Menagih Janji

5.2K 304 10
                                    

Siang ini seharusnya Aisyah sedang tersenyum manis karena akan mengunjungi salah satu tempat wisata populer yang ada di Jerman.

Bahkan Aisyah sudah menyusun rencana hal apa saja yang akan ia lakukan nanti. Namun semuanya sirna kala sebuah darah segar mengalir tanpa henti dari hidungnya, bahkan tak sampai disitu berulang kali Aisyah juga memuntahkan darah segar. Dan berakhir tak sadarkan diri.

Memang benar manusia hanya bisa berencana, dan Dia-lah yang menentukan.

Saat ini Dian duduk disamping brankar, dengan genggaman yang tak ia lepaskan dari tangan adiknya setelah Aisyah dipindahkan kembali ke bangsal.

"Dek, Abang mohon buka mata kamu."
Sudah hampir empat jam Aisyah pingsan namun sampai detik ini belum juga menunjukkan tanda-tanda akan segera bangun. Dan hal itu membuat Dian cemas bukan kepalang. Bahkan ia sudah menyuruh Joe untuk memanggil Dokter, namun jawaban yang Dokter berikan tak mampunya membuat tenang.

"Mas, kamu makan dulu ya, dari pagi kamu belum makan apa-apa lho."

Disisi lain Renata juga mencemas kondisi suaminya, yang sedari tadi hanya menangis sambil memandangi Aisyah yang belum juga bangun.

"Mas, gak laper."Jawab Dian, masih terus menatap wajah pucat adiknya.

"Ayolah Mas, sedikit aja. Aku juga khawatir liat kamu kaya gini,"Bujuk Renata.

"Mas, bakal makan kalau Aisyah udah sadar."Dian tetap bersikeras.

Karena Dian tak ingin mendengar ucapannya, Renata memilih keluar untuk meminta bantuan seseorang yang menurutnya bisa membantunya membujuk Dian agar mau makan.

"Joe?"

Sebenarnya Renata merasa kurang nyaman memanggil Joe seperti itu karena baginya tidak sopan selain itu Joe juga memiliki usia diatasnya. Tapi Joe sendiri yang meminta di panggil seperti itu, akhirnya Renata tak punya pilihan selain mengikuti permintaan pria bule itu.

"Ya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?"Tanya Joe dengan berdiri sigap saat Renata memanggilnya.

"Saya mau minta tolong, boleh?" Renata agak ragu meminta tolong pada Joe karena mereka tak sedekat itu sampai harus meminta tolong. Namun demi suaminya ia mencoba untuk menepis egonya.

"Tentu saja, Nyonya. Ada apa?"

"Mm, kamu bisa bantu saya buat bujuk Mas Dian makan. Saya khawatir, karena dari pagi Mas Dian belum makan apa-apa. Tadi saya sudah coba bujuk tapi selalu ditolak."

Gurat di wajah Renata menunjukkan jika dirinya memang sangat mengkhawatirkan Dian.

"Saya pikir mungkin kamu bisa bujuk Mas Dian buat makan. Kamu mau bantu saya, kan?"Lanjut Renata dengan binar harapan.

Joe tak serta-merta mengiyakan, karena ia juga tak yakin bisa membujuk Tuan-nya itu.

Renata saja tidak bisa apalagi dirinya.

"Saya tidak yakin kalau Tuan, akan mendengarkan ucapan saya Nyonya." Balas Joe.

"Kamu coba saja dulu, mau ya?"Pinta
Renata.

Joe melirik istri dari Tuan-nya, ia jadi tak tega melihat wajah memelas Renata.

"Baiklah akan saya coba."Putus Joe.

Seketika terbit senyuman diwajah Renata. Setidaknya ia masih punya harapan.

"Yasudah ayo masuk,"Ajak Renata tak sabaran.

Kemudian Joe mengekor dibelakang Renata, saat itu juga ia melihat Dian masih duduk sambil mengenggam tangan Aisyah seperti tadi.

Joe, sangat tahu bagaimana perasaan Dian saat ini. Dirinya mengenal Dian bukan sehari, dua hari, tapi lebih dari itu. Bahkan ia juga tahu seberapa penting Aisyah dalam hidup Dian.

Air mata Aisyah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang