Tirai Kedua Puluh Empat

2.1K 206 24
                                    

Kita bodoh jika terus mendamaikan hati dengan berkata "biar waktu yang menghapus luka"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kita bodoh jika terus mendamaikan hati dengan berkata "biar waktu yang menghapus luka". Padahal waktu, dia tak bisa melakukannya. Dia hanya terus berjalan mengabaikanmu, dan melindas luka yang pura-pura kamu abaikan.
---Krist---







*****Di Balik Tirai Pengantin*****







Sudah lebih dari tiga hari Krist tidak bisa tidur nyenyak. Pikirannya selalu melayang pada malam laknat saat dirinya berada satu ranjang tanpa pakaian di apartemen sahabatnya itu. Bagaimana God dengan sangat kurang ajar melakukan perbuatan nista padanya. Singto sendiri saja tidak ia biarkan berbuat lebih jauh selain mencium kening dan berpelukan, tapi pria itu dengan seenak jidat berbuat tidak senonoh pada tubuhnya.

Setiap kenangan itu terputar, rasa bersalah selalu menghantuinya. Krist benar-benar seperti pasangan yang selingkuh, walaupun ia tidak tahu sejauh mana God bertindak saat dia tidak sadarkan diri. Ia sempat iseng mengecek pada Fiat yang merupakan seorang dokter. Walaupun sempat diejek oleh pria pendek itu, Krist tetap bersyukur bahwa kata Fiat bagian bawahnya aman tanpa sentuhan sama sekali. Itu artinya, God tidak melakukan perbuatan yang.... ahhh, nggak usah dibilang kalian juga pasti tahu, kan?! Skip aja, deh. Nggak usah diungkit-ungkit lagi. Nyebelin banget, tahu.

Namun yang terpenting, semoga Singto tidak mengetahui apa yang telah dilakukannya pada malam sebelum suaminya itu pulang ke Thailand. Tidak, Krist bukannya tidak ingin bercerita. Hanya saja, ia belum siap. Krist tidak ingin hubungan yang baru mereka rajut mesti diselingi rasa tidak nyaman dan pertengkaran akibat kelalaiannya.

Jahat? Memang, tapi itulah yang harus Krist lakukan untuk mempertahankan rumah tangganya. Biarlah nanti ia bercerita jika memang pria itu yakin Singto benar-benar mencintainya dengan tulus. Dua tahun, ia masih ingat batas waktu mereka belajar untuk mencintai satu sama lain. Jadi, sebelum waktu itu berakhir, Krist harus benar-benar siap dengan hati dan juga pilihannya. Jika ia sudah yakin, mungkin disaat itulah dia akan mengaku.

“Kenapa belum tidur, Bee?” tanya Singto dengan suara serak khas bangun tidur sambil memeluk Krist yang terbaring membelakanginya. Pria itu jelas tidak bisa tidur nyenyak karena pria yang ia peluk ini terus bergerak gelisah di tempat tidur.

Krist sedikit kaget saat mendengar suara itu, ditambah dengan pelukan yang diberikan Singto. “P’ Sing keganggu, ya? Maaf....”

“Sttt...” Singto memotong ucapan Krist tepat saat pria itu baru saja mengatakan kalimat yang beberapa hari ini tak henti-hentinya diucapkan oleh Krist. “Aku bosan dengar kamu terus-terusan bilang minta maaf. Kamu itu nggak salah apapun, jadinya nggak perlu minta maaf. Justru aku yang minta maaf karena nggak beliin oleh-oleh buat kamu.” Gumam Singto sambil tetap memejamkan matanya dan semakin menarik Krist dalam pelukannya.

Mendapatkan ucapan serta pelukan seperti itu membuat Krist meringis dalam hati. Dia ingin menangis dan mencurahkan semuanya pada pria yang kini mendekapnya. Menceritakan semua kebimbangan dan keraguan hatinya, serta dosa yang sudah ia perbuat saat suaminya berada di luar Thailand. Masalahnya, apakah Singto akan memakluminya? Atau bahkan justru menjauh dan melupakan semuanya begitu saja? Krist tahu pasti sifat posesif yang dimiliki oleh Singto itu di luar rata-rata. Pria itu bahkan pernah cemburu pada tukang ojek online yang Krist tumpangi karena mobilnya berada di bengkel. Pria itu mengamuk karena Krist tidak menghubunginya saja disaat pria itu sedang libur, serta posisi Krist yang terlalu dekat dengan tukang ojeknya.

Di Balik Tirai Pengantin [Singto X Krist] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang