Keputusan Reygan

5.4K 301 28
                                    

Ikhlas. Satu kata sederhana, namun melakukannya tak sesederhana itu.

-Airmata Aisyah-
.
.
.

*Happy Reading*

~~

Setelah mendapatkan izin dari Dokter untuk membawa sang istri menikmati pemandangan sore. Dan kini pasangan pengantin baru itu sudah ada ditaman rumah sakit.

Aisyah tak hentinya menyunggingkan senyum saat kursi rodanya yang di dorong oleh Hanif menapaki taman rumah sakit.

Dan itu suatu kebahagiaan bagi Hanif karena telah berhasil membuat pelangi diwajah bidadarinya.

"Makasih, kak, udah bawa Aisyah kesini."Aisyah melirik kearah lelaki yang tengah duduk manis dikursi panjang yang memang ada ditaman ini.

"Sama-sama. Kalau Aisyah emang suka ke sini, besok kita kesini lagi." Hanif tersenyum lebar.

"Emangnya boleh?"Tanya Aisyah, antusias.

Hanif mengangguk. "Asal kondisi Aisyah memungkinkan jelas boleh dong. Bahkan kalau Aisyah udah sehat terus pengin ketempat yang bagus, kakak akan bawa kemanapun Aisyah mau."

Seketika mata Aisyah berbinar-binar.
"Kalau gitu Aisyah akan segera sembuh, supaya bisa jalan-jalan bareng kakak."

Yang membuat Aisyah semangat untuk segera sembuh bukan karena kemana Hanif akan membawanya, tapi lebih kepada siapa Ia pergi.

Hanif terkekeh melihat betapa antusiasnya Aisyah. "Itu harus, kakak akan selalu ada disamping Aisyah untuk memberikan semangat."

Aisyah semakin tak sabar untuk kembali sembuh, dan menghabiskan waktu bersama pria yang mengucap qobiltu atas namanya disaat dirinya dalam keadaan kritis.

Aisyah kembali menatap sekitar, suasana ditaman ini cukup ramai, ditambah dengan suasana sejuk. Membuat mereka yang semua yang ada disana betah untuk berlama-lama menikmati pemandangan sore, setelah hampir seharian terkurung dalam ruangan yang bagi para pasien sangat pengap.

Tak terkecuali Aisyah, ia merasa sangat tidak betah berlama-lama diruangan itu. Padahal ruangan yang ia tempati adalah ruangan VIV, tapi yang namanya rumah sakit tetap saja tidak enak.

Jadi untuk saat ini ia ingin bebas menghirup udara segar walau hanya sebentar. Ia ingin melepaskan semua perasaan yang ia rasakan.

Membiarkan angin sepoi-sepoi ini menerbangkan semua harapan-harapannya.

Aisyah memejamkan matanya menikmati sensasi sejuk yang ditawarkan. Senyum masih terlukis indah diparasnya, sudah lama sekali rasanya ia tak menikmati suasana seperti sekarang.

Nyaman. Itu yang dirasakannya ditambah lagi ada sosok istimewa, yang selalu setia menemaninya.

"Cantik."Puji Hanif.

Refleks Aisyah membuka matanya mendengar suaminya sedang memuji sesuatu. Ia menoleh dan manik matanya bertemu dengan manik mata Hanif.

"Cantik,"Ulang Hanif sambil tersenyum manis.

Aisyah mengerjap. Apa tadi yang Hanif puji adalah dirinya?

"Istrinya siapa sih ini kok cantik banget."Hanif menangkup wajah Aisyah.

Dan Aisyah baru benar-benar tersadar jika pujian itu ditujukan untuknya.

Semburat merah menghiasi kedua pipinya.

Hanif semakin tersenyum lebar.
"Tuh, kan tambah cantik kalau lagi blushing gini."Katanya mengelus lembut pipi merah alami Aisyah.

Aisyah meringis malu.

Air mata Aisyah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang