Tirai Keempat Puluh

1.5K 148 117
                                    

Maka ikuti saja kemana takdir bermuara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Maka ikuti saja kemana takdir bermuara. Jikapun doamu tak cukup kuat, Peluk saja luka itu erat-erat. Karena pada akhirnya, tawa atau air mata hanyalah pemanis di akhir cerita.
---Krist---


















***Di Balik Tirai Pengantin***

















Sejak tadi sore, Singto sudah berada di Beijing, Cina. Selama tingga minggu ini, pria itu disibukkan dengan bisnisnya yang mulai membuka cabang di sana. Tidak tanggung-tanggung, Singto bahkan bekerja sama langsung dengan beberapa perusahaan yang bergerak di bidang games untuk mempromosikan produknya. Sebut saja games kesukaannya yaitu mobile legend yang akhirnya bisa ia ajak bekerja sama walaupun dengan waktu yang sedikit lebih lama dari perkiraannya. Sebenarnya pria itu tidak terlalu fokus menjalankan pekerjaannya jika tidak dibantu dengan Jane, sekretaris kepercayaannya. Mengingat hampir setiap saat pikiran pria itu dipenuhi dengan kerinduannya kepada Krist.

“Kamu lagi apa, Bee?”

“Menurut kamu, di jam satu pagi begini, aku ngapain selain tidur?” ada jeda sesaaat sebelum Krist kembali melanjutkan perkataannya. “Oh, iya aku lupa. Aku sekarang lagi telepon-an sama tuyul kepala hitam!”

Mendengar gerutuan dan umpatan Krist dengan suara mengantuk itu, Singto tertawa kecil. “Eh, tapi disini jam dua lho, Bee. Jam kamu rusak, ya?”

Krist menjawab pertanyaan itu dengan tawa datar. Dipikir dia bodoh kali tidak tahu perbedaaan waktu antara Cina dan Thailand yang terpaut satu jam lebih cepat di Cina.

Sadar jika Krist tidak akan menanggapi lelucon garingnya, Singto kembali memberikan suara, kali ini terdengar lembut dan sedikit dibumbui aroma kesedihan. “Kangen kamu, Bee.”

“Waktu kamu baru sampai di Beijing tadi, kamu udah bilang itu lima kali, P’ Sing. Lima kali! Dan sekarang kamu bilang lagi. Nggak bosen apa?”

Singto langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat. “Mana ada bosen ngomong kangen sama kamu, Bee? Kalau faktanya emang kangen, mau gimana lagi dong? Tiga minggu lebih nggak ketemu sama kamu, rasanya nggak enak banget. Tidur nggak nyenyak, makan tak enak. Mau ngapain aja rasanya sesak.” Senyum Singto mengembang mendengar Krist terekekeh kecil sembari mengumpatnya dengan julukan khas dari pria itu.

“Ngegembel, dasar!”

Definisi Bucin tingkat dewa memang cocok untuk seorang Singto Pracaya Ruangroj. Bayangkan saja, diumpat sedemikian rupa oleh Krist, bukannya marah pria itu justru semakin menunjukkan tingkat ke-alay-an nya. Coba saja jika itu orang lain, belum kalimat itu selesai diucapkan, sudah dipastikan anggota tubuh orang itu akan mengalami rasa sakit.

“Aku di Beijing tiga hari, Bee.” Ucap Singto lagi saat Krist menanyakannya berapa lama ia di kota tersebut. “Setelah itu langsung ke Zhongshan dan pergi sebentar ke Shenzhen dan Hongkong untuk beberapa hari. Kemudian baru balik ke Thailand deh, ketemu kamu.” Singto yakin Krist sedang tersenyum di seberang sana karena perkatannya barusan.

Di Balik Tirai Pengantin [Singto X Krist] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang