Follow ig vandesca16✨
Navasha dan Emil sudah menyantap habis semua menu yang disediakan. Mereka berdua benar-benar klop kalau urusan makan.
"Enak banget di sini. Angin sepoi-sepoi. Suasananya nggak gaduh. Makanannya enak lagi," kata Navasha. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru. Melihat pengunjung lainnya yang juga menikmati suasana rooftop.
"Makanan aja lo nomor satu," ledek Emil yang disambut cibiran oleh Navasha.
"Biarin aja."
"Umur lo udah tua tapi kelakuan masih aja kayak anak kecil. Persis keponakan gue yang masih SD."
"Udah biasa gue dikatain kayak anak kecil. Emang gue baby face banget."
Emil berseru tidak setuju. "Babi face, kali."
"Udah kenyang, nih. Pulang yuk," ajak Navasha karena mereka tidak mempunyai rencana selanjutnya.
"Udah kenyang malah mau pulang. Ntar dulu lah. Nikmati suasana dulu sambil ngobrol-ngobrol," larang Emil. Perasaan Navasha mendadak tidak enak jika sudah begini.
"Laki kok hobinya ngobrol," cibir Navasha.
"Manusiawi kali. Tandanya gue makhluk sosial yang mau berinteraksi," balas Emil. "Sha, kalau gue tiba-tiba lamar lo disini gimana? Suasananya mendukung, nih. Romantis."
Navasha mendadak kaku mendengar perkataan Emil. Jelas Navasha tidak siap dilamar saat ini oleh laki-laki itu. Ia tidak punya jawaban yang tepat.
"Be ... becanda lo nggak lucu," kata Navasha gugup. Jantungnya berdegup sangat kencang sampai Navasha takut Emil bisa mendengarnya.
Bukan. Ini bukan pertanda Navasha suka ataupun menantikan momen ini. Navasha tidak merasakan gugup karena menantikan momen seperti ini. Tapi gadis itu takut. Ketika Emil mengatakan ingin berkomitmen padanya sedangkan ia sendiri tidak tahu di mana hatinya saat ini. Masih terombang-ambing meskipun Navasha sudah melakukan banyak cara. Navasha tidak ingin menyakiti Emil jika laki-laki itu memintanya untuk menjadi pasangan laki-laki itu saat ini.
"Serius banget sih, Sha. Sampai pucat gitu. Gue kan nanya doang." Emil tergelak seolah menertawakan Navasha yang wajahnya sudah sangat ketakutan. Tapi, sesungguhnya Emil menertawai dirinya sendiri.
"Jangan semuanya lo jadiin bahan candaan." Navasha memukul tangan Emil yang terletak di atas meja. Emil terkejut ketika merasakan tangan Navasha yang dingin ketika kulit mereka bersentuhan. Setakut itukah gadis itu dengan pertanyaan Emil tadi?
"Maaf," sesal Emil. Navasha tidak membalas. Gadis itu melemparkan pandangannya ke arah lain. Sedang mengontrol dirinya untuk kembali tenang.
Sedangkan Emil, laki-laki itu tersenyum pedih seraya memperhatikan wajah Navasha. Ia sudah menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mengejar Navasha. Mengabaikan gadis-gadis lain di luar sana dan hanya menatap Navasha. Bahkan ketika ia akan dijodohkan oleh kedua orang tuanya, Emil masih tetap menginginkan Navasha. Emil tidak tahu lagi harus dengan cara apa ia menggapai hati Navasha yang pernah tersakiti itu. Atau lebih tepatnya, masih tersakiti tanpa tahu kapan waktunya untuk sembuh.
"Sha, gue sayang sama lo. Gue cinta sama lo."
"Mil?"
"Gue cuma mau bilang aja. Meskipun lo udah bosan dengarnya karena gue sering bilang. Tapi gue mau lo tahu seberapa kuat perasaan gue untuk lo." Emil tersenyum manis. Menimbulkan perasaan bersalah di hati Navasha karena tidak—belum—bisa membuka hatinya untuk laki-laki yang menyayangi dan mencintainya dengan tulus seperti Emil.
"Gue ketemu Deo tadi pagi." Emil kembali membuka suara karena Navasha hanya diam. Gadis itu bahkan menunduk, tidak mau menatapnya.
"Di mana?" Kepala Navasha terangkat begitu mendengar nama Deo. Emil tersenyum kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatum
RomanceFatum (n.) The development of events beyond a person's control. Perpisahan dengan Deo meninggalkan luka besar di hati Navasha. Bertahun-tahun Navasha hidup dalam luka. Navasha pikir lukanya akan sembuh seiring berjalannya waktu. Sayangnya ia salah. ...