Tirai Spesial (bagian 2)

758 80 75
                                    

Jangan biarkan benci itu mengundang,Karena perasaan siapa tahu kapan akan berpulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan biarkan benci itu mengundang,
Karena perasaan siapa tahu kapan akan berpulang.
Bisa saja yang kamu benci sekarang,
Adalah jodohmu di masa mendatang.
***Krist***




















***Di Balik Tirai Pengantin***




















“Duh, kasihan banget sih Ndut ditinggal Papanya lagi.” Kongpob merecoki Arthit yang sedang berjalan merambat di kursi teras depan. Cowok itu mengikuti Arthit dari belakang sambil sesekali mencolek pinggang Arthit.

Arthit menoleh pada Kongpob. Dia tersenyum ketika melihat P’ kesayangannya itu, walaupun masih ada bekas sembab di kedua pipinya yang tembam selepas Papanya menghilang dengan sebuah mobil satu jam yang lalu.

Tinong ning nong…

Bibir dan kedua mata Arthit membulat ketika suara penjual makanan enak tempo hari terdengar lagi di telinganya. “Phi phi phi…”

Kongpob mengikuti pergerakan Arthit yang tiba-tiba merangkak cepat ke arah pintu utama. Secepat kilat cowok itu langsung terlentang di atas lantai, matanya memejam berpura-pura tertidur. Dia langsung paham maksud Arthit yang ingin mengejar suara itu.

Arthit telah sampai di ambang pintu. Bayi itu bisa melihat jelas seseorang yang sedang melewati depan rumahnya dengan bunyi-bunyi yang terus mengikuti. Arthit memukul-mukulkan kedua telapak tangannya ke atas lantai dan berteriak-teriak tidak jelas memanggil pedagang makanan tersebut. Membuat Kongpob yang mendengarnya jadi tersenyum-senyum sendiri.

“Phi phi phi…” Arthit merangkak cepat menghampiri Kongpob. Ia terpekur diam saat melihat kedua mata Kongpob yang tertutup rapat. “Phi… ayan….” Gumamnya dengan bibir hampir melengkung ke bawah. Ia menoleh keluar pada bunyi yang mulai menjauh. Bayi itu melihat Kongpob lagi, kemudian melihat pintu kamar kedua orangtuanya, lalu kembali menatap Kongpob yang masih saja memejamkan kedua matanya.

Sebenarnya, Kongpob hampir kelepasan tertawa. Apalagi saat mendengar celotehan bayi itu yang menyuruhnya untuk jajan. Apa-apaan plesetan kosakatanya tersebut? Dipikir dirinya tengah kejang-kejang hingga dikira ayan?

Usaha Arthit untuk membangunkan Kongpob tak berhenti di situ saja. Bayi itu tak mengenal kata menyerah sama sekali. Ketika teriakannya masih tak didengar oleh Kongpob, tangannya dengan sigap memukul perut cowok itu. Kongpob masih belum mau membuka matanya, walau ia tadi sedikit kaget dengan pukulan Arthit yang tiba-tiba. Cowok itu masih senang menjahili tetangganya tersebut. “Phi Pob….. ayan…. Huwaaaa….”

Mendengar tangisan Arthit membuat Kongpob langsung bangun dan menarik bayi itu ke dalam gendongannya. Dengan langkah seribu seakan tengah dikejar hantu, keduanya bergegas keluar rumah. “Iya, Ndut. Kita jajan. Nggak usah nangis begitu, ah. Mukamu jadi makin jelek tahu.” Ucap cowok itu sambil berlari mengejar penjual makanan yang akan segera berbelok di persimpangan. Jangan sampai bayi itu menangis histeris seperti saat Papanya pergi ke Jepang tadi. Bisa digantung Krist hidup-hidup dia nanti.

Di Balik Tirai Pengantin [Singto X Krist] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang