Tujuan Yang Sama

4.3K 265 25
                                    

Sudah hampir satu minggu selepas pertengkaran yang cukup menegangkan antara Hanif dan Aisyah.

Selama itu juga pula hubungan keduanya agak merenggang, akan tetapi bukan berarti saling mendiamkan. Keduanya tetap saling berbicara tapi seperlunya saja.

Saat ini Hanif sedang duduk sambil memperhatikan istrinya yang tengah asik memandang bunga-bunga, yang tumbuh dibelakang rumah sang kakek.

Ya, Aisyah sudah kembali kerumah semenjak dua hari yang lalu. Namun dengan catatan Aisyah harus tetap kembali sekedar menjalani kemoterapi, radiologi, atau terapi khusus.

Semua gerak-gerik Aisyah tak luput dari pandangan Hanif.

Tak ada senyuman yang seperti biasa Hanif tampilkan meski hanya memandang wanitanya dari jarak jauh.

Sedih. Itu yang Hanif rasakan karena sang istri masih saja bersikap acuh padanya. Padahal ia sudah berusaha untuk merobohkan tembok yang beberapa hari ini menjadi pembatas diantara keduanya.

Hanif benar-benar merasa kehilangan sosok istrinya.

Dari jarak jauh Hanif melihat istrinya yang kesusahan untuk menggerakkan kursi rodanya sendiri.

Tanpa diminta-pun Hanif langsung beranjak dari duduknya untuk membantu sang istri tercinta.

"Kakak, udah bilang kalau ada apa-apa panggil kakak aja."Ucap Hanif, dengan nada suara yang agak kesal karena Aisyah tak menghiraukan ucapannya tadi.

"Maaf,"Hanya itu yang Aisyah katakan.

Hanif menghela nafas, mendengar respon dari Aisyah yang sangat singkat.

Aisyah benar-benar mengacuhkannya. Tapi Hanif tak menyerah begitu saja, ia berusaha mencari topik pembicaraan.

Jujur Hanif sangat merindukan kebersamaannya dengan Aisyah.

"Kita diruang keluarga, ya, biar enakan buat cerita-cerita. Udah lama juga kita gak cerita-cerita,"Ujar Hanif, ia sengaja menyindir Aisyah dengan bahasa halus, sambil mendorong kursi roda Aisyah masuk kedalam rumah.

"Maaf, kak. Aisyah mau kekamar aja, mau istirahat."Tolak Aisyah. Sebenarnya ia tahu kalau Hanif menyindirnya tapi ia berusaha untuk abai.

Seketika Hanif berhenti, otomatis kursi roda Aisyah juga ikut berhenti.

Hanif berjalan menghadap tepat dihadapan Aisyah, kemudian berjongkok agar lebih leluasa menatap wajah istrinya.

Aisyah memalingkan wajahnya, tak mau menatap Hanif.

Hanif hanya bisa tersenyum getir melihat Aisyah memalingkan wajah darinya. Lagi-lagi Aisyah menolak menatapnya meski hanya sebentar.

"Sayang?"Panggil Hanif, lembut.

Aisyah berdehem. Tapi tak mengubah pandangannya, seolah pemandangan disekitar jauh lebih menarik dari pada wajah suaminya.

"Aisyah, kenapa berusaha menjauh dari kakak?"Akhirnya kalimat yang beberapa hari ini Hanif simpan tersampaikan juga.

Percayalah hatinya sakit sekali diabaikan seperti ini.

Aisyah melirik sekilas, ia sempat melihat jika Hanif tengah tertunduk. Sejujurnya Aisyah juga sangat merindukan suaminya, hanya saja ia takut ketika menatap mata Hanif membuat pertahanan yang ia bangun roboh karena bertatap mata.

"Cuman perasaan kakak aja,"Balas Aisyah setenang mungkin. Ia tak ingin Hanif tahu jika ia sedang menahan tangis.

Hanif menengadah menatap wajah wanitanya, segaris senyum menghiasi wajah tampannya. Tapi siapa yang tahu jika senyum itu menyimpan luka. "Kalau kakak ada salah tolong kasih tahu kakak. Biar kakak bisa interopeksi diri. Jangan acuhkan kakak kaya gini,"Ungkapnya dengan lirih tapi masih bisa Aisyah dengar.

Air mata Aisyah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang