Untuk Aisyah

5K 262 15
                                    

"Aisyah?"panggil Hanif, rasa panik menjalar keseluruh tubuhnya saat tak mendapati sang istri di dalam kamar.

"Aisyah?"panggilnya lagi, kali ini ia memeriksa kamar mandi untuk mencari keberadaan istrinya, namun wanita itu juga tidak ada disana.

Dengan langkah besar atau lebih cocok dikatakan berlari, Hanif berlari keluar kamar untuk memeriksa diruangan lain. Dan lagi-lagi ia belum menemukan sosok istrinya.

Hanif merutuki kebodohannya pergi ke supermarket tak mengajak Aisyah. Padahal ia tahu dirumah ini tak ada siapapun kecuali dirinya dan Aisyah.

Iya. Sejak semalam Hanif membawa kerumah neneknya yang bersebelahan dengan rumah Asdkhan. Dengan maksud ingin memperbaiki hubungannya dengan Aisyah, tapi jika seperti ini Hanif jadi menyesal karena tak ada yang bisa menjaga Aisyah kalau dirinya berpergian.

Samar-samar Hanif mendengar suara bising dari arah dapur, secepat kilat ia bergegas untuk mencari sumber suara bising itu.

Dan betapa terkejutnya lelaki itu, saat melihat istrinya yang duduk di kursi roda malah berkutat dengan alat-alat dapur.

Namun perasaannya sedikit lega karena istrinya baik-baik saja.

Dengan langkah pasti Hanif mendekati bidadarinya yang belum menyadari kehadirannya.

"Sayang?"panggil Hanif lembut.

Aisyah tersentak, saat merasakan sapuan lembut dipucuk kepalanya.

"Kak Hanif,"Aisyah mendongkak menatap suaminya.

Hanif tersenyum, ah Hanif sangat rindu mendengar Aisyah memanggilnya seperti itu.

"Kita keluar, yuk."ajak Hanif.

Aisyah menggelengkan kepalanya.
"Aisyah, mau masak."katanya.

Hanif terbelak.
"Enggak boleh. Kakak, gak izinin Aisyah untuk masak."tolak Hanif, tegas. Mana mungkin ia membiarkan istrinya memasak dalam keadaan seperti ini. Bisa-bisa ia akan mati mendadak karena takut terjadi sesuatu yang tak di inginkan menimpa wanitanya.

Wajah Aisyah berubah sendu.
"Kok nggak boleh sih, kak? Aisyah pengin masak."

Percayalah Aisyah sangat merindukan kegemarannya yang satu ini. Selama bertemu kembali dengan Dian, ia tak pernah di izinkan untuk memasak. Jangankan memasak, menyentuh dapur saja tidak boleh.

Dan sekarang ia sangat-sangat ingin memasak tapi tak di izinkan juga oleh suaminya.

Oh ayolah. Apakah dua pria itu tak tahu bagaimana tidak enaknya dilarang melakukan hal yang kita sukai?

"Sekali enggak, tetep enggak."pungkas Hanif. Ia tak mau menerima negosiasi, ia seperti ini karena tak mau terjadi sesuatu pada istrinya.

"Sebentar aja,"pinta Aisyah dengan wajah memelas.

Hanif menggeleng, tanda ia tetap tak memberi izin.

"Kenapa nggak boleh, sih? Apa kakak takut kalau Aisyah ngerusakin dapur kakak, iya?"kini Aisyah jadi kesal.

Hanif kembali menggelengkan kepala. Ia jadi panik sendiri, saat istrinya sedang dalam mode kesal.

Hadeh, bisa gagal rencananya untuk berbaikan dengan Aisyah kalau seperti ini.

Air mata Aisyah [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang