Flashback-16

6 0 0
                                        

"Guru, kumohon. Izinkan aku untuk ikut ke hutan." Aravan melirik ke arah Liao. Ia tersenyum dengan lembut, lalu mengusap kepala Liao dengan pelan.

"Tapi di sana berbahaya, Liao. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu, nak." Jelas Aravan, namun sepertinya tidak berpengaruh pada Liao. Gadis itu tetap terlihat sangat ingin ikut.

"Apa alasanmu sangat ingin ikut?" Liao menghela nafas panjang. Ia menundukkan kepalanya.

"Firasatku. Aku merasakan hal buruk saat mendengar guru akan pergi. Aku hanya takut, akan terjadi sesuatu pada guru." Aravan tersenyum. Ia benar-benar tidak menyangka, jika Liao begitu mengkhawatirkannya. Aravan tahu, apa yang menyebabkan Liao khawatir, karena ia pun merasa demikian.

"Kau sungguh-sungguh ingin ikut?" Liao mengangkat kepalanya, lalu mengangguk kuat.

"Ya. Aku harus ikut untuk mengetahui alasan dari firasat burukku ini." Aravan kini menghela nafas panjang. Mau tidak mau, akhirnya ia mengangguk. Mengizinkan Liao pergi bersama dirinya, meski sebenarnya tidak ingin.

"Jangan jauh dariku. Mengerti?" Liao mengangguk patuh.

Keduanya segera bersiap. Meski Aravu menatap keduanya, terutama Liao dengan bingung. Namun memilih untuk diam saja, dan meneruskan pekerjaannya.

"Vu, jaga rumah baik-baik. Aku dan Liao akan pergi." Aravu menatap kakaknya untuk beberapa saat sebelum mengangguk. Ia belum mengerjakan lagi pekerjaannya saat Aravan dan Liao berjalan semakin menjauh dari rumah.

"Semoga, kalian baik-baik saja." Gumam Aravu.

Keduanya segera berjalan ke arah bukit. Mereka, bersama Herlix, akan masuk ke dalam hutan di sana agar lebih cepat sampai ke desa lain. Ada beberapa obat yang harus Aravan beli, serta di sana, ada pertarungan yang memang diadakan beberapa bulan sekali. Ia akan mengikutsertakan kedua muridnya. Meski sebenarnya, Aravan tidak berniat mengajak Liao serta.

Ia memiliki firasat buruk akan hal itu. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang. Apapun yang terjadi nanti, Aravan yakin bisa menanganinya.

Sampai di depan hutan, Herlix belum terlihat. Hal aneh, karena Herlix selalu tepat waktu. Apalagi, hari ini ia akan ikut lomba di desa sebelah. Aravan menghela nafas panjang. Ia menoleh ke arah Liao yang sepertinya juga tengah mencari seseorang.

"Tampaknya, Herlix akan terlambat." Kepala Liao langsung tertoleh pada Aravan. Dahinya menyerngit tipis.

"Terlambat? Lalu..., bagaimana dengan pertandingannya? Aku benar-benar ingin melihatnya bertarung." Aravan tersenyum. Ia juga memikirkan tentang pertarungan itu. Akan sangat menyayangkan jika terlambat datang. Namun, Herlix belum terlihat.

"Jadi..., bagaimana menurutmu, Liao? Harus bagaimana kita?" Dahi Liao semakin mengerut.

"Kenapa guru bertanya padaku? Mmm..., tapi, bagaimana kalau kita pergi duluan? Siapa tahu, dia akan menyusul. Aku sangat ingin menonton acara pertandingan itu." Aravan menghela nafas panjang. Ucapan Liao ada benarnya. Mereka takkan mungkin terus menunggu. Bisa jadi, mereka melewatkan acara itu. Setidaknya, mereka menjadi penonton untuk mempelajari gerakkan para peserta.

"Baiklah. Semoga, Herlix cepat menyusul." Liao mengangguk dengan senyuman. Keduanya kembali berjalan memasuki hutan. Tidak ada percakapan, karena Liao yang sibuk memperhatikan sekitar, dan Aravan yang sibuk memikirkan Herlix. Ia merasa aneh dengan keterlambatan Herlix. Sangat tidak biasa.

Karena biasanya, Herlix paling bersemangat jika mengenai pertandingan ini. Tidak pernah sekalipun terlambat. Ia semakin memiliki firasat buruk.

Juli 16, 2019 / Selasa

Maaf untuk kesekian kalinya karena lama up. Ide gak bisa dipaksakan. Mau up yang satunya..., takut spoiler buat yang ini. Belum ada ide juga deng.

Jangan lupa vote dan komennya ya ^^ ♡

With love,

Fialesflo

Sword [THE END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang