Hendra & Hefika

15.7K 721 30
                                    

Saat ini Aisyah berada dirumah majikannya yang sangat besar dan luas. Rumah berlantai tiga dan bergaya Eropa, bagi Aisyah rumah ini seperti istana. Dan sudah dipastikan pemilik rumah bergaya Eropa itu adalah orang kaya raya. Dia adalah Hendra Bagaskara dan Hefika Morela.

"Cepetan Aisyah! Kalau kerja itu jangan lelet."Teriak Hefika dengan nada khas memerintah.

"Iya, Nyonya."Jawab Aisyah seadanya seraya menundukkan kepala.

"Habis ini kamu kedapur minta sama Mbok Ati daftar belanja,"Ucap Hefika dengan tangan dilipat didepan dada.

Sekali lagi Aisyah hanya mengiyakan perintah dari sang majikan.

Usai itu Hefika melenggos angkuh kekamarnya. Disisi lain Aisyah memandangi kepergian sang majikan dengan helaan nafas lega. Karena jujur saja berada didekat Hefika selalu membuatnya sedikit gugup dan juga takut.

Teringat akan pesan Hefika, gadis sembilan belas tahun itu bergegas menyelesaikan pekerjaannya, dirumah ini terdapat tiga orang asisten rumah tangga termasuk Aisyah, pertama seorang wanita paruh baya bernama Mbok Ati–– wanita itu bertugas dalam hal memasak, dan satunya lagi seorang wanita berusia dua puluh sembilan tahun–– Mbak Puput––namanya, dia juga memiliki tugas yang sama dengan Aisyah, yaitu membereskan rumah. Tapi sekarang Mbak Puput sedang mengambil cuti melahirkan, jadilah Aisyah mengerjakannya seorang diri.

Setelah pekerjaannya selesai, lantas Aisyah langsung menemui Mbok Ati untuk meminta daftar belanja.

"Assalamualaikum, Mbok."Sapa Aisyah.

"Wa'alaikumsalam. Eh, Neng Aisyah yang cantik toh. Tak kirain siapa," Jawab wanita paruh baya itu diiringi dengan kekehan renyah.

Aisyah balas terkekeh.
"Si Mbok bisa aja godain Aisyah," Balas Aisyah, tersipu.

"Bukan godain, Neng. Si Mbok teh bicara fakta,"Bantah Mbok Ati dengan logatnya yang begitu kental.

"Aisyah malu, Mbok."Sungutnya seraya bergelayut manja dilengan wanita paruh baya itu. Keduanya sudah seperti Ibu dan anak, tak heran mereka sangat dekat.

Mbok Ati kembali terkekeh dengan tingkah gadis muda yang sudah ia anggap seperti putrinya.

"Kenapa harus malu atuh? Si Eneng teh memang cantik, jadi nda perlu malu-malu segala."Kata Mbok Ati, tulus. "Kalau si Mbok punya anak lalaki, sudah tak nikahkan sama Eneng."Tambah wanita itu.

Aisyah tertawa renyah mendengar kalimat akhir dari wanita paruh baya yang sudah seperti Ibu keduanya.

"Ngomong-ngomong soal nikah. Si Eneng sudah punya calon?"Tanya Mbok Ati, serius.

Sebelum Aisyah sempat menjawab pertanyaan itu, keduanya dikejutkan dengan teriakan membahana Hefika.

"Aisyah kamu ngapain disitu?!"Tanya Hefika, tajam.

Ditanya seperti itu membuatnya gugup seketika. "Lagi ngobrol sama si Mbok, Nyonya."Jawab Aisyah dengan bibir bergetar.

Terdengar geraman Hefika, membuat nyali Aisyah ataupun Mbok Ati ciut.

"Memang saya nyuruh kamu kesini buat ngobrol, hah?!"Bentakan Hefika memenuhi setiap sudut ruangan.

Aisyah memejamkan matanya, takut. Ini bukan pertama kalinya ia dibentak oleh Hefika, tapi tetap saja ia belum terbiasa.

"Tadi saya suruh kamu ngapain?" Tanya Hefika, lagi.

"Minta daftar belanja sama Mbok Ati," Jawab Aisyah terbata-bata, saking takutnya.

"Terus kenapa malah ngobrol nggak jelas, hah?!"Intonasi suara Hefika semakin meninggi, sukses membuat kedua wanita berbeda generasi itu menggigil ketakutan. "Mbok juga, bukannya masak malah asik ngobrol sama si Aisyah."

Air mata Aisyah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang