Unexpected Idol (47)

5.7K 853 89
                                    

Jantung Nami berdegup kencang. Sekarang, ia tepat berada di depan gang kecil yang mengarah ke rumah ayahnya. Taksi online yang mengantarnya sudah pergi sejak lima menit yang lalu, tepat setelah ia melakukan pembayaran. Bukan tanpa alasan Nami diberhentikan di depan gang, hanya saja jalan masuk menuju rumahnya terlalu sempit. Cuma dapat dilalui oleh kendaraan roda duaㅡ entah itu sepeda ataupun motor.

Kim Taehyung, Nami menyuruh pria itu untuk mencari taksi online yang lain sebab tujuan mereka berdua berbeda. Nami menuju rumahnya, dan Taehyung menuju hotel bintang lima tempat ia bermalam. Wanita itu harus menyiapkan hati serta mentalnya untuk mengenalkan Taehyung pada ayahnya, karena pria itu bukanlah Kang Hojung.

Nami sadar, saat ini ayahnya pasti tengah menunggunya di depan rumah, lengkap dengan adiknyaㅡ ia yakin. Karena itu, ia mulai melangkahkan kakinya, melewati gang setapak yang sempit, menyapa tiap tetangga yang terlihat oleh matanya, hingga akhirnya ia berhenti tepat di depan kediaman sang ayah. "Namira, anakku!" Tepat sekali, disaat wanita itu baru saja sampai di depan pagar rumahnya, suara berat sang ayah yang terdengar antusias pun mulai tertangkap indera pendengarannya.

Namira menoleh, tersenyum singkat, lalu segera masuk ke dalam pekarangan rumahnya yang tidak seberapa besar. Diletakkannya koper di depan pagar yang sudah berlumut, lalu dipeluknya sang ayah dengan erat. Inilah yang dinamakan melepas rindu. Sudah lima tahun ia tidak pulang ke Indonesia. Jika rindu dengan keluarga, maka jalan satu-satunya adalah telepon atau video call. Setelah puas memeluk sang ayah, iapun segera beralih untuk mendekap adik perempuannya.

"Sudah lama sekali, Namira. Anak ayah ternyata semakin cantik," puji ayahnya, membuat Nami tersenyum dan menanggapi candaan tersebut dengan kibasan tangan. Setahunya, tidak ada yang berubah dari dirinya. Hanya saja di Korea Selatan, ia rutin merawat diri.

"Ayo masuk, masuk. Adikmu dan ayah bekerja sama membuat martabak untukmu. Sudah lama 'kan kau tidak makan martabak manis?" Nami mengangguk, membenarkan. Memang sudah lama sekali ia tidak mencecap rasa manis dari martabak. Biasanya, setiap malam minggu, ia dan adiknya berjalan kaki menuju jalan raya untuk membeli martabak manis atau telur. Mungkin Nami akan melakukan hal menyenangkan itu lagi selama liburannya di Indonesia.

Rasa penat perlahan meluntur saat Nami menempelkan bokongnya di sofa yang sudah memiliki banyak tampelan di dudukannya. Sudah lama sekali, Nami tak bisa menebak sudah berapa tahun sofa ini bertahan. Sebenarnya, Nami sudah berencana untuk membeli sofa baru. Tidak enak rasanya jika menyambut tamu dengan bentuk sofa yang seperti ini. Namun, ayahnya melarang, berkata jika sofa ini adalah kenangan baginya. Ia membelinya dengan uang hasil jerih keringatnya, request-an dari mendiang ibunya juga. Kalau kata ayahnya sih, jiwa ibumu seolah masih terekam di sofa itu. Mengingatnya membuat Nami terkekeh dalam hati, sebegitu cintanya sang ayah pada mendiang ibunya.

"Kau pulang sendiri? Dimana calon menantuku?" Tanya ayahnya, menatap Nami dengan tatapan penuh binaran. Sedangkan Nami merasa semakin tidak enak. Ditatapnya sang ayah dan adik bergantian. Naraㅡ adiknyaㅡ yang seolah paham dengan kegelisahan sang kakak pun segera mengambil alih perbincangan dengan menawarkan kakaknya untuk mencicipi martabak buatannya.

"Ayah, kak Nami 'kan baru saja pulang. Pertanyaan tentang itu nanti saja ditanyakan. Lebih baik, biarkan kak Nami untuk melepas penatnya dulu," Nara berceloteh, ditanggapi oleh helaan nafas dan anggukan berat sang ayah. Diletakkannya satu piring martabak di atas meja, "ayo kak, dimakan. Ini baru pertama kali sih Nara buat martabak. Semoga enak." Nami mengucapkan terima kasih banyak pada adiknya, lalu segera mencicipi martabak manis yang menjadi makanan favoritnya sejak masih sekolah dasar. Diacungkannya jempol kiri pada Nara, menandakan jika rasa martabak tersebut benar-benar lezat.

Tapi, melihat wajah ayahnya yang seolah menunggu jawaban Nami tentang kekasihnya membuat martabak manis tersebut tidak dapat tercerna dengan baik. "Ayah, aku ingin jujur perihal hubungan asmaraku," Nami menunduk, topik pembahasan yang baru saja ia lontarkan kembali membangunkan semagat ayahnya.

FANGIRL : Unexpected Idol [ KTH ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang