Assalamualaikum, Ya Habibah

5.9K 332 11
                                    

Keluarga Aisyah dan Hanif, sudah berkumpul diruang rawat Aisyah. Hari ini Hanif akan mengucap qobiltu atas nama Aisyah.

Untuk itu Aisyah dipindahkan ke bangsal, tapi tetap dalam pengawasan exstra sebab keadaan Aisyah masih kritis.

Dalam balutan kemeja putih dan jas hitam, Hanif terlihat semakin tampan. Ditambah wajahnya yang berseri-seri. Sedangkan Aisyah tetap menggunakan pakaian khas rumah sakit, Renata dan Zahwa hanya memberikan sedikit sentuhan make up agar wajah Aisyah terlihat lebih fresh.

Sesekali Hanif mencuri pandang kearah wanita yang sama sekali tak terusik dengan sekitarnya.

Dian yang baru saja masuk, lantas mendekati brankar sang adik. Ditatapnya Aisyah dengan sendu, jujur jauh dilubuk hatinya yang paling dalam ia sangat sedih karena tanggung jawabnya terhadap Aisyah sebentar lagi akan diambil alih oleh Hanif

"Kesayangannya Abang jangan lama-lama tidurnya."Ucap Dian kemudian mendaratkan kecupan dikedua mata adiknya yang terpejam.

Lalu Dian membalikkan badannya menatap calon suami dari adiknya, senyum terbit saat bertemu pandang dengan Hanif.

"Sudah siap?"Tanya Dian.

Mendapat pertanyaan itu, lantas Hanif mengangguk. Jika boleh jujur dirinya sangat gugup sekali.

Hanya tinggal hitungan detik lagi, Hanif akan segera melepas masa lajangnya, dan berganti status menjadi sorang suami.

Karena Aisyah sudah tak memiliki seorang Ayah, maka dari itu Dian-lah yang menjadi walinya.

Tangan Hanif dan Dian saling berjabat, nampak jelas wajah gugup Hanif.

Dian tersenyum maklum, ia mengerti yang dirasakan Hanif. Karena dirinya juga pernah ada diposisi seperti itu. Gugup yang bercampur tegang.

Dian menarik nafas dalam, lalu berkata. "Saudara Hanif Bagaskara bin Hendra Bagaskara. Saya nikah kan dan kawin kan kau dengan saudari kandung saya yang bernama Aisyah Familah Isma binti Fargiansyah Isma, dengan maskawin cincin berlian dua puluh empat karat dan seperangkat alat solat dibayar tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Familah Isma binti Fargiansyah Isma, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

"Bagaimana saksi?"

"Sah!!!!"

Kala kata Sah telah berkumandang Hanif mengusap kedua telapak tangan diwajahnya, tanpa sadar ia menitihkan air mata, saking bahagianya karena wanita yang selama ini ia impikan telah menjadi istrinya.

Begitu pun Dian, dalam diam ia menyeka air mata yang tak kuasa ia cegah untuk jatuh.

Hanif bangkit dan mendekati wanita yang terbaring damai diatas brankar. Pelan namun pasti, Hanif menyentuh tangan Aisyah.

Jika dulu bersentuhan mendapatkan dosa, maka sekarang sudah menjadi pahala.

Hanif memasangkan sebuah cincin berlian pada jari manis Aisyah, setelah itu ia memberanikan diri untuk mengecup dahi sang istri.

Cukup lama Hanif tetap dalam posisi itu, air mata kembali mengalir. Sungguh ia merasa jika ini semua hanyalah mimpi, ia masih belum percaya karena telah memiliki Aisyah sebagai istrinya.

Dan Hanif mendekatkan bibirnya pada telinga Aisyah yang tertutup hijab, lalu berbisik lembut.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Ya Habibah until jannah."

Hanif menjauhkan wajahnya menatap lamat wajah tenang itu, sekarang ia sudah boleh menatap wajah Aisyah sepuasnya.

Dan hari ini bukan hanya menyatukan dua hati insan, akan tetapi juga menyatukan dua keluarga.

Air mata Aisyah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang