Tirai Keempat Puluh Sembilan

1.8K 177 101
                                    

Kita tidak pernah tahu, setegar apa kita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kita tidak pernah tahu, setegar apa kita.
Hingga menjadi kuat adalah satu-satunya pilihan yang kita punya.
---Singto---


















***Di Balik Tirai Pengantin***

















Merasakan kemarahan dari seseorang yang disayangi itu berat, tapi menghadapi rasa bersalah jauh lebih berat. Jika saat ia merasakan amarah dari Krist, Singto merasakan perasaan sedih yang entah kenapa membuatnya bahagia karena bisa bercengkerama walaupun dalam situasi memanas. Namun jika dikaitkan dengan perasaan bersalah karena kekecewaan, malah membuat pengusaha muda itu bingung ingin melakukan sesuatu tetapi dia tidak tahu harus melakukan apa.

Dia ingin marah, jelas. Tapi marah kepada siapa? Dia ingin menegur Krist karena berusaha menghindarinya yang lantas membuatnya depresi setengah mampus, tapi sadar bahwa akar dari permasalahan ini justru dari dirinya sendiri. Sikap defensif yang dilontarkan oleh Krist beberapa hari ini adalah karena rasa kecewa dari pria itu, yang mengarah kepada Singto.

Singto berbaring di sofa dengan mata terpejam. Berbagai premis yang menggerogoti pikirannya selama beberapa hari ini sukses membuat kepalanya terasa ingin pecah. Badannya juga terasa sakit entah mengapa. Belakangan ini, pola makannya memang benar-benar berantakan. Dia bisa melewatkan jam makan siang karena tidak berselera untuk makan. Terkadang juga melewatkan makan malamnya karena sibuk menunggu Krist pulang bekerja. Ingin memastikan bahwa pasangan hidupnya itu dalam keadaan yang baik, tanpa bertanya karena pastinya jawaban dari Krist akan semakin menyakiti perasaannya yang memang pada awalnya sudah tercabik-cabik. Karena setelah itu, mereka akan tidur di kamar terpisah.

Setelah perdebatan panjang malam itu, Krist dengan nada lantang memutuskan untuk kembali tidur di kamar yang terpisah. Persis seperti saat mereka baru pertama kali melangsungkan pernikahan. Singto hanya bisa mengiyakan tanpa ada kekuatan ataupun keberanian untuk membantah.

Malam ini pun, selesai dari bekerja, Singto langsung pulang ke rumah untuk menunggu Krist. Dia ingin menyelesaikan semuanya malam ini, tidak ingin pertengkarannya dengan pria itu semakin berlarut-larut dan membunuhnya secara perlahan.

Saat melihat jam, jarum pendeknya sudah menunjuk angka sebelas. Jujur saja, dirinya khawatir. Apakah Krist sama kacaunya seperti yang ia alami belakangan ini, atau justru malah sebaliknya bahwa Krist dalam keadaan baik-baik saja? Karena yang dilihatnya, pria itu tidak mengeluarkan ekspresi sedih atau marah. Dan itu semakin membuatnya depresi, karena bingung apa yang sebenarnya dirasakan oleh pria itu. Bahkan dua hari lalu, ketika kakek Ming beserta paman Leuk dan bibi Mook mengajak mereka berdua beserta orang tua Krist untuk makan malam bersama, pria itu berakting seolah hubungan yang mereka jalani saat ini baik-baik saja. Seolah kejadian sebelumnya tidak pernah terjadi. Krist bersikap sebagaimana seorang yang telah menikah melayani dan menjamu pasangan hidupnya di hadapan orang lain.

Di Balik Tirai Pengantin [Singto X Krist] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang