Tiga Puluh Satu

23 3 7
                                    

Raja Gio menampilkan seringaiannya ketika berhasil melukai lengan kiri Zean. Ia tentunya masih ingat, apa yang dijanjikan pria muda padanya, jika berhasil membawa kepala pangeran ini. Dan tentu saja, mengetahui semua orang menginginkannya, ia pun menginginkan hal yang sama.

"Sssh...sebenarnya, apa yang Anda inginkan? Saya yakin, bukan karena kematian Putri Serin, Anda menyerang kami." Raja Gio tertawa, membuat perutnya yang buncit itu bergetar karena tawanya.

"Hahahaha...tidak kusangka kau akan tahu alasanku," Raja Gio menegakkan tubuhnya. Memandang remeh Pangeran yang ada di depannya itu. "Putriku. Aku tidak masalah jika dia mati sekalipun. Namun alasanku adalah ingin menghancurkan Elcar, juga menginginkan wanita-mu." Zean menatap Raja Gio dengan dahi mengerut, sebelum akhirnya, kedua matanya itu terbelalak.

Yang pastinya bukan Rean, karena Raja ini akan mengatakan adiknya. Dan hanya ada satu orang yang menjadi wanitanya. Itu adalah...

"Takkan kubiarkan siapapun menyentuh milikku!!" Raja Gio kembali tertawa. Meski sakit, namun Zean mulai mengeluarkan pedangnya yang lain. Membuang pedang biasa yang tadi ia pakai dan menggantinya dengan pedang berukiran matahari.

"Anak kecil, berikan saja dia maka aku akan mengampunimu." Tatapan mata Zean menajam. Pegangan pada pedangnya itu semakin mengerat. Baginya, tidak ada siapapun yang berhak mengambil miliknya tidak akan pernah ada yang berhak.

Liao hanya milikku. Dia akan hanya menjadi milikku. Batin Zean.

Menghela nafas panjang, memejamkan matanya sebentar, Zean membuka matanya, dan menatap dengan begitu tajam ke arah Raja Gio. Ia tidak peduli, jika nanti bisa membuat dua Kerajaan berperang. Yang terpenting saat ini, menghabisi orang yang akan merebut miliknya.

"Kenapa kucing manis? Apakah kau mulai marah?" Zean tidak berkata apapun. Kini, jika dibandingkan dengan tadi, ia menjadi lebih tenang. Meski tatapannya, kini lebih tajam dari sebelumnya.

"Ah, atau kau ingin menyerah saja? Berikan saja wanitamu itu segera." Ujar Raja Gio masih dengan nada congkaknya.

"Tidak. Tidak akan ada siapapun yang bisa mengambil Liao dariku." Zean langsung mengayunkan pedang berukiran matahari itu ke arah Raja Gio. Gerakannya begitu tenang, namun berhasil membuat Raja Gio kewalahan.

Berkali-kali pedang itu terayun, beberapa kali juga Raja Gio mendapati luka dibagian tubuhnya. Bukan hanya sayatan kecil, karena kini tubuhnya sudah dipenuhi oleh luka dan noda darah.

"Dia milikku, hanya akan menjadi milikku." Zean kembali mengayunkan pedangnya itu ke arah Raja Gio, namun segera ada yang menahan pedangnya itu. Bukan Raja Gio, karena tangan Raja itu sudah benar-benar terluka. Bahkan pedang Raja Gio pun sudah terjatuh entah ke mana.

"Kau harusnya bagianku, Raja Gio." Zean lagi-lagi dibuat terkejut dengan kehadiran Rean. Perempuan itu dalam keadaan mengerikan. Meski Rean tidak terlihat mendapati luka, namun tubuh perempuan itu penuh dengan cipratan darah.

"Rean, kau tidak seharusnya berada di sini." Rean melirik ke arah Zean.

"Cari saja Liao. Ia dalam bahaya." Menghela nafas panjang, Zean bergerak menjauhi Rean dan Raja Gio untuk mencari Liao. Nanti jika semua ini cepat berakhir, ia akan bertanya banyak hal pada Rean. Adiknya itu benar-benar berubah sejak kembali. Namun, saat inilah yang paling berubah. Adiknya itu terlihat seperti pembunuh bayaran.

Entahlah, Zean benar-benar merasa demikian. Apalagi ketika ia ingat jika Rean berkata, perempuan itu sendiri yang membantai habis keluarga Rofulus.

Saat ini, Rean sendiri kembali menampilkan seringaiannya. Masih teringat dengan jelas, bagaimana raut ketakutan Serin, Putri Raja Gio ketika ia menghampiri perempuan itu. Sejak dulu, ia memang tidak menyukai Putri itu.

Sword [THE END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang