Mulai menjauh

5.7K 367 7
                                    

Sudah satu minggu pasca kecelakaan yang Aisyah alami, dan sampai hari inipun Aisyah tak kunjung membuka mata.

Entah sudah berapa tetes air mata yang Elisyah keluarkan melihat kondisi putrinya.

"Aisyah tolong buka mata kamu, nak. Ibu khawatir."lirih Elisyah sambil mengenggam erat tangan putrinya yang terbebas dari selang infus.
"Ayo bangun, nak. Ibu kangen kamu, kangen denger suara kamu, kangen peluk kamu, kangen senyum kamu, Ibu kangen semua tentang kamu. Apa kamu nggak kangen sama ibu?" lanjutnya lagi.

Aisyah masih bergeming. Ia begitu damai dalam tidurnya.

"Maafin Ibu yang gagal jagain kamu sampai kamu kaya gini. Maafin Ibu, sayang. Hidup bersama ibu kamu jadi banyak menderita, hiks. Semua salah ibu, tolong maafin ibu kamu yang nggak berguna dan bodoh ini."isakan Elisyah terdengar semakin pilu. Bayangan putrinya menahan sakit kembali hadir, mengusik pikirannya.

"Aisyah maafin, Mbak. Karena nggak bisa jagain dan merawat putri kita seperti pesan kamu, maafkin Mbak," Elisyah merasa teramat sangat gagal menjadi seorang ibu, ia tidak bisa menepati janjinya pada Wina–– Ibunya kandungnya Aisyah–– untuk menjaga Aisyah sebaik mungkin.

"Mbak sangat menyesal mengorbankan anak-anak kita demi laki-laki brengsek itu."Elisyah membenamkan wajahnya diantara kedua lipatan tangannya, terus terisak disana, menyesali dan menyalahkan diri sendiri atas apa yang menimpa Aisyah.

Tanpa tahu jika semua gerak dan ucapannya didengar jelas oleh seseorang yang berdiri kaku didepan pintu yang sedikit terbuka.

Perasaan Dian hancur melihat kedua wanita yang sangat berharga dalam hidupnya didalam sana. Kesedihan itu terlihat dari sorot mata tajamnya yang kini menyendu.

"Maafin Ian, bu. Maafin Abang juga, dek. Maaf karena gagal melindungi kalian,"gumamnya bergetar.

Tatapannya terpaku pada kedua wanita yang ada didalam sama, ia enggan untuk mengalihkan perhatiannya.

"Tuhan aku kembali. Tolong beri hamba kesempatan untuk membahagiakan dan melindungi mereka, tolong."ucap Dian.

Lelaki yang dikenal dengan nama Dian, tak lain adalah Ardiansyah Isma– putra kandung dari sepasang suami istri–– Fargiansyah Isma dan Elisyah Familah– kakak kandung dari Aisyah Familah Isma. Meskipun Ardiansyah dan Aisyah tidak dilahirkan dari rahim wanita yang sama namun mereka tetap memiliki ikatan saudara kandung sebab keduanya memiliki Ayah yang sama yakni Fargiansyah Isma. Aisyah memang bukan putri dari Elisyah, ibu kandung Aisyah bernama Aisyah Winara Queenela– istri pertama Fargiansyah–– yang juga merupakan saudari angkat Elisyah.

"Dian?"

Dian terperanjat saat satu tepukan pelan mendarat dibahunya, saking terkejutnya ia sampai menjatuhkan kunci mobilnya yang sejak awal ia pegang.

"Kamu bikin kaget aja, Nif."Kata Dian sembari memungut gantungan kunci mobil.

Hanif terkekeh pelan sembari meminta maaf.

Kedua lelaki tampan itu beranjak dari sana dan memilih duduk dikursi yang tak jauh dari ruangan Aisyah.

"Ibu udah pulang?"Tanya Hanif membuka percakapan.

"Belum. Masih ada didalam,"Jawab Dian seraya memandangi kunci mobilnya yang dimana bagian gantungnya terukir sebuah tulisan.

"Terus kamu ngapain cuman berdiri disana? Sambil melamun pula."Tanya Hanif ikut memperhatikan apa yang Dian pandangi.

Dian menyimpan kunci mobilnya disaku celana kain yang ia pakai, lalu menatap Hanif sejenak. "Lagi pengen aja."

"Pengen?"beo Hanif, raut wajahnya menunjukkan jika ia tak mengerti maksud Dian.

Air mata Aisyah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang