Bunda Ais

5.3K 301 18
                                    


Hefika tersenyum lembut pada wanita cantik yang kini telah menjadi istri dari putranya.

Begitupun sebaliknya, Aisyah juga tersenyum tak kalah lembut pada Ibu mertuanya.

Hari ini adalah, hari kepulangan bagi keluarga Hanif ketanah air––Indonesia. Dan sebelum pulang Hefika menyempatkan diri untuk sekadar berbincang dengan sang menantu.

Kala menatap wajah Aisyah yang saat ini sedang tersenyum tulus padanya, lagi-lagi membuat rasa bersalah kembali hadir direlung hati Hefika.

Teringat semua perlakuan buruk yang selalu Ia berikan pada Aisyah.

Ucapan buruk yang keluar dengan seenaknya dari bibirnya, tak membuat wanita ini menaruh rasa benci ataupun dendam terhadapnya.

Dari kemarin Hefika terus berpikir bahwa putranya telah menikahi seorang malaikat.

Bagaimana tidak berpikir demikian, hati menantunya itu sangat lembut. Bahkan terkadang ia merasa malu untuk menampakkan wajah dihadapan Aisyah selepas semua kelakuan dan ucapan buruk yang pernah ia lakukan dimasa lalu.

Sekarang ia benar-benar tersadar yang dikatakan suami serta putranya, bahwa Aisyah memang wanita yang sangat baik.

Perjuangan Hanif untuk mendapatkan Aisyah memang sangat besar, bahkan hampir-hampir nyawa-pun Hanif korbankan.

Tapi semua itu terbayar lunas saat memiliki wanita sebaik Aisyah.

Benar memang perjuangan tak akan pernah mengkhianati hasil, contohnya saja Hanif.

"Aisyah, hari ini Mama, Papa, sama yang lain mau pulang. Jadi Aisyah harus baik-baik disini, ya, sayang." Hefika mengusap lembut punggung tangan menantunya.

"Insya Allah. Mama, Papa, sama yang lain, hati-hati dijalan."Balas Aisyah seraya mengenggam tangan mertuanya.

Hefika mengangguk singkat.
"Iya, sayang."Hefika menatap lamat wajah putri menantunya itu, dan berkata."Maaf'in Mama gak bisa menemani kamu untuk menjalani pengobatan disini,"Sesal Hefika.

"Gak papa, Ma. Lagipula juga ada kak Hanif, Abang, Mbak, Kakek, sama Ibu juga."Ujar Aisyah."Seharusnya Aisyah yang minta maaf ke Mama sama Papa, gara-gara kondisi Aisyah yang kaya gini kak Hanif jadi gak bisa ikutan pulang, dan Papa yang harus ngurusin perusahaan padahal itu kan sudah jadi tanggung jawabnya kak Hanif. Maaf'in Aisyah ya, Ma, tolong sampaikan juga permintaan maaf Aisyah untuk Papa."

Hefika mengerjap tak percaya mendengar penuturan panjang lebar dari menantunya itu.

Sebelum membalas ucapan Aisyah, Hefika terlebih dahulu membawa sang menantu kepelukannya. "Sayang kamu gak perlu minta maaf ke Mama ataupun Papa. Kamu sama sekali gak salah apapun, kalau masalah perusahaan Mama yakin banget Papa sama sekali gak masalah untuk menggantikan Hanif sementara waktu. Kamu lebih penting dari perusahaan, Hanif memang harus selalu ada disamping kamu."

Dalam diam Aisyah tersenyum, terharu sekali rasanya mendengar ucapan mertuanya.

Pelukan Hefika semakin mengerat, dan Aisyah membalasnya dengan senang hati.

Tak pernah ia bayangkan, jika dirinya akan berada dalam pelukan Hefika. Mengingat bagaimana bencinya Hefika padanya.

Ah, semua ini tak lepas dari campur tangan-Nya. Karena Dia-lah yang membolak-balikkan hati hamba-Nya.

Hefika terus mengecup puncak kepala Aisyah. Beginikah, rasanya memiliki seorang putri? Meskipun tak memiliki seorang putri kandung, setidaknya aku bisa memiliki lewat menantu. Pikir Hefika, senang.

Terlalu asik berpelukan keduanya tak sadar Hanif sudah berjalan mendekati mereka sambil tersenyum.

Sungguh Hanif bahagia sekali melihat pemandangan ini.

Air mata Aisyah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang