62.

1.1K 141 10
                                    

"Apa lo orangnya?" Iqbaal berbalik bertanya pada Darren.

Suasana menjadi hening, Darren bahkan terdiam menatap Iqbaal yang menunggu jawabannya. Namun tak lama Darren tertawa membuat Iqbaal bingung.

"Masa lo nuduh gue? Gini yah, kalau memang gue yang nerror gue nggak bakal ada disini. Gue kesini cuma mau lihat Difa, kasih hadiah ke dia, tapi lo malah nuduh gue jadi penerornya? Gue kan udah bilang gue ada di hawaii, bahkan nggak tahu hal apa yang terjadi dengan kalian berdua." Balas Darren.

"Tapi kok gue curiganya dengan lo yah?" Iqbaal menatap tajam.

"Terserah Baal, kalau lo memang curiga ke gue silahkan toh gue juga bukan orang yang nerror kalian." Balas Darren lagi membela dirinya.
"Bilang (Namakamu), gue udah pulang" Lanjut Darren lalu pergi.

***
Besoknya, Iqbaal pergi berkumpul bersama teman-temannya karena mereka akan mulai sibuk dengan jadwal. Iqbaal juga sempat mengantar (Namakamu) kerumah orangtuanya, karena ia sendiri tidak mau istri dan anaknya akan terluka.

Semenjak ada Darren, Iqbaal merasa harus berhati-hati dan terus memantau. Bagaimanapun ia yakin Darren adalah orang yang selama ini meneror keluarga kecilnya.

"Difa nggak dibawa?" Ujar Zidny.

"Nggak usah, nanti pipinya jadi merah karna kalian yang cubit. Biarin aja dia sama ibunya" Balas Iqbaal menatap Zidny.

"Yah nggak seru dong Baal, gue juga mau lihat Difa" Zidny.

"Nanti kalau dia udah gede dikit" Jawab Iqbaal lagi.

"Banyak alesan lo udin" Zidny menata sebal.

"Trus gimana dengan (Namakamu) apa dia baik-baik aja? Dia nggak kena terror lagi kan?" Tutur Tara.

"Udah enggak, tapi ada orang yang buat gue yakin itu dia" Jawab Iqbaal.

"Siapa?" Tara penasaran.

"Adalah pokoknya, kalian nggak usah ikut campur dulu." Iqbaal tersenyum tipis.

"Kurang kerjaan banget sih, kalau emang nggak suka yaudah bilang aja. Kenapa malah pake acara terror segala, udah lewat zamannya" Tutur Zidny ikut kesal.

"Yah mau gimana lagi, paling orang sirik doang." Iqbaal.

Sementara itu.
(Namakamu) yang tengah asik bersama anaknya dan juga ibu tirinya kini beralih menjawab telfon yang tidak dikenalnya.

"Hallo?" Jawab (Namakamu) santai.

"Hai"

"Ada apa?" (Namakamu) dengan suara dingin.

"Gue mau ngomong sama lo, tapi bukan di telfon. Gue mau langsung"

"Sekarang juga bisa"

"Oh yah? Apa lo nggak bakal menyesal?"

"Angga apa lagi sekarang!?" (Namakamu) meninggikan suaranya.

Dari dalam rumah, ibu tiri (Namakamu) langsung menoleh anak tirinya ini. Dengan membawa Difa, ia pergi mendekati (Namakamu) yang ada disana.

"Ada apa (Namakamu)?" Ucap Ibu tirinya.

Melihat kedatangan ibu tirinya, (Namakamu) langsung mengkode agar segera masuk kedalam rumah membawa difa. Ia tak mau melibatkan ibu tirinya, ini urusannya dengan laki-laki ini. Ia tak mau melukai ibu tirinya dan juga Difa, anaknya.

"Makanya, gue mau ngomong langsung sama lo. Sekarang, nggak ada waktunya buat mikir"

"Dimana lo skarang?" (Namakamu) dengan nafas yang memburu dan kepalan tangan yang erat.

LUCKY FANS [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang