Tirai Spesial (bagian terakhir)

885 83 57
                                    

Karena perasaan itu seperti halnya hukum atom

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena perasaan itu seperti halnya hukum atom.
Ada waktunya dia tetap mempertahankan,
Dan ada pula masanya kenapa harus melepaskan.
---Singto---





















***Di Balik Tirai Pengantin***


















Minggu pagi pukul sembilan, Arthit sudah tampil lucu dengan kaos putih lengan pendek dibalut rompi cokelat muda. Dasi kupu-kupu ikut tersemat di kerah depan bayi itu. Celananya pun memiliki warna senada dengan rompi miliknya. Rencananya hari ini Krist, Arthit dan juga Kongpob serta Mama cowok itu akan pergi ke taman bermain yang baru saja diresmikan dan berada tak jauh dari rumah mereka. Kongpob sudah menunggu di depan rumah sementara Mama cowok itu tengah mempersiapkan bekal yang akan mereka santap nanti.

“Aduh, ini kok jelek amat, sih. Siapa, ya?” Kongpob yang baru selesai memakai sandal gunungnya yang memiliki warna cokelat tua itu langsung berdiri dan sedikit menunduk mengamati Arthit yang sesungguhnya sangat imut dan menggemaskan. “P’ kok jadi kepengen cubit kamu sih, Ndut?”

Plok.

Ayunan tangan Arthit tepat mengenai rambut hitam Kongpob yang sudah tertata rapi. “Sukurin,” seru  Krist melihat rambut anak tetangganya yang sedikit berantakan.

“Nggak berani aku sekarang sama si Ndut, P'. Dikit-dikit mainnya nabok kepala.” Ucap Kongpob tidak serius sambil membenahi tatanan rambutnya dengan bercermin pada layar ponsel miliknya.

“Makanya, jangan macam-macam sama aku, P’.” Krist berucap dengan gaya bicara anak kecil. Gendongin Ai’ Oon dulu, P’ mau mengambil kunci mobil. Sekalian kita menjemput Mama kamu.”

Kongpob menerima Arthit dengan sedikit menjauhkan kepalanya. Jangan sampai rambutnya menjadi korban dari kejahatan yang akan dilakukan oleh tangan mungil bayi itu. “Foto dulu yuk, Ndut. P’ mau pamer ke teman-teman P’ kalau punya tetangga yang jelek kayak kamu.” Ajaknya pada Arthit yang tentu saja belum mengerti sama sekali. Cowok itu lalu kembali duduk di kursi teras setelah kembali mengeluarkan ponsel dari saku celananya. “Ayo, siap.”

Arthit menatap Kongpob dan juga layar ponsel bergantian. Bayi itu tersenyum ketika melihat gambar dirinya ada di dalam benda itu. Spontan jari telunjuknya terjulur ingin menyentuh wajahnya, tapi segera dijauhkan oleh Kongpob. “Athit… Athit…”

“Bukan Arthit, tapi Ndut.” Ejek Kongpob lalu bersiap berpose lagi. “Tangannya diam dulu biar bagus fotonya, Ndut.” Sambung cowok itu karena Arthit yang tiak berhenti ingin menyentuh layar ponselnya. Posisinya yang memangku Arthit dengan satu tangan memegangi perut bayi itu dan satunya lagu memegang ponsel, membuat Kongpob susah untuk mengontrol laju kedua tangan aktif Arthit.

“Athit… P’ Kongpob.” Gumam Arthit.

“Yeah, akhirnya kamu sudah bisa memanggil nama P’ dengan benar lho, Ndut.”

Di Balik Tirai Pengantin [Singto X Krist] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang