Mama, Papa... baru?

8.4K 431 5
                                    


Malam telah tiba...

Didepan ruang operasi, seorang gadis yang terus mondar mandir, nampak jelas raut khawatir diparasnya. Kekhawatiran yang teramat sangat tentu ditujukan untuk wanita yang telah diberinya gelar sebagai bidadari tak bersayapnya, Ibu.

Didalam sana Ibunya tengah berjuang untuk kembali hidup, membuat Aisyah merasa gelisah. Sebab sudah satu jam yang lalu setelah Ibunya masuk keruang operasi namun belum juga keluar, terlihat dari lampu yang ada diatas pintu masih menunjuk warna hijau menandakan operasi masih berlangsung.

"Ya Allah, lancarkanlah operasi Ibu hamba.. Tolong berikan hamba kesempatan waktu lebih banyak lagi untuk berbakti padanya.. Hamba belum bisa membahagiakan Ibu,,, tolong sehatkan Ibu hamba seperti sediakala... Ya Rabb..."gumam Aisyah sambil melirik cemas kearah pintu yang masih tertutup rapat.

"Kak, lebih baik kakak duduk tenang disini dari pada mondar mandir gitu," tegur Arsyah yang lelah melihat tingkah kakaknya.

"Kakak nggak bisa tenang, dek. Sebelum dokter keluar dan jelasin keadaan Ibu,"jawab Aisyah gurat khawatir semakin kentara dari wajahnya.

"Iya kak, Ar paham. Ar juga khawatir sama Ibu, tapi Ar juga khawatir liat kakak kaya gini..."balas Arsyah tak bisa dipungkiri bahwa Arsyah juga sangat mengkhawatirkan kakaknya apalagi melihat wajah kakaknya yang agak pucat.

"Iya kak, yang dibilang kak Ar itu bener. Mending kakak duduk disini deket Ir, nungguin dokter keluar sambil istirahat, muka kak Aisyah pucet pasti karena kecapean."sahut Irsyah yang juga menangkap wajah pucat sang kakak.

Rasa bersalah memenuhi relung hati Aisyah, karena telah membuat kedua adiknya mengkhawatirkan dirinya. Aisyah mendekati kedua adiknya yang duduk berdampingan dan

Happ

Aisyah memeluk Adik-adiknya dengan sangat erat.

"Maaf karena buat kalian khawatir, nggak seharusnya kakak bersikap seperti tadi. Kakak lupa kalau kalian juga khawatir sama Ibu."ucap Aisyah menyesal.

Sikembar membalas pelukan Kakak mereka tak kalah erat. "Jangan minta maaf, kak. Kami ngerti kok kalau kakak bersikap kayak tadi,"balas Irsyah. "Tapi kakak, jangan gitu lagi ya. Kami khawatir sama keadaan kakak,"sambung Arsyah.

Senyum diwajah Aisyah terbit usai mendengar penuturan dari kedua lelaki yang sangat berarti dalam hidupnya. "Ya, kakak janji."

"Yaudah sekarang, kakak duduk dideket Ar sama Ir."ujar Arsyah, yang menarik tangan kakaknya untuk duduk diantaranya dan juga Irsyah.

Aisyah merangkul bahu kedua adiknya.

"Kok kayaknya kalian makin tinggi dari kakak ya?"Aisyah baru sadar jika kedua Adiknya tumbuh sangat cepat bahkan keduanya sudah melebihi tingginya.

"Iya dong, tumbuhkan ke atas bukan kesamping."celetuk Irsyah sambil menampilkan deretan gigi putih nan rapinya.

Aisyah terkekeh dengan guyonan garing Irsyah. Sedang Arsyah yang memang dasarnya tak banyak bicara hanya diam tak menanggapi guyonan kembarannya.

Hanif dan Bu Anin, tersenyum kecil melihat persaudaraan dari ketiganya.

Diam-diam, Hanif menggagumi cara Aisyah menyayangi kedua adiknya. Ada rasa tak biasa yang ia rasakan karena sosok Aisyah. Entah sudah yang keberapa kalinya, Hanif dibuat kagum oleh sosok Aisyah.

Benarkah, hanya kagum? Entahlah biar Tuhan dan waktu yang menjawab.

Skip...

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, Aisyah masih setia duduk disamping brankar Ibunya. Dua jam yang lalu, Elisyah sudah melakukan transplantasi jantung dan Alhamdulillah operasinya berjalan dengan lancar. Sedangkan Bu Anin setelah menengok sebentar keadaan Elisyah, langsung izin pulang diantarkan oleh Hanif.

Air mata Aisyah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang