Pencarian Hanif

4.5K 287 11
                                    

Yang mau hari ini doubel up, angkat tangan cung✋

~~~

Di dalam kamar Aisyah duduk merenung, diatas kursi rodanya.

"Hanif hilang."

"Hah? Kamu gak lagi bercanda, kan, Mas?"

"Ya enggak-lah. Hanif memang hilang, hari ini sudah tiga minggu semenjak dia hilang. Tapi sampai sekarang belum ketemu juga,"

"Astagfirullah. Innalillahi, kok bisa sih, Mas?"

"Mas, juga gak tahu. Rey belum cerita apa-apa tadi, dia cuman minta tolong sama Mas buat bantu cari."

"Ya Allah, kasihan banget. Tapi, Mas mau, kan, bantu nyari keberadaannya Hanif?"

"Iya, Mas bantu kok. Awalnya sih Mas nolak, tapi si Rey malah bawa-bawa namanya Aisyah."

"Mm. Aisyah sudah tahu kalau Hanif hilang?"

"Enggak. Kamu jangan kasih tahu Aisyah masalah ini, yah. Masa gak mau Aisyah kepikiran gara-gara ini."

"Iya, Mas. Jadi sekarang Mas mau kemana?"

"Mas mau ke markas dulu sama Joe. Tolong jagain Aisyah, ya. Nanti kalau Aisyah nanyain Mas, bilang aja Mas lagi ada urusan sebentar dikantor, oke?"

"Oke."

Percakapan antara Dian dan Renata kembali terngiang-ngiang bagai kaset rusak ditelinga Aisyah.

Hanif hilang.

Kalimat singkat itu mampu membuat dada Aisyah sesak seketika walau hanya memikirkannya saja.

Awalnya ia tak ada niatan sama sekali untuk menguping pembicaraan kedua kakaknya, karena ia tahu menguping pembicaraan orang bukanlah satu hal yang terpuji. Tapi saat mendengar nama Hanif dibawa-bawa membuat mau tak mau jadi menguping.

Tadinya ia berniat untuk mengajak Dian dan Renata menemaninya berjalan-jalan sebentar, sebab ia merasa cukup bosan hanya berdiam diri dikamar saja setiap hari. Namun mendengar kabar menghilangnya, seketika membuat semangat Aisyah untuk berjalan-jalan mendadak hilang.

Manik mata teduhnya terlihat berkaca-kaca dan bisa dipastikan jika Aisyah berkedip air mata itu akan jatuh.

Dan benar saja selang beberapa saat kedua pipi tirusnya sudah menjadi aliran dari bola-bola kristal itu.

Tak ada isakan yang keluar dari bibir mungilnya, karena Aisyah tak mau membuat seisi rumah panik saat mendengar isakannya.

Di balik jendela kaca tipis bening kamar. Aisyah bisa melihat jelas rintik-rintik hujan yang mengiasi jendela kamarnya.

Hujan. Langit seolah ikut merasakan kesedihan yang tengah Aisyah rasakan.

Seiring berdetiknya jarum jam yang bergantung pada dinding kamar, hujan turun semakin deras. Sama seperti pipi Aisyah yang tak hentinya dialiri air mata.0

"Kak Hanif, sekarang ada dimana?" Lirihnya masih dengan memandangi air mata yang dikeluarkan oleh langit.
Hatinya memang sangat sakit saat mendengar Hanif merendahkannya, namun rasa sakit itu tak sebanding dengan rasa sakit yang ia terima saat mendengar kabar ini.

Air mata Aisyah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang