekerja, Deo tetap memulainya dari bawah demi membuktikan diri bahwa ia bisa menjadi pemimpin perusahaan karena kerja kerasnya, bukan hanya karena garis keturunan.

Saat Deo hendak memasukkan ponselnya ke saku kemejanya, tiba-tiba benda pipih itu berdering. Deo pikir itu panggilan dari Navasha, kekasihnya. Tapi ternyata bukan. Nama Indira tertera di layarnya.

"Halo, Ra," sapa Deo.

"Deo ...." Suara Indira diseberang sana terdengar bergetar dengan isakan. Deo mengernyit bingung. Ada apa dengan Indira?

FatumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang