Gara-Gara Surat

4.5K 271 21
                                    


Ibrahim melangkahkan kakinya menyusuri lorong rumah sakit menuju ruang rawat Aisyah.

Selang beberapa detik langkahnya berhenti tepat di depan sebuah pintu berwarna cokelat.

Derit pintu mulai terdengar saat Ibrahim membuka menekan gagang pintu tersebut. Samar-samar Ibrahim menangkap suara seseorang yang tengah melantunkan surah Al-kahfi.

Merdu sekali. Batinnya.

Dan ternyata suara merdu itu berasal dari bibir seorang wanita yang kini tengah duduk diatas brankar dengan kedua tangan yang memegang sebuah Al-qur'an.

Ibrahim termangu di ambang pintu. Tatapannya lurus ke depan, tepat dimana wanita cantik itu berada.

Sesungging senyum menghiasi wajah Ibrahim, kala memperhatikan betapa seriusnya wanita itu mengaji, bahkan wanita itu sama sekali tak sadar jika sedang diperhatikan.

Sementara di sisi lain, Ibrahim juga tak sadar jika ada sepasang mata yang sedari awal sudah memperhatikannya dengan sorot tak suka atau... Cemburu.

"Dokter Ibrahim?"Panggil Hanif.

Ya, Hanif sudah memperhatikan semua gelagat Ibrahim termasuk saat Ibrahim memandangi istrinya sambil tersenyum.

Ibrahim mengalihkan pandangannya kearah pria yang duduk disofa, tidak terlalu jauh dari tempat Aisyah berada.

Kentara sekali jika Ibrahim terkejut melihat keberadaan Hanif yang duduk disofa. Ibrahim layaknya orang yang sedang tertangkap basah.

Aisyah yang tadinya sedang mengaji memilih untuk berhenti mendengar suara suaminya.

"Dokter Ibrahim?"Panggil Hanif sekali lagi, karena Dokter muda itu sama sekali tak bergeming dari tempatnya.

"Ah iya, pak Hanif,"Balas Ibrahim kikuk. Mati-matian ia berusaha untuk menutupi rasa gugupnya, apalagi ketika melirik pada wanita yang juga tengah memperhatikannya.

"Silakan masuk, Dok."Ucap Hanif ramah.

Meski tak suka dengan Ibrahim yang berani-beraninya menatap wanitanya, Hanif tetap berusaha untuk tetap bersikap ramah seperti biasanya seolah tak pernah terjadi apa-apa.

Dengan kaki yang agak gemetar Ibrahim melangkah masuk mendekati brankar Aisyah.

Aisyah yang memegang Al-qur'an, melempar senyum hangat pada Ibrahim. Dan dibalas senyum tipis oleh pria bersnelli itu.

"Ngajinya nanti dilanjut lagi, ya.
Sekarang Aisyah harus diperiksa dulu sama Dokter Ibrahim,"Ujar Hanif saat berada disamping sang istri.

Aisyah tersenyum sembari mengangguk pelan atas respon dari ujaran sang suami.

Kemudian Hanif membantu istrinya untuk kembali berbaring, lalu mempersilakan Ibrahim untuk melakukan tugasnya.

"Saya periksa dulu, ya."Izin Ibrahim. Dan sekali lagi Aisyah hanya mengangguk.

Lalu Ibrahim mulai memeriksa keadaan Aisyah. Selama menjalankan tugasnya, Ibrahim berusaha untuk tidak berkontak fisik dengan Aisyah. Meskipun ia memiliki perasaan khusus pada Aisyah, namun bukan berarti ia mengambil kesempatan dalam kesempitan agar bisa menyentuh Aisyah.

Ibrahim tetap bersikap profesional. Dalam situasi seperti ini ia akan mengesampingkan perasaannya.

Sebenarnya Ibrahim bersikap demikian bukan hanya pada Aisyah, tapi pada semua pasien wanitanya. Selama keadaan tak menuntunnya untuk melakukan hal yang sampai harus saling bersentuhan, Ibrahim akan tetap menjaga.

Sulit, Memang. Tapi itulah yang sudah ditanamkan dalam diri Ibrahim sejak kecil.

"Gimana, Dok?"Tanya Hanif, usai Ibrahim memeriksa keadaan istrinya.

Air mata Aisyah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang