SoonHoon : White Rose

1.5K 173 38
                                    

SoonHoon

White Rose

One Shot









"Kau dimana Soon?"

Nada bergetar dari ujung telepon membuat dahi menukik tajam penasaran, mereka memang selalu berbalas chat, namun jarang sekali sang kakak menelpon, terlebih itu dijam 11 malam lewat.

"hmm? Aku sudah izin omma tadi pagi, malam ini akan menginap dirumah Mingyu. Sudah setahun kami tidak bertemu dan berhubung sedang cuti----"

Kalimat panjang pemuda surai legam di balkon rumah sobat Kim terputus, ada raut cemas berlebih saat mendengar sesenggukan dari sang kakak.

"N-noona?"

"Soon-ahh, cepat pulang-- ayah kecelakaan dan beliau sudah tiada"

Setelahnya hanya terdengar tangis pecah dari sang lawan bicara. Kwon Soonyoung, yang mendapat kabar duka barusan mendadak beku, kalut dan bingung. Ponsel di genggaman nyaris terjatuh dari lantai dua kalau saja Kim Mingyu, sobat yang ia jadikan alasan tidak segera menariknya duduk di bangku kayu balkon kamar si pemuda.

"H-hyung! Omma baru saja memberi kabar... Tentang ayahmu--"

"Mingyu-ah, tolong antarkan aku ke rumah sakit--"

Mengangguk sekali, pemuda Tan di samping menatap khawatir sobatnya yang nampak linglung. Tragis sungguh, senior Kwon jarang pulang ke kampung halaman, karena kinerja kantor yang baik membuatnya dipindah kerjakan pada kantor pusat di Seoul. Baru dua hari lalu Senior Kwon pulang karena cuti, namun siapa sangka ia malah harus mendapat kabar buruk.

"Turun bersama Seungcheol-hyung, aku akan memanaskan mobil di bawah"

Mengangguk patah-patah, tanpa sadar air mata menetes deras. Seungchol di sisi kanan meringis nyeri hati, tak tega melihat sobat sendari bocah ya ditinggal pergi, mereka kenal paman Kwon dan ia paham Soonyoung amat sangat terpukul.

.

Pusara berbatu marmer hitam pada ujung bukit menjadi tempat peristirahatan terakhir sang kepala kelurga Kwon. Soonyoung menolak menyimpan abu sang ayah di kolumbarium, seakan pertanda, berbulan-bulan lalu sang mendiang ayah pernah berpesan ingin membangun rumah di salah satu bukit asri daerah Namyangju. Soonyoung pikir itu hanya guyon atau kode ingin nantinya sang putra membangun villa jika sukses nanti, nyatanya itu berartikan hal lain.

"Appa, lihat-- dari sini setiap malam kau bisa memandang bintang lebih jelas..."

Manik sembab Kwon menatap sendu pada hamparan luas langit senja dengan kalimat pilu. Ayahnya sangat senang dengan gugusan rasi zodiak, bahkan nama lain dirinya berartikan 'bintang' dalam bahasa Jepang.

"Ah, maaf aku harus kembali ke rumah, omma masih belum sadarkan diri karenamu, kau tega sekali hehe"

Bukan ia tak sopan, hanya saja begitulah  kebiasaan mereka, saling melempar canda tak ingat status susunan pohon keluarga.

Melangkah mundur dan bersiap pergi, ujung mata sang pemuda menatap sekilas pada nisan berlumut di sisi kanan persis milik ayahnya. Dari tahun ia dimakamkan, sepertinya batu hitam itu sudah lama tidak dirawat. Nampak kotor dan berantakan jika di bandingkan para tetangga.

Mencoba membaca nama, Soonyoung tertarik dengan tanggal sang pemilik nisan di kebumikan.

"Lee Seokmin? Tanggalnya sama dengan ulang tahunku yang ke 15"

.

Long weekend bagi para perantau merupakan waktu berharga mahal. Tak ingin menyiapkan waktu, sore di kamis bulan februari Kwon segera memesan tiket kereta pulang kampung yang berangkat di jam 10 malam.

My ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang