Aisyah baru saja tiba didepan rumah sakit tempat dimana Ibunya dirawat dengan menggunakan angkutan umum tak lupa ia juga memberikan satu lembar uang berwarna hijau pada sang supir.
"Makasih ya, Pak."Ucapnya.
"Sami-sami, Neng."Balas sang supir.
Dengan langkah yang sedikit tergesa-gesa Aisyah menghampiri seorang wanita yang berdiri dimeja resepsionis.
"Permisi, Mbak."Sapa Aisyah.
"Iya, ada yang bisa saya bantu?"Tanya Mbak resepsionis ramah.
"Saya mau nanya. Ruang rawat pasien atas nama Ibu Elisyah Familah ada disebelah mana ya?"
"Sebentar saya cek dulu ya,"
"Silakan."
"Pasien atas nama Ibu Elisyah Familah masih ada diruang UGD. Dari sini Mbak lurus aja terus belok kiri dari sana Mbak lurus lagi aja, disana ruang UGD-nya."Jelas Mbak resepsionis.
Aisyah mengangguk mengerti setelah mengucapkan terimakasih ia lantas beranjak.
Mengikuti arahan dari Mbak resepsionis, tepat ketika berada disatu lorong Aisyah melihat seorang wanita tengah duduk dengan posisi menunduk. Tak salah lagi wanita itu adalah tetangganya yang menemukan Ibunya pingsan, Aisyah bergegas menghampirinya.
"Assalamualaikum,"Ucap Aisyah dengan nafas terengah-engah.
"Waalaikumsalam."Bu Anin––nama tetangga Aisyah, ia langsung berdiri saat melihat Aisyah.
"Gimana keadaannya Ibu?"Tanya Aisyah cemas. Hampir-hampir saja air matanya jatuh jika tidak mengingat kalau saat ini ada Bu Anin yang akan melihatnya menangis.
Jangan biarkan seorang manusia-pun melihat Aisyah menangis, cukup Allah saja tempat Aisyah berkeluh kesah.
Ucapan seseorang dimasa lalu selalu terngiang-ngiang dikepala saat pertahanan hampir runtuh.
"Ibu juga belum tahu keadaan Ibu kamu, Nak. Dokter masih didalem dan belum keluar juga,"Balas Bu Anin tak kalah cemasnya dengan Aisyah. "Kamu yang sabar ya,"Tambah Bu Anin mengusap lembut punggung mungil gadis itu.
Tak ada yang bisa Aisyah lakukan selain mengangguk.
"Ibu tahu kamu gadis yang kuat,"Ucap Bu Anin sambil memandang Aisyah dengan mata berkaca-kaca.
Sebenarnya ia tahu jika selama ini Aisyah hanya berpura-pura kuat, keadaanlah yang memaksa Aisyah untuk tetap kuat. Namun sekuat-kuatnya seseorang pasti akan ada satu waktu dimana ia butuh tempat untuk bersandar.
Tanpa kata Bu Anin memeluk Aisyah, Aisyah-pun membalas pelukan itu.
Dipelukan itu Aisyah tidak sengaja menitihkan air mata namun secepat kilat ia menyekanya sebelum Bu Anin sadar kalau dirinya menangis.
Ia harus kuat. Ia tidak boleh menangis. Batin Aisyah menguatkan dirinya sendiri.
"Makasih, Bu. Ibu udah sering banget bantuin Aisyah dan juga keluarga Aisyah. Aisyah nggak tahu harus membalas kebaikan Ibu dengan apa." Ujar Aisyah dalam dekapan Bu Anin.
"Nggak ada yang perlu kamu balas, Nak. Kamu itu putri Ibu dan keluarga kamu sudah Ibu seperti keluarga Ibu juga. Ibu ikhlas bantuin kalian,"Balas
Bu Anin tulus.Aisyah tersenyum haru. Ia sangat bersyukur karena dipertemukan oleh Bu Anin, selama ini Bu Anin-lah yang membantunya untuk menjaga sang Ibu ketika ia harus pergi bekerja dan adik-adiknya pergi sekolah. Ia berhutang budi pada Bu Anin.
Hampir tiga puluh menit Aisyah berdiri didepan ruang UGD akhirnya Dokter yang menangani Elisyah keluar juga.
"Keluarga Ibu Elisyah?"Tanya Dokter bername tag Firman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Air mata Aisyah [Selesai]
RomanceWarning!!! Banyak adegan UwU ⚠Awas Baper⚠ • • • • • Dia mempertemukan, Dia yang menyatukan, dan Dia juga pula yang memisahkan. Begini jalan takdir kita... • • • • • "Ya Allah, ampuni mata hamba yang telah menatap pria yang tidak pantas untuk hamba...