Sesekali Hanif membuka matanya kemudian memejamkannya lagi, terus seperti itu hingga berulang kali.
Saat ini ia sedang berbaring di ranjang. Keadaannya sudah jauh lebih baik daripada satu minggu yang lalu. Akan tetapi Ia masih belum di izinkan untuk pergi ke kantor oleh Mama dan Papanya, jadilah sepulang dari rumah sakit tiga hari yang lalu ia hanya dirumah saja.
"Huft,"Entah sudah yang ke berapa kalinya Hanif membuang nafas panjang.
Jiwanya memang ada disini, tapi pikirannya terus berkeliaran kemana-mana. Namun satu yang pasti, ada sebuah nama yang tak pernah hilang dari ingatannya—Aisyah.
Jika bukan karena kejadian malang yang menimpa dirinya beberapa minggu yang lalu, mungkin sekarang ia sedang sibuk-sibuknya mencari keberadaan Aisyah.
Dengan mata terpejam, nampak jelas sekali disudut matanya mengeluarkan setetes air mata——Hanif menangis.
"Aisyah dimana? Kakak kangen." Gumamnya.
Bingung. Tak pernah sekalipun Hanif merasa sebingung ini, entah harus melakukan cara seperti apa agar dirinya bisa menemukan Aisyah.
Selama ini ia merasa tak tenang. Ia selalu dihantui rasa bersalah. Ingin meminta maaf, tapi kemana dirinya harus mencari Aisyah?
Sepertinya semesta belum juga memberinya izin untuk bertemu dengan wanita pemilik sorot mata teduh itu. Atau bahkan semesata memang sudah tak ingin memberinya kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya. Hais!
Sibuk bergelut dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba Hanif merasa sisi ranjang yang lain bergerak.
Lantas Hanif segera membuka kelopak matanya, dan ia bisa melihat siapa yang duduk disampingnya.
Mama. Iya dia adalah Hefika yang kini sedang tersenyum lembut pada sang putra.
"Kamu baring aja,"Ucap Hefika saat melihat Hanif yang ingin bangkit.
Hanif mengangguk patuh, lagipula kepalanya memang sedikit pusing. Mungkin karena terlalu banyak berpikir.
"Kepala kamu pusing, ya?"Tanya Hefika yang melihat putranya memijit pelipisnya.
"Sedikit,"Jawab Hanif.
"Kamu jangan terlalu banyak mikir, kamu itu baru sembuh. Memangnya kamu mau balik kerumah sakit lagi?" Omel Hefika, meski begitu sorot matanya menunjukkan jika dirinya sangat khawatir dengan keadaan Hanif.
"Hanif gak lagi mikirin apa-apa kok," Dustanya. Lagipula ia tak mungkin jujur mengenai apa yang menjadi beban pikirannya. Hanif tak mau memulai perdebatan.
"Bohong,"Sarkas Hefika. "Mama tahu kok kamu lagi mikirin apa. Mama denger ucapan kamu tadi."Lanjutnya lagi.
Hanif menoleh menatap Mamanya, sebelah alisnya terangkat. Memangnya Hanif bilang apa? Kiranya seperti itu tatapan Hanif.
"Kamu lagi mikirin dia, kan?"Tebak Hefika. Senyum kecil tercipta kala melihat wajah terkejut Hanif.
Hanif tahu dia yang Mamanya maksud adalah,
Aisyah.
Jadi Mamanya mendengar ucapan termasuk saat dirinya mengatakan jika merindukan...
KAMU SEDANG MEMBACA
Air mata Aisyah [Selesai]
RomanceWarning!!! Banyak adegan UwU ⚠Awas Baper⚠ • • • • • Dia mempertemukan, Dia yang menyatukan, dan Dia juga pula yang memisahkan. Begini jalan takdir kita... • • • • • "Ya Allah, ampuni mata hamba yang telah menatap pria yang tidak pantas untuk hamba...