Empat

58 14 2
                                    

"Lihatlah, kau beruntung ke sini tepat waktu." Liao hanya tersenyum tipis. Matanya yang tajam memperhatikan para prajurit yang kini tengah berlatih, di bawah arahan seorang pria. Yang Liao yakini adalah pemimpin di kelompok itu. Yakni Jendral.

Tanpa mengalihkan matanya, tangan Liao perlahan bergerak menyentuh salah satu pedang yang tersampir di pinggangnya. Diambil pedang dengan ukiran bunga mawar biru dibagian genggamannya itu dengan perlahan pula.

"Dan aku tidak sabar untuk memulai." Rean menoleh ke arah Liao lalu ke arah Rosé. Pedang yang memiliki ukiran bunga mawar di setiap sisinya itu adalah pedang Liao pertama yang ia tahu. Sayangnya, Rean bukanlah seorang ahli pedang, sehingga ia tidak tahu kelebihan apa yang membuat Liao begitu menyukai Rosé.

Bahkan Rean tidak mengerti kenapa Liao memberikan nama pada pedangnya itu.

Tanpa sepatah katapun untuk pamit, Liao segera berjalan mendekati para prajurit kerajaan itu. Hal yang membuat para dayang dan pengawal Rean membelakkan matanya.

Mereka memang tidak tahu apa yang direncanakan perempuan yang menjad 'teman' Rean itu. Mengingat jarak mereka yang jauh, sehingga mereka begitu sulit hanya untuk mencuri dengar obrolan kedua orang itu.

Salah satu dayang yang bernama Levia mulai memberanikan diri untuk mendekati nonanya. Lagipula, Rean hanya melarang mereka mendekat jika tengah bersama Liao saja. Jadi, Levia yakin jika apa yang ia lakukan kini tidaklah salah.

Langkah Levia diikuti oleh yang lainnya. Mereka mengikuti dayang yang telah merawat Rean sejak kecil itu dengan cemas. Takut-takut jika Rean akan marah kepada mereka.

"Nona mmm...maaf, jika saya boleh tahu...apa yang akan teman nona lakukan di sana?" Rean langsung menoleh ke arah Levia dengan gerakan cepat. Sontak saja, hal itu membuat Levia beserta orang-orang di belakangnya itu menundukkan kepala, takut jika Rean benar-benar marah.

"Ma,"
"Lihat saja nanti, temanku itu tidak bisa berdiam diri." Ujarnya dengan nada ramah. Diam-diam, Levia menghembuskan nafas lega. Setidaknya, Rean tidak memarahinya.

Di lain sisi, kedatangan Liao ke tengah lapangan membuat para prajurit menghentikan kegiatan berlatih pedangnya langsung. Pandangan dengan dahi menyerngit kebanyakan Liao dapat dari para pria yang ada di tempat itu.

"Wah-wah-wah. Ada apa nona manis ini datang ke sini? Apakah Anda tersesat?" Seorang pria berumur sekitar 50 tahunan itu menampilkan senyum merendahkan di balik kumisnya yang cukup tebal.

Pria itu bernama Wern. Berjabat sebagai salah satu jendral di Kerajaan Elcar, membuat dirinya terlihat angkuh terutama karena badannya yang besar layaknya raksasa dibanding manusia normal lainnya.

"Aku tidak tersesat, dan aku ingin berlatih pedang di sini." Beberapa orang langsung tertawa begitu mendengar jawaban yang Liao berikan. Terutama Wern. Bahkan bahu pria itu berguncang kuat ketika tawanya meledak.

"Hahahaha...lelucon yang bagus. Tapi...ini hanyalah tempat untuk pria, Anda salah jika ingin bermain pedang," Wern menyeringai begitu ia selesai mengamati setiap inci tubuh Liao.

"Anda seharusnya berdandan atau...melayaniku. Akan kubayar berapapun untukmu." Liao menaikkan sebelah alisnya. Inilah salah satu alasan kenapa ia selalu memakai pakaian pria dibanding pakaian yang seharusnya. Bukan kali ini ia diperlakukan seperti ini, sehingga dengan berpakaian pria, ia akan aman dari pria busuk seperti yang di hadapannya ini.

"Aku tidak membutuhkan uangmu, bahkan tidak sudi melayanimu. Karena aku seorang perempuan, kau jangan meremehkanku, Tuan." Wern kembali tergelak. Kesungguhan perempuan di hadapannya sedikit membuatnya terkejut, karena baru kali ini ada seseorang yang tidak gentar saat menatap dirinya.

"Baiklah-baiklah, tapi Anda harus melawan kami terlebih dahulu. Jika menang, Anda boleh berlatih pedang. Tapi," Wern kembali menyeringai, membuat Liao yakin jika pria di depannya ini begitu licik.

"Jika Anda kalah, maka Anda harus melayani kami semua!" Dan kali ini, ucapannya dikeraskan. Membuat beberapa prajurit bersorak riang. Mereka yakin, jika tidak ada seorangpun pria yang menolak tawaran untuk dilayani oleh perempuan secantik Liao. Tidak akan ada.

"Baiklah. Kalau begitu aku bisa mulai, bukan?" Wern mengangguk tanpa menghilangkan senyum menjijikannya itu. Ia berjalan ke arah para prajurit berkumpul, lalu beberapa saat kemudian seorang pria yang hampir seusia Wern berjalan mendekati Liao.

Ia adalah lawan pertamanya.

Sama seperti halnya Wern, pria ini menatap Liao dengan tatapan yang begitu menjijikan. Seolah Liao adalah makanan yang bisa disantapnya kapan saja. Namun Liao tidak takut. Justru ia senang akan hal ini, karena dengan begitu lawannya ini akan menjadi lengah hanya karena ia perempuan.

"Aku akan memulainya duluan." Ujar pria itu. Dengan segera, ia melayangkan pedangnya ke arah Liao. Gerakannya yang tidak stabil membuat Liao mendapatkan celah untuk mengalahkan lawannya ini dalam sekali hentakan. Tanpa berfikir panjang, Liao memukulkan pedang yang masih terbungkus besi itu ke pinggang dan pedang lawannya, dalam jeda waktu yang begitu singkat.

Meski tidak melukai, namun mampu membuat lawannya kesakitan. Jangan salah, meski Liao tidak memakai pedangnya langsung, namun wadah pedangnya itu cukup keras. Setidaknya mampu membuat orang yang terkena pukulan merasa kesakitan. Dan orang yang sering terkena pukulan pedangnya adalah Rean. Ya, Putri kerajaan Elcar itu cukup sering merasakan wadah dari pedangnya Liao. Dulu saat Rean masih berada di wilayah Liao.

"Sshh...kuharap ia tidak bergerak untuk melawan Liao lagi." Gumam Rean dari lorong istana. Ia masih ingat betul bagaimana rasanya terkena pukulan itu. Memang, jika ia bercerita pada Raja Xen, maka Liao akan langsung dimasukkan ke dalam penjara. Secara, Liao telah melukai anggota kerajaan. Namun, Rean tidak akan pernah melakukannya. Pukulan yang saat itu sering Liao lakukan karena kesalahannya sendiri.

Salah satunya saat ia hampir akan memakan racun terkuat.

"Argh..." geraman kesakitan langsung mengalihkan pandangan semua orang yang ada di sana. Tak terkecuali Raja dan Ratu yang entah sejak kapan menonton pertarungan ini.

"Aku...berhenti." ujar pria itu, meninggalkan Liao yang tersenyum miring ketika pria itu dibantu beberapa prajurit untuk menepi. Liao sangat yakin, jika nantinya di tubuh pria itu akan tercetak jelas warna biru akibat memar.

"Selanjutnya, giliran saya." Liao terdiam beberapa saat untuk memperhatikan pria di depannya. Ia masih muda, namun tubuhnya terlihat begitu gagah, tatapan matanya begitu tajam seperti elang, kulit tubuhnya yang pucat membuat dirinya terlihat begitu mencolok diantara para prajurit yang lain, begitupun bibirnya yang berwarna merah jambu itu. Tampan, namun bukan itu yang menjadi penilaian Liao. Melainkan kemampuan lawannya ini.

Untuk petarung bayangan seperti Liao, bertarung secara terang-terangan di siang hari cukup menyusahkan. Karena Liao tidak bisa bermain sesuka hati diantara gelapnya malam karena cahaya matahari akan menunjukkan di mana keberadaannya. Sekalipun ini adalah Elcar, di mana kabut selalu menghiasi. Namun tetap saja, dirinya terlihat jelas oleh lawan.

"Baiklah. Seperti tadi, aku ingin Anda yang memulai." Pria itu mengangguk mantap, dan dengan segera mengayunkan pedangnya ke arah Liao. Gerakan serta tatapannya yang begitu tegas, membuat Liao mengambil langkah untuk menahan pedang yang mengarah ke bahu kanannya.

Sebenarnya Liao takkan kalah hanya dengan bahunya yang terluka. Namun, sesuatu memaksa dirinya untuk tetap dalam keadaan baik-baik saja, tanpa lecet sedikitpun.

Dorongan kuat terus diterima oleh Liao, namun itu tidak berlangsung lama. Segera saja Liao mendorong balik pedang itu, begitu pedangnya telah sedikit menjauh, Liao langsung mengayunkan pedang yang masih terbungkus itu ke arah kaki kanan lawan. Mengayunkannya dengan keras mengingat kaki itulah yang digunakan menjadi tumpuan sepenuhnya.

Dan tentu saja, lawannya langsung terjatuh dan mengerang kesakitan. Kali ini, Liao sedikit memakai tenaganya. Sehingga bisa dipastikan jika kaki pria itu setidaknya akan retak atau patah.

Bandung, 8 Desember 2018

Maaf kalau adegan fight-nya kurang. Ane gak pernah ngalamin soalnya.

Sword [THE END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang